10 Mar 2015

NURANI YANG TERKOYAK PART>>.10

Pagi itu nurani sudah bangun pagi-pagi sekali. Ia menyiapkan sarapan untuk seisi rumah itu. Kebetulan tadi malam ajeng menelpon bahwa ia tak bias hadri karena harus membantu tetangganya yang menggelar hajatan pernikahan. Walaupun tante viola tidak memintanya secara langsung, tapi nur merasa berkewajiban untuk menangani pekerjaan yang biasa dilakukan ajeng setiap pagi.
Pertama memasukan baju-baju kotor ke mesin cuci, kemudian memcuci piring-piring kotor di tempat pencucian dan menanak nasi. Sembari menunggu nasi matang. Ia mengangkat baju-baju dari mesin cuci dan menjemurnya di taman belakang.
Jam delapan lebih lima menit, nur sudah menuntaskan pekerjaannya. Ia berselonjor di sofa sembari menonton TV. Menunggu tante viola dan kedua rekannya bangun dari tidur mereka. Tanpaknya malam ini mereka bertiga pulang larut malam dari kafe malam. Dan biasanya mereka akan bangun lebih siang dari biasanya.
Nur berencana mau meminjam uang kepada tante viola untuk biaya operasi kanker adiknya. Sekaligus member tahu tantenya mengenai penyakit yang diderita dani. Siapa tahu, tante viola berniat membantu. Sebenarnya hati nur tidak terfokus dengan apa yang ditontonnya, ia masih harap-harap cemas menunggu tante viola. Ia masih gamang untuk meminjam uang dari tantenya dalam jumlah yang besar. Tak pernah sekalipun ia berniat meminjam uang sampai berjuta-juta jumlahnya kecuali pada saat ini.
Selain itu, nur juga berniat membujuk lagi tante viola supaya mengijinkan dirinya untuk bisa bekerja di kafe malam. Tentunya ia harus punya pemasukan lebih untuk membayar hutang-hutangnya kepada tante viola. Dan ia akan melakukan apa pun yang ia bisa untuk kesembuhan adik tercinta.
Nur hamper tertidur di sofa ketika ninon dan sekar muncul secara bersamaan. Mereka tampak ngedumel satu sama lain. Entah apa yang mereka perdebatkan. Semenjak malam, nur mendengarkan pertengkaran kecil mereka.
“Lu tuh serobot-serobot aja. Pelangganku digaet dua kali sama elu.”ujar ninon memberengut.
“eh non, elunya aja yang kagak bisa tampil menarik di hadapan para pelanggan. Professional dong.” Timpal sekar tak mau kalah.
“Pagi semua” seru nur mencoba menghentikan pertengkaran mereka. Mereka menatap nur sesaat dan kembali lagi dengan pertengkaran kecil mereka. Nur menggelengkan kepalanya tiga kali. Payah.
“eh, kalian pada ngedebatin apaan sih. Kayaknya seru nih. Aku ikutan ya.” Seloroh nur. Ia bangkit dari sofa dan menggandeng mereka berdua untuk duduk bersamanya.”eh, gimana pendapat kalian kalau aku ikut kalian.”
“ini urusan kita berdua nur. Kamu nggak usah ikut campur!” seru sekar ketus.
“yey, siapa yang mau ikut perdebatan kalian. Maksudku, gimana kalau umpamanya aku ikut kerja di kafe malam.”
Kedua rekannya terdiam dan saling menatap satu sama lain.
“mulai malam ini.”tambah nur menegaskan.
“mulai malam ini?” Tanya sekar dan ninon hamper bersamaan.
“iya! Mulai mala mini? Emang kenapa? Jangan sampe kalian berdua membeo menolakku.”
“kamu siap?”
“nanya siap segala. Kalau aku mau berarti aku siap non.” Ujar nur.
“gimana kao tante nggak ngijinin.”
“aku akan memaksa tante supaya ngijinin aku. Aku yakin, aku punya alibi yang kuat.”
“apa?”
Nur menghela nafas. Kemudian ia menceritakan perihal penyakit yang diderita adiknya dan betapa nur sangat memerlukan dana untuk biaya operasi adiknya. Nur juga menjelaskan niat nya untuk meminta pinjaman kepada tante viola dan membayarnya dari gaji bulanannya. Oleh karena itu nur ingin menambah penghasilannya dari kerja di kafe malam.
Kedua temannya terdiam, entah apa yang mereka pikirkan.
Tepat pada saat itu, tante viola keluar dari kamarnya dan tersenyum kepada mereka bertiga.”waah, kalian lebih gesit dari pada diriku.”
“tentu dong tan.”
Nur berdehem,”tante, boleh aku ngomong sesuatu sama tante?”
Tante viola tersenyum,”tentu dong, tapi tunggu sampai tante selesai mandi ya saying.” Jawabnya sembari menyampirkan handuk di bahunya. 
“tunggu sampai kita sarapan.”sekar menimpali.
Nur mendelik.”oke, aku tunggu ya tant.”

“ada sesuatu yang harus nur sampaikan sama tante.”ujar nur dengan hati-hati.
Tante viola mengangguk dan menatap nur dengan tatapan penasaan.”apa itu nur.”
Nur berdehem dua kali. Dengan satu tarikan nafas ia menceritakan perihal adiknya dan maksudnya untuk meminjam uang guna operasi kanker adiknya.
Tante viola mengangguk-ngangguk. “tante ikut sedih mendengarnya. Tante tahu, dani masih terlalu kecil untuk menanggung penderitaan seberat itu.
Nur tersenyum. Ada niat baik dari kata-kata tante viola barusan.
“kalau senadainya tante nggak sibuk. Tante ingin mengajakmu menengok ke sana. Tapi…sudahlah. Yang penting kita selalu mendoakan untuk kesembuhan dani. Kita hanya berharap dani sembuh dari penyakitnya.”
Nur menahan nafas dan tersekat.
“nanti sore tante mau ambil duit ke bank dan diwesel ke paman salim.”
Nur bersorak dalam hati. Akhirnya tante viola memberinya pinjaman.
“berapa uang yang kamu butuhkan nur?”Tanya tante viola lebih lanjut.
“lima belas juta tante.”terang nur mantap. Tante mengangguk dan beranjak dari kursi.” Kamu nggak usah terlalu memikirkan adikmu. Yang penting kamu selalu brdoa untuk kesembuhan adikmu nur.”
“makasih tante.”
Tante mengangguk dan meraih tas tangan dari sofa. Hendak pergi.
“eh tante, tunggu dulu. Ada yang masih mau saya omongin.”pinta nur dengan muka memelas.
Tante viola melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.” Nur saying, tante punya janji dua puluh menit lagi. Gimana kalau nanti malam kita ngobrolnya ya.”
Nur kebali menghempaskan badannya di sofa.”oke tante, nur tunggu. Hati-hati di jalan ya.”
Tante viola mengangguk dan membalasnya dengan senyuman. “jangan lupa bilang ke ninon, pagi ini dia harus belanja bir bintang zero. Persediaan di kafe malam udah hamper habis.”
Nur mengangguk.
“dan kamu juga harus kembali menata letak meja dan kursi pagi ini. Tante kira formasi letak duduknya kurang sepadan dengan ruang yang sempit. Lagi pula terkesan acak-acakan.”
“iya tante.”
“kamu mau berangkat jam berapa ke kafe?”
“habis nganterin ninon belanja tante.”
“bagus. Selamat bekerja.”
Dan tante viola  pergi ke garasi. Menstarter mobil BMW-nya dan meluncur perlahar ke luar gerbang.
Nur kembali termenung. Menunggu kedua rekannya yang sedang mandi.
***
Makan malam baru saja usai. Nur dan ninon merapikan piring-piring yang kotor dan menyimpannya di bak pencucian. Sekar meletakan kembali lauk dan nasi ke dalam lemari dapur. Tante viola rebahan di sofa sembari menonton TV. “Bagaimana nur. Kamu mau ngobrol lagi kan?”
Nur mengangguk dan beranjak mendekati tante viola.
“tadi sore tante sudah meweselkan uang ke kampong.”
“iya, makasih banyak tante. Tapi, ada satu hal lagi permintaan saya kepada tante.”
tante viola menelengkan kepalanya.”ya?’
“saya ingin bekerja di kafe malam juga tante.”
Tante viola terdiam. Sekar dan ninon baru muncul dari ambang pintu ruang makan. Kemudian ikut melingkar di sofa.
“saya ingin menambah penghasilan saya dari kafe malam. Apalagi saya juga punya kewajiban buat bayar hutang-hutanag saya sama tante. Kalau sekiranya hanya mengandalkan penghasilan dari kafe siang mungkin butuh beberpa tahun untuk bisa melunasinya. Sementara nur tak tahu sampai kapan nur bekerja di sini.” Terang nur panjang lebar. Ia berusaha supaya tante viola memahami kemauannya.
Tante viola mengangguk pelan.”sebenarnya tanpa kamu minta pun tante sudah bermaksud mempekerjakan kamu di kafe malam.”
Mata nur berbinar dan merasa bahagia.”makasih tante.”
“perlu kau ketahui nur. Seberanya kamu tak usah memikirkan hutang-hutangmu. Niatmu untuk bekerja di kafe malam sudah cukup untuk semua itu. Duit gampang dicari. Yang penting, kamu siap kerja.”
Ninon tanpak terlihat gelisah. Ia bebera kali melirik nur. Tapi nur tak pernah menyadarinya.
Tante vioal menatap tajam nur.”sebenarnya dengan adanya kafe siang tak mempunyai pengaruh yang besar terhadap penghasilan perbulannya. Pelanggan kafe siang sepi. Banyak kafe-kafe sejenis yang menjadi pesaing kita. Tante hanya mengandalkan kafe malam sebagai sumber income. Rencananya, dulu tante mau menjual kafe kita dan kita hanya terfokus di kafe malam. Tapi tante berfikir dua kali. Tante merasa kasihan sama kamu nur. Piker tante, kamu masih belum siap untuk bekerja di kafe malam.”
“dan karena kamu yang meminta, maka tante kira kamu sudah siap dan layak untuk bekerja di kafe malam.”
Nur memicingkan matanya. 
Masih belum siap, 
belum siap, 
siap 
belum siap
dari pertama kali dia meminta hal itu, entah sudah berapa kali kata-kata itu meluncur dari mulut tante viola dan kedua rekannya.  
Kamu yakin siap bekerja di kafe malam
saya rasa kamu belum siap nur. Akan ada saatnya kamu siap dengan konsekuensinya
yang penting kamu focus aja dulu di kafe siang. Kalau sudah waktunya dan kamu juga udah siap, baru bisa bekerja di kafe malam
di kepala nur masih terngiang-ngiang endapan percakapan dengan kedua rekannya dan tante viola beberapa bulan yang lalu. Dan kini mereka meyakini bahwa dia sudah siap untuk bekerja di kafe malam. Setidaknya nur merasa senang tapi juga sekaligus penasaran. Seberat apakah  bekerja di kafe malam? Apakah berlipat-lipat dari kerja di kafe siang?
“Memangnya kerja di kafe malam berat ya ?” Tanya nur penasaran.
Tante segera berbicara karena dilihatnya sekar hamper membuka mulutnya.”tidak juga. Atau tergantung bagaimana kamu menyikapinya. Sebelumnya tante hanya mau bilang, kalau kamu nggak siap, kamu bisa bekerja di kafe siang saja. Tapi tiga bulan lagi kafe itu mau tante jual. Jadi mau tidak mau tetep, kamu harus bekerja di kafe malam. Kalau nggak mau, mungkin kamu bisa kembali pulang ke kampong.”
Nur tercekat kaget.” Saya siap tante.”
Ninon menghela nafas dengan berat. Sekar bergerak-gerak gelisah. Tante viola menatap nur dengan tatapan penuh arti.” Kamu harus bisa melayani para pelanggan kafe malam. Pelanggan kafe malam beda dengan pelanggan kafe siang yang biasa kamu layani. Kamu harus lebih luwes dan berani.”
Nur mencoba mencerna kata-kata tante viola.
“kamu harus melayani para lelaki yang merasa kesepian nur. Makanya tante minta kesiapan kamu.
Tiba-tiba bulu kudu knur meremang. Ia memahami apa yang dimaksud tante viola. Untuk beberapa saat lamanya nur masih tak mampu berbicara. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri.
“jadi….”nur menatap mata tante viola yang menyimpan misteri.
“jadi, kamu siap apa tidak? Kalau siap, mulai malam besok kamu bisa bekerja. Sekar dan ninon juga kewalahan dengan pelanggan yang semakin banyak. Kalau tidak, kamu selesaikan kafe siang selama tiga bulan dan pulang kampong. Karena tante mau jual kafe tersebut. Soal utangmu, kamu tetap harus bayar. Tapi jika kamu bekerja di kafe malam, nanti tante potong lima puluh persen dari penghasilanmu hingga lunas. Dan penghasilan kafe malam lumayan besar. Lima kali lipat dari penghasilanmu bekerja di kafe siang.”terang tante viola dengan nada membujuk.
Nur merasa pening. Kepalanya  terasa penuh. Ia teringat nasib dani, adikya. Ia teringat kalimat-kalimat kegembiraan dan kebahagiaan yang ditulis bibi santi dalam suratnya di setiap awal bulan. Ia ingat surat arti adiknya yang mulai sekolah di madrasah. Ia teringat ketika ia membelikan baju buat adiknya, Ia ingat kebahagiaannya sendiri ketika mengirimkan uang ke kampong. Ia teringat gajinya sebagai tukang rambet di sawah haji qosim. Ia teringat betapa panasnya merunduk diantara benih-benih padi yang baru dia tanam.
Nur tertunduk dan bingung. Tak pernah ia merasa sebingung ini selama hidupnya.
“bagaimana nur?”Tanya tante viola memecah kebingungannya.
Ninon dan sekar hanya terdiam di tempat duduknya.
“kalau kamu nggak mau. Nggak usah.”
Kafe siang dijual tiga bulan lagi
Utang lima belas juta
Kembali jadi tukang rambet
Arti kembali putus sekolah
Kepala nur bahkan semakin penuh dan semakin pening. Akhirnya dengan perlahan nur mengangguk dan menatap pasti.”saya siap tante.”
Tante viola tersenyum dan menatap ninon dan sekar.”kalian punya teman baru sekarang.”

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment