Malam sudah semakin larut ketika Sekar tiba di kafenya.
Seorang eksekutif muda mengantarkannya hingga depan kafe setelah menemaninya
dari awal malam. Pemuda eksekutif muda itu tersenyum puas dan melambaikan
tangannya ke arah sekar. Sekar menyeringai lebar dan membalas lambaian tangan
itu. Kemudian ia baru menyadari bahwa kafe sudah tutup lebih awal.
“Brengsek! Si ninon sama si nur pulang lebih awal.”makinya
sembari melihat arloji stenlessnya”harusnya mereka pulang jam dua. Ini baru jam
satu.huh! pemalas semua!”gerutunya lagi.
Sekar duduk di kursi panjang depan bar. Tangannya yang
ramping segaera mengaduk-aduk tas kulitnya. Kemudian mengelurakan amplop putih
tebal, membuka dan mengintip isinya. Senyumnya kembali terbit ketika melihat
segepok uang memadati amplop tersebut.
“malam sayang…”sapa seseorang dari arah samping.
Ninon terperanjat dan buru-buru memasukan amplop putih
tersebut ke dalam tas kulit. Matanya menangkap seoarang lelaki tinggi besar
dengan jambang yang lebat.”eh, om abay rupanya. Kemana aja.”
“nggak kemana-kemana. Kamunya aja yang selalu sibuk.” Lelaki
yang dipanggil abay itu duduk di samping sekar dan menatapnya lekat-lekat.”bisa
nggak kamu nemenin om mala mini.”
“tapi saya harus pulang sekarang om.”sekar mengutarakan alasan.
Padahal dia merasa tak perlu menemani lelaki tersebut. Bagaimana pun juga,
penghasilannya malam ini sudah lebih dari cukup. Sekar beruntung karena bisa
bertemu dengan eksekutif muda yang membayarnya dengan harga tinggi. Lagi pula,
tipe lelaki seperti om abay tak akan bisa membayarnya dengan harga tinggi.
”Tenang sekar.”ujar om abay dan merogoh saku celana jeans
belelnya. Ia mengeluarkan amplop coklat berukuran sedang.”hari ini aku berhasil
merampok rumah di bilangan gandaria. Lumayan sih, rumah seorang hakim.”
“gila! Gimana caranya sampe bisa ngebobol rumah hakim?”seru
sekar dengan mata yang berbinar. Rasa penasaran tiba-tiba terbit di hatinya.
Sekar membayangkan belasan gepok uang yang menyesaki amplop cokelat di tangan
om abay.
“malam ini aku mau bagi-bagi rezeki. Asalkan kamu mau
nemenin aku sampe pagi.”pintanya dengan senyum licik.
Sekar tersenyum lebar.”siapa takut. Oke, kita bikin kesepakatan. Om mau ngasih
saya berapa? Saya tak ingin di bawah satu juta.”
Om abay tertawa terkekeh-kekeh. Ia mengipas-ngipas amplop
cokelat itu ke wajah sekar dan membukanya. Kemudian memperlihatkan isinya.”bisa
kau lihat sendiri sekar. Betapa kayanya aku malam ini. Aku akan memberimu
bagian satu juta setengah. Gimana?”
Sekar kembali tersenyum dan menganggukan kepalanya
kuat-kuat. Om abay kembali tertawa senang. Ia bangkit dari tempat
duduknya.”ayo. aku akan menunjukan tempat bermalam kita.”
Sekar membuntutinya dan mereka masuk ke dalam mobil sedan
berwarna merah metalik. Om abay mulai menghidupkan mesin mobil dan meluncur
meninggalkan bar.
****
Mobil sedan metalik itu berhenti di depan sebuah bangunan
tua. Tanpak seperti rumah peninggalan jaman belanda. Terlihat dari interior
luar dan ukiran-ukiran serta pilar yang mendominasi beranda. Selain itu,
bangunan itu tampak kusam dan tak terawat. Tak ada lampu yang menerangi
bangunan itu. Sementara kiri-kanannya penuh dengan pohon pisang yang tumbuh
rapat dengan semak belukar.
Sekar merapatkan tubuhnya ke arah om abay.”kita mau main di
sini om?”Tanya sekar was-was.
Om abay mengangguk. Tangannya mencekal sekar dan membawanya
ke dalam ruangan yang remang-remang. Ia tak menatap sekar yang merinding
ketakutan.
“om! Lebih baik kita kembali dan mencari tempat lain
saja.”pinta sekar dengan perasaan was-was.
Om abay tersenyum lebar dan menatap tajam sekar. “tenang
sayang.”ujarnya sembari membalikan badannya. Tangannya ia ulurkan ke saklar
yang menggantung rendah di atas kepalanya. Sebuah lampu bohlam lima watt
menyala layaknya sebuah paku terbakar. Nyaris temaram.
Sekar masih berdiri di tempatnya ketika om abay bersiul
keras. Sekonyong-konyong datang segerombol lelaki dari arah depan ruangan.
Mereka datang secara bersamaan dan meraka menatap sekar dengan tatapan yang
sama. Senyuman yang sama.
Sekar terlongok dan merasa sangat kaget dengan apa yang dilihatnya.
Ia hampir membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu ketika om abay membekap
mulutnya dengan sapu tangan. Om abay menatap semua pria yang berjumlah seblas
orang.”kali ini, aku menepati janjiku terhadap kalian. Mulai saat ini, kalian
tak perlu menagih lagi utang-tang kalian. Ingat perjanjian kita!”
Sekar terbelalak kaget. Ia merasa ketakutan sekaligus marah.
Ia tertipu. Sekar berpikir bahwa ia harus keluar dari bangunan itu. Ia melihat
kesempatan untuk belepaskan dirinya ketika om abay lengah. Sekar menginjakan
sepatu high heelsnya tepat di atas
jemari kaki om abay. Om abay berteriak kesakitan. Tanpa menunggu lama lagi,
sekar melepaskan tangannya dan menyeruduk perut lelaki itu dengan lututnya.
Tapi malang bagi sekar. Sebelas pemuda itu tak tinggal diam dengan apa yang
mereka lihat. Sekar mengetahui gelagat itu. Ia melemparkan sepatunya dan
berlari menuju pintu yang terbuka lebar. Tapi baru beberapa langkah ia berlari,
ia terjatuh di anak tangga depan rumah itu. Dua lelaki yang mengejarnya segera
membawanya ke dalam ruangan. Sekar menjerit sekeras-kerasnya. Tapi seorang
lelaki diantara mereka menyumpal mulutnya. Dan setelah itu sekar hanya bisa
menangis. Tubuhnya menjadi sasaran kebiadaban sebelas lelaki tersebut.
Sementara om abas tersenyum dan merokok dengan santai. Menonton sekar yang
menggigil ketakutan di sudut ruangan.
Sekar terbelalak kaget ketika seseorang dari mereka
mengeluarkan pisau dari saku celananya.
“apa yang akan kau lakukan?”tanya sekar dengan suara serak.
Nyaris tak teardengar. Rambutnya acak-cakan dan kotor oleh debu lantai.
Sementara tak satu helai pakaian pun yang menutupi tubuhnya yang putih dan
langsing.
Lelaki yang terakhir menjamahnya tersenyum lebar.”aku akan
membunuhmu.”jawabnya dingin dan tajam. Setajam tikaman dingin malam.
Sekar terbelalak dan berurai air mata.”jangan! jangan bunuh
aku. Kasihani aku…”
“jika aku membiarkanmu hidup, sama saja aku mengumpankan
diriku ke polisi sayang. Dan aku tahu, kamu akan mengatakan segalanya.”
“aku janji. Aku tak akan mengadukan kalian ke polisi. Tapi,
biarkan aku pulang.”mohon sekar dengan tangan yang gemetar. Ia tak bisa
membayangkan jika mata pisau itu harus singgah di urat lehernya. Ia belum siap
mati. Bagaimana pun juga, ia masih ingin hidup normal seperti kebanyakan wanita
pada umumnya. Tiba-tiba sekar merasakan kematian begitu dekat.
Lelaki yang memegang pisau tak menghiraukan kata-katanya. Ia
mengelus-elus leher sekar dengan ujung pisau.”kamu lumayan cantik sayang. Tapi
aku mohon maaf jika harus membuatmu sedih seperi ini.”
“jangan bunuh aku. Ambil semua uangku di tas ini dan aku tak
akan membuka mulut. Aku janji.”mohon sekar
untuk yang kedua kalinya. Tanggannya melemparkan tas yang sedari tadi ia
pegang ke tengah-tengah mereka. Seorang dari merka mengambil tas kulit sekar
dan memeriksa isinya. Sejurus kemudian, mereka tertawa terbahak-bahak. Tapi
leleki yang menodongkan pisau di leher sekar tak beranjak dan tetap membuat
sekar semakin ketakutan. Ia gemetaran dan air mata semain deras mengalir di
kedua belah pipinya. Keringat dingin menyembul di sekujur tubuhnya. Kakinya
bergetar hebat ketika ia merasakan pisau yang dingin menyentuh kulitnya.
Sementara sepuluh lelaki yang lain diam di tempat mereka
masing-masiang ketika salah saeoarang diantara mereka mempermainkan ujung mata
pisau di leher dan dada sekar. Seakan sengaja meneror setiap inci dari tubuh
mungil sekar yang gemetar hebat. Mereka ingin menciptakan ketakutan di hatinya.
Sekar kembali mengiba dan meminta untuk dikasihani ketika
untuk ke sekian kalinya pisau itu bergulir dari dada ke lehernya yang jenjang.
Ia merasa perih ketika sedikit goresan tertinggal di dadanya. Sekali lagi sekar
melirik om abay dan merintih memohon belas kasih saat dengan tiba-tiba pisau
itu menorehkan rasa sakit di lehernya.”tuhan, ampuni aku.”lirihnya pasrah.
*****
Tant viola menyuruh ninon untuk membangunkan sekar ketika
dilihatnya jam menunjukan pukul delapan pagi. Sementara mereka sudah berkumpul
di ruang depan untuk belanja mingguan. Ninon segera menaiki tangga menuju kamar
sekar yang terletak di lantai dua. Ketika ia tak mendapati sekar di kamarnya,
ia segera kembali dan memberitahukan hal itu kepada tante viola.
“kemana sih tuh anak. Tidak biasanya ia tak pulang hingga
pagi.”keluh tante viola.
“mungkin ia menginap di rumah pelanggannya.”ujar nur berasumsi.
Tante viola menatap nur sangsi.”bisa jadi, tapi dia kan
selalu menghubungi tante dulu. Tapi kali ini tidak sama sekali.”
ninon menghela nafas. Ia merasa tak senang ketika tante viola menanyakan sekar. Ia merasakan bahwa tante viola lebih menyayangi sekar karena ia menghasilkan banyak uang. Sekar adalah anak emas bagi tante viola. Tak akan ada yang menyamai sekar dalam hal menghasilkan uang temasuk ninon. Dan ninon yakin, setengah dari penghasilan tante viola adalah dari hasil keringat sekar.
ninon menghela nafas. Ia merasa tak senang ketika tante viola menanyakan sekar. Ia merasakan bahwa tante viola lebih menyayangi sekar karena ia menghasilkan banyak uang. Sekar adalah anak emas bagi tante viola. Tak akan ada yang menyamai sekar dalam hal menghasilkan uang temasuk ninon. Dan ninon yakin, setengah dari penghasilan tante viola adalah dari hasil keringat sekar.
Tante viola msaih tampak gelisah.”tante takut terjadi
apa-apa sama dia.”
Ninon mendengus pelan.”mungkin dia lupa menghubungi tante.
Santai aja tante. Nanti siang dia juga datang sendiri.”
Tante viola mengangguk pelan. Ia segera mengambil tas
kulitnya dan beranjak dari ruang depan. Diikuti oleh nur dan ninon.
Siang hari nur menonton televisi. Hari ini ia libur di kafe
siang karena belanja sampai siang. Begitu juga dengan ninon. Mereka menikmati
hari santai mereka. Meski benak mereka diliputi tanda Tanya karena sekar belum
juga pulang. Sejak pagi tadi, tante viola selalu menggerutu dan mengeluh
perihal ketidak jelasan sekar. Seatelah belanja tadi, tante viola segera
meluncur ke kafe malam untuk memastikan sekar ada di sana. Tapi nihil.
Tak berapa lama, nur dan ninon menonton acara berita
criminal di televise. Mereka terhenyak tak percaya ketika melihat sebuah gambar
dan suara pembawa berita. Disana terpampang wajah sekar.
Dini hari tadi
ditemukan sesosok jasad perempuan di gedung bekas pabrik sepatu. Pakaiannya compang-camping dan ada
beberapa sayatan di leher dan tangannya. Diduga, perempuan itu dibunuh dan
diperkosa. Sementara itu, para petugas tak mengetahuai dari mana perempuan itu
berasal. Petugas kepolisian hanya menemukan foto wanita tersebut dari saku celananya.
Untuk sementara, perempuan malang itu dilarikan ke rumah sakit untuk keperlaun
otopsi.
Ninon terbelalak,”i-itu kan sekar nur!”
Nur mengangguk cepat. Tak terasa kedua bola matanya mulai
memanas dan sesenggukan di pelukan sahabatanya.”apa yang terjadi?”
Ninon juga menangis dalam diam, sebenci apa pun dia terhadap
sekar tak akan membutakan mata hatianya. Ia tak bias menahan air matanya. Ia
merasa kehilangan dan berharap semoga reporter berita salah memberitakan dan
sekar masih hidup. Bagaimana pun juga sekar adalah rekan mereka.
Malam itu nur dan ninon berkumpul di ruang tamu. Tante viola
duduk di tengah-tengah mereka. Kali init ante viola berbeda. Ia menjadi pendiam
dan kadang menggerutu tak jelas. Rencananya, tante viola akan mengambil jasad
sekar dari rumah sakit untuk dipulangkan ke kampungnya. Tante viola
mewanti-wanti untuk tidak banyak bicara mengenai kasus ini. Nur dan ninon hanya
mengangguk dan merasa was-was. Mereka tak melihat gurat kesedihan di wajan
tante viola. Tante viola hanya menggerutu dengan menampakan wajah penuh
gelisah.
“pokoknya kalian jangan banyak cakap. Tante akan langsung
membawa sekar ke rumah keluarganya.”
“kami ikut tante. Kami ingin mengantar jenazah sekar.
Bagaimana pun juga kami temannya. Setidaknya kami harus menghadiri pemakamannya
di kampong.”seru ninon protes.
Tante viola menatap tajam. Ia memandang tak senang.”jangan!
tante sendiri juga sudah cukup. Kalian hanya akan merepotkan.”ujarnya.
“tak masuk akal.”lirih ninon dan mengerling ke arah nur.
Tante viola tahu apa yang barusan ninon katakana. Ia menjambak rambut ninon dan
menghempaskannya ke sofa.”kamu jangan kurang ajar sama tante.”
Ninon terkejut mendapat perlakuan sedemikian rupa. Padahal
biasanya tante viola selalu bersikap baik.”tante kok gitu sih. Ada apa? Kalau
memang tak senang sama ninon bilang saja!”seru ninon lantang.
“kamu berani melawan ya! Sudah tahu aku pusing gara-gara
kematian sekar, kau malah bikin ulah!”bentak tante viola. “dan kamu juga nur,
jangan coba-coba bertingkah!”
Nur yang sedari tadi terdiam hanya terhenyak dan
menganggukan kepala dengan takut. Ia merasa aneh dengan sikap tante viola.
Sejak semalam ia sering uring-uringan tak jelas dan menggerutu. Mungkin ia
pusing dengan kasus kematian sekar. Tapi tidak seharusnya melampiaskannya
dengan kemarahan bukan?
Ninon kembali menegakan kepalanya. Matanya berkaca-kaca.
Tanpaknya ia mencoba menahan air mata yang hamper behamburan keluar.”tante,
tidak seharusnya tante bersikap begitu.”
“diam ninon!”serunya masih dengan nada marah. Ia mulai
mengemasi tas berukuran sedang. Memasukan beberapa potong pakaian ke
dalamnya.”aku mau pergi ke rumah sakit. Setelah itu berangkat ke kampong sekar
dengan membawa jenazahnya.”
Nur dan ninon mengangguk lemah. Sejatinya mereka ingin ikut
mengantar jenazah temannya. Tapi apa daya jika tante viola melarang.
“ingat! Kalian harus tetap bekerja seperti biasa. Jangan
sekali-kali mengecewakan pelanggan!”serunya lagi dan beranjak pergi.
Ninon mendengus dan melemparkan bantal-bantal sofa secara
serampangan.”aku tak akan berangkat ke
kafe mala mini. Biar saja, tak ada gunanya menuruti omongan pelacur tua Bangka
itu!”
“sabar ninon…”lirih nur sembari mengusap punggung temannya.
“kau tahu nur? Sebenarnya tampa kita sadari, tante viola
telah memanfaatkan kita dan menjadikan kita sapi perahnya.”
“maksudmu?”Tanya nur.
“tante memanfaatkan kita sebagai mesin uang bagi dia. Dia
mengeksploitasi kita. Bayangkan, keuntungan yang ia dapatkan berkali-kali lipat
banyaknya dari gaji kita. Mungkin selama ini kita menganggap gaji yang kita
terima banyak dan lebih dari cukup. Tapi penghasilan tante lebih banyak dari
yang kamu duga. Kita menggadaikan kehormatan kita kepada para hidung belang
hanya untuk memuaskan keserakahan tante viola!”
Nur menggelengkan kepalanya.”kamu jangan sembarangan ngomong
ninon!”
“aku tidak berbohong nur. Bahkan aku lebih tahu bagaimana dan siapa tante viola dari pada kamu sendiri. Kamu masih baru disini. Bahkan tante viola pernah menyiksaku gara-gara aku tak mau melayani pelanggan kafe. Itu terjadi pada awal-awal masa aku bekerja disini. Kamu beruntung tidak dipaksanya langung bekerja di kafe malam.
“aku tidak berbohong nur. Bahkan aku lebih tahu bagaimana dan siapa tante viola dari pada kamu sendiri. Kamu masih baru disini. Bahkan tante viola pernah menyiksaku gara-gara aku tak mau melayani pelanggan kafe. Itu terjadi pada awal-awal masa aku bekerja disini. Kamu beruntung tidak dipaksanya langung bekerja di kafe malam.
Maka mengalirlah cerita dari mulut ninon. Ia yang rela
meninggalkan kampong dan diajak tante viola ke Jakarta. Itu tak jauh beda
dengan apa yang dialami nur. Tapi bedanya, ninon dan sekar dipaksa langsung
untuk melacurkan diri mereka di kafe. Saat itu tentu sekar dan ninon masih
berupa gadis yang lugu dan ndeso. Setiap malam, tante viola selalu
mengintimidasi mereka dengan tamparan dan cubitan. Kadangkala, tante viola tak
member makan seharian jika mereka tak mendapatkan satu pelanggan pun. Berbeda
halnya ketika mereka mendapat pelanggan atau setidaknya mendapatkan uang banyak
dari kerja haram mereka. Tante viola bersikap manis dan memanjakan mereka.
Setelah itu, ninon dan sekar tahu, apa yang membuat tante vioal merasa senang
terhadap mereka berdua.
“kau masih beruntung karena dia tidak bersikap kasar
kepadamu. Mungkin karena kamu anak adik iparnya ya.”
“bias jadi.”
‘tapi asal kamu tahu nur. Tante viola itu orangnya susah
diprediksi. Tadi saja ia mulai berani mengancammu. Padahal kau tak melakukan
kesalahan seperti halnya diriku yang berani membantahnya. Kamu harus
hati-hati.”
Nur terdiam. Hatinya tiba-tiba menjadi gundah gulana. Ia
membenarkan apa yang diaktakan ninon barusan.
“aku punya rencana bagus nur.”ujar ninon dengan mengedipkan
sebelah matanya.
“apa?’tanya nur penasaran.
“kita harus keluar dari sini. Tak seharusnya kita
mengabdikan diri kita pada kemauan tante viola. Dari dulu aku berharap untuk
bias lari dan tak lagi bekerja di kafe. Tapi semenjak kedatangan fernandes aku
kembali tenang dan bias menjalani hari-hariku tanpa rasa was-was. Tapi aku
tahu, kamu merasakan bagaimana tersiksanya bekerja sesuatu yang tidak seharusya
kamu kerjakan bukan?”
Nur mengangguk.”ya, aku nggak betah. Tapi aku kan masih
punya utang sama tante viola.”
“alaah…percuma kamu bayar utang. Toh tetap saja kamu diperas
sama tante viola. Upahmu tak sebanding dengan keuntungan yang didapat tante. Ia
sengaja melakukan itu dan membuatnya semakin kaya dengan dalih menolongmu.”
Nur kembali terdiam. Hatinya mulai goyah. Ia membenarkan apa
yang dikatakan ninon barusan.
“jadi, kita mau kabur dari rumah ini?”
“iya dong. Mau kapan lagi nur. Mumpung tante viola nggak
ada. Setelah dari sini, kita ke rumah fernandes. Kamu bisa menginap barang satu
malam. Setelah itu bisa pulang ke kampong.”
Nur menghela nafas.”aku tak mau pulang kampong. Aku takut
tante viola menyusulku ke sana.”
“itu tidak mungkin nur. Tidak seharusnya kamu takut sama
dia. Justru tante viola akan malu jika harus kembali ke kampong.”
“tapi aku masih ingin bekerja. Aku tak ingin mengecewakan
adik-adikku. Mereka masih sekolah ninon.”
“ah, sekarang tak usah memikirkan hal-hal lain selain pergi
dari rumah terkutuk ini. Ayo, kemasi barang-barangmu!”seru ninon dan beranjak
menuju kamarnya. Begitu juga dengan nur, meski ia sedikit ragu, tak ayal ia
melangkah dan mengepak semua pakaian ke dalam tas mendongnya.
Malam itu juga mereka keluar dari rumah dengan terlebih
dahulu membuat pak satpam teler. Dua puluh menit yang lalu ninon telah
mencampurkan obat tidur ke dalam secangkir kopi yang ia bikin untuk pak satpam.
Tentu saja pak satpam merasa senang dengan kebaikan ninon yang tak terduga.
Setelah yakin satpam sudah tidak berdaya, mereka segera pergi dengan menyetop
taksi yang ngetem di depan perempatan yang dekat dari sana.
*****
Malam itu mereka menginap di rumah fernandes. Beruntung
fernandes sangat baik. Ia juga berjanji untuk tidak membocorkan hal itu dan
akan melindungi mereka.
Malam itu juga nur menghubungi yadi. Ia tak tahu apa yang
harus ia lakukan setelah itu. Tak mungkin ia menginap lebih dari satu malam di
rumah fernandes. Rencananya ninon akan pulang ke kampungnya besok pagi. Awalnya
ia mengajak nur untuk ikut serta. Tapi nur masih ragu untuk menerima tawaran
itu. Oleh karena itu, nur menghubungi yadi dan berharap lelaki itu bisa
menolongnya. Masih ingat beberapa minggu yang lalu yadi memberinya nomor kontak
dan bejanji akan menolongnya untuk mencari peekrjaan yang layak untuk dirinya.
No comments:
Post a Comment