29 Mar 2017

[4] Wild Man

Emily berhasil menghabiskan sarapannya hanya dalam beberapa menit. Dia merasakan lapar yang luar biasa. Sejak kemarin dia tidak memasukan satu suap makanan pun ke dalam lambungnya. Dia tidak akan makan terlebih dahulu sebelum April pulang, dan kemarin dia menunggu April pulang dengan menyiapkan satu porsi Pizza Itali yang siang sebelumnya dia beli. Kemudian telpon dari polisi membuat dia melupakan rasa laparnya. Bagaimana bisa memikirkan lapar sementara April telah menjadi sosok yang tak lagi bernyawa.
Tapi pagi ini Emily benar-benar harus makan dan memang dia tidak akan kuat bertahan tanpa makanan. Apalagi sebentar lagi dia harus menemui Sersan Liam di ruang Forensik.

“Jika telah selesai nona bisa langsung menemui Sersan Liam di lantai dua.”seru perawat berwajah khas latin itu. Dari tadi dia memperhatikan Emily dengan mata yang menyiratkan rasa iba.

Emily hanya mengangguk. Kemudian berdiri dan baru menyadari bahwa tas yang kemarin ia bawa tidak ada di sisinya.”Apakah kalian menyimpan barang-barangku?”

“Oh yeah, aku hampir lupa.”jawab si perawat sembari membuka berangkas besi berwarna cokelat. Kemudian mengeluarkan tas Emily dari dalamnya.”ponselmu ada di dalam tas juga.”

“Terimakasih.” Ia menyambar tas itu kemudian berlalu dari hadapan suster itu. Emily berlari menuju lantai dua. Dia tidak menemukan lift di ruangan itu. Jadi dia harus menaiki anak tangga. Tak masalah, dia perlu melenturkan tubuhnya.
Di lantai dua tampak beberapa ruangan dengan cat putih. Salah satunya adalah ruang Forensik. Kaca riben menutupi hampir semua jendelanya. Jadi Emily tidak bisa melihat aktifitas di dalam dari luar. Hatinya kembali berdegup dengan kencang. Sebentar lagi ia akan melihat April dengan pandangan yang begitu nyata. Padahal kemarin ia tidak kuat untuk melihatnya. Tapi sekarang Emily bertekad untuk menguatkan diri. Cukuplah hanya kemarin saja ia terkejut dengan keadaan April. Sekarang ia harus menguasai diri dan tetap bersikap normal. Tak ada lagi pingsan yang kedua.

Emily menghentikan langkahnya dan mengetuk pintu kaca dengan hati-hati. Tampak seseorang mendekati pintu dan membukakan daun pintu. Seorang perempuan dengan muka tirus dan rambut berwarna perak menatapnya tajam. Dia mengenakan seragam forensik kepolisian sementara kedua telapak tangannya tertutup lateks.”Emily?”

“Yup.”Emily mencoba tersenyum dan melawan kegugupan yang muncul secara tiba-tiba. Di belakanag perempuan berwajah tirus itu tampak Sersan Liam tersenyum lebar kepadanya.”Silakan masuk nona Emily. Kau perlu tahu laporan dari Nyonya Agatha mengenai jenazah kakakmu.”

Oh jadi perempuan ini bernama Agatha. Agatha tersenyum kepada Emily.”Setidaknya aku bisa memberi sedikit informasi yang penting. Walaupun penelitian forensik tidak bisa membuat kakakmu hidup kembali, tapi setidaknya cepat atau lambat bisa mengungkap pembunuh itu. Kita berharap saja semoga pembunuhnya bisa tertangkap.”

“Dan pembunuhnya juga dibunuh karena dosanya.”timpal Emily.

Agatha tersenyum hambar.”Aku paham kau masih terguncang dengan kematian kakakmu. Aku turut prihatin.”

Agatha beranjak dari hadapan Emily dan menghampiri Sersan Liam. Sersan Liam menatap Emily dengan tatapan yang seakan mengatakan; kau-janji-untuk-tidak-pingsan-lagi.

Emily menghela nafas dan mengangkat kedua bahunya. Ia mendekati sersan Liam, sementara tangan lentik Agatha membuka kain penutup yang menutupi sekujur tubuh April.

Emily meremas ujung blazernya dan mencoba untuk tidak terkejut lagi. Wajah mengenaskan April masih terus melekat dibenaknya. Kain itu terbuka sempurna. Memperlihatkan sosok pucat dengan tubuh yang mengenaskan. Setengah dari kulit kepalanya sobek dengan muka yang rusak semi permanen. Satu bola mata Arpil sudah lenyap dari tempat yang semestinya. Sementara sebanyak tiga sayatan yang cukup dalam melingkar di pipi kanannya. Bibirnya robek dan membengkak menjadi sebesar lobster.persis inilah yang membuat Emily pingsan kemarin malam.

Agatha menghela nafas,”April dianiaya oleh seorang yang aku yakin dia seorang psikopat tulen yang memang gemar menyiksa dan melihat korbannya mati dengan kesakitannya.

Cukup Agatha, kau sama psikopatnya jika mendeskripsikan itu di hadapanku.

“Di sekujur tubuhnya aku menemukan memar-memar yang tidak wajar. Di bagian tengkorak belakang aku menemukan tiga retakan dan darah yang membeku di otak bagian belakang. Pembuluh darahnya pecah. Kemungkinan besar korban dipukul berkali-kali di kepala bagian belakang. Kemudian di pergelangan tangan dan pahanya aku menemukan bekas sundutan puntung rokok.”

Agatha menyingkap lengan april dan pahanya yang telanjang. Pucat dan berwarna biru. Bahkan Arpril melihat jemari tangannya yang mulai mengeras. Tapi tunggu, “tiga jarinya putus?!” tampaknya Emily harus mengakui ia tidak bisa bertahan. Ia kembali menitikkan air mata.

Agatha kembali mengela nafas dan menatap Emily dan Sersan Liam bergantian.”Ya, tiga jarinya putus, tapi kami tidak menemukan potongan jarinya di sekitar taman.”

“Dan satu lagi yang perlu kamu ketahui, kemungkinan besar dia dibunuh setelah diperkosa. Aku menemukan bekas cupang di leher sebelah kanan dan dadanya.”



“Cupang?” Emily baru mendengar istilah itu.


“Eh, maksudku ciuman di –aku tahu ini memalukan- ciuman di leher. Aku mengetahuinya dari jejak darah yang menggumpal di pembuluh leher. Ini mungkin abnormal. Yeah aku pernah menemukan kasus yang sejenis di Argentina setahun yang lalu. Seorang remaja tewas setelah dicium kekasihnya.”

Kali ini sudah keluar dari apa yang seharunya dibicarakan. Emily tidak suka gaya dan cara bicara Agatha yang seakan menganggap sepele apa yang seharusnya membuat dia terguncang. Tapi Emily sadar  bahwa itu memang sudah biasa bagi seorang Agatha yang bertugas di bagian Forensik kepolisian.
Sialnya Liam malah menimpali ucapan yang dilemparkan Agatha,”Ini menurutku lucu.”ia tersenyum.”bagaimana mungkin seseorang bisa mati hanya dicium pacarnya?”

Agatha tertawa keras. Sangat tidak etis jika dia tertawa di depan mayat yang mengenaskan korban pembunuhan.

“Liam, itu bisa saja terjadi. Seseorang yang mencium leher pacarnya kemudian menyedotnya bisa membuat darah menggumpal karena pembuluh darah melebar. Setelah itu, orang tersebut akan mengalami kejang-kejang karena pembuluh di lehernya yang membeku.”

“Seperti vampire saja.”

“Jadi jangan sampai kau mencium seorang gadis dilehernya dengan isapan yang kuat, atau sebaliknya gadismu melakukan hal itu terhadapmu Liam.”

Liam tersenyum tipis,”Tentu saja aku tidak akan sekonyol itu.”

Emily berdehem dan menatap Agatha dan Liam secara bergantian. Mereka tampak canggung dan tahu maksud Emily. Tidak seharunya mereka berbicara sepanjang itu.

“Oke, maafkan aku,”ujar Agatha. Ia kembali menutupi tubuh April dengan kain. Dan kali ini menyingkap rambut yang menghalangi sebagian wajah April yang rusak.”matanya dicongkel dengan paksa.karena aku masih menemukans serpihan kaca di dalam rongga matanya. Besar kemungkinan orang psikopat itu mencongkelnya dengan pecahan kaca. Kemudian aku menemukan luka gigitan di telinga dan bibir atasnya.”

Emily menghela nafas. Seakan-akan ia kehabisan oksigen. Ruangan itu benar-benar menyesakan dadanya. Bola matanya semakin memanas. Sersan Liam meremas bahu Emily sebagai tanda prihatin. Dia membalikan tubuh Emily sehingga berhadapan dengan tubuhnya,”Dengar Emily, kuharap kau bisa sabar. Aku berjanji akan menemukan siapa pelaku pembunuhan itu dan bisa menghukumnya. “

“Secepatnya.”jawab Emily pendek.

Liam mengangguk tidak yakin. Agatha kemudian menutup ujung kain ke wajah April yang pucat. Kemudian dia mengeluarkan tangannya dari lateks dan menyimpannya kembali di brangkas.” Siang ini jenazah April akan diteliti kembali. Kemudian setelah itu, ambulan akan membawanya pulang dan memakamkannya. Untuk pemakaman akan diurus oleh kepolisian. Kau hanya perlu menandatangani beberapa berkas.”

Emily mengangguk lemah. Dia sudah lelah walau hanya mendengar ocehan Agatha barusan.

“Perlu kuantar pulang atau seseorang akan menjemputmu ke sini?”tanya Sersan Liam menawarkan bantuan. Emily tiba-tiba teringat dengan Lotusnya. “Aku bisa pulang dengan mengendarai mobilku sendiri.”

“Kau yakin? Aku lihat kau masih terlihat lelah. Bagaimana jika aku antar kau dengan mobilku. Sementara lotusmu nanti ada yang mengantar sampai rumahmu.”

Emily berpikir bahwa ia memang tidak siap untuk mengemudi mobilnya untuk saat ini. Akhirnya ia menganggukan kepalanya.

Emily merogoh tasnya. Mengambil ponselnya dan dia mencoba menghidupkannya tapi gagal. Baterai ponselnya habis. Ia lupa tidak menchargernya kemarin sore. Liam yang tahu apa yang terjadi hanya tersenyum kecil. Ia meraih jaketnya yang dia gantungkan di kapstok ruangan. Kemudian mengenakannya dengan asal.”Oke,Agatha terimakasih atas bantuan anda. Dan maaf, samalam aku membangunkan tidurmu.”

“Sudah kewajibanku.”timpal Agatha dengan senyum lebar.

Liam melangkah keluar diiringi Emily dengan lanhkah gontai. Mereka turun tampa berbicara sepatah katapun.

*****





Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment