Jawaban Cerdas Ustadz Abu Bakar Ba'asyir di Pengadilan
Ada sebuah kisah menarik yang dibawakan oleh Ustadz Irfan s
Awwas terkait persidangan Ustadz Abu Bakar Ba’syir sebagaimana yang dikutip
ustadz Salim A Fillah dalam bukunya ‘Gue Never Die.’
Saat itu, dihadirkan Profesor Loebby Lukman sebagai saksi
atas dakwaan makar terhadap beliau.
Selesai saksi memberikan kesaksian, majelis
hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan pertanyaan. Maka
dengan ekspresi tenang, tanpa konsultasi dahulu kepada penasihat hukumnya,
Ustadz Abu bicara, “Professor Loeeby, berdasarkan UUD 45 pasal 29 ayat 2,
bukankah negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agama untuk
menjalankan ibadah sesuai agamanya?”
“Ya, benar.” Jawab professor Loebby.
“Apakah dalam UUD 45 ataupun penjelasannya terdapat definisi
kata ‘ibadah.’?”
“Ehm, setahu saya tidak ada.”
“Kalau begitu, bukankah seharusnya makna ibadah dikembalikan
kepada darimana dia diambil?”
“Ya…”
“Nah, sesungguhnya kata ibadah berasal dari bahasa Arab, dan
tentu breasal dari apa yang diperintahkan Allah di dalam Alquran. Maka,
definisinya harus dikembalikan kepada Alquran. Menurut Alquran, ibadah adalah
segala aktifitas yang ditujukan untuk mencari keridhoan Allah dan dilaksanakan
sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh Rasulullah. Dan, ibadah yang tertinggi
menurut islam adalah menegakan syariat Allah di muka bumi. Dengan demikian,
apakah yang saya lakukan selama ini (mengupayakan tegaknya syariat islam di
indonesia) bertentangan dengan UUD yang menjamin kemerdekaan penduduk untuk
menjalankan ibadah?”
“Kalau logikanya begitu…tidak…”
“Baik. Pertanyaan terakhir. Jika negara melanggar UUD 45 –dengan
merampas kemerdekaan beribadah-apakah negara bisa dituntut?”
=
Ibadah Dengan Dasar Takut, Harap dan Cinta
Barang siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa
cinta maka dia seorang zindiq (orang yang sesat dalam agama dan menyimpang dari
jalan kebenaran).
Barang siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa
takut maka dia adalah seorang haruri
Barang siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan penuh
harap maka dia adalah seorang murji’.” (Mujmal Ushul Ahlissunah karya Dr.
Nashir Al ‘Aql).
=
Penyesalan Umar Ketika Tertinggal Shalat Berjamaah
Suatu hari, Umar pergi ke kebun kurma. Setelah merasa cukup mengurusi kebunnya, Umar pulang ke rumahnya.
Saat dalam perjalanan pulang, Umar melihat sejumlah orang telah selesai sholat jemaah ashar. Seketika itu Umar berucap, " Innalillahi wa inna ilaihi roji'un, aku ketinggalan sholat jemaah."
Umar melanjutkan ucapannya di depan orang-orang. Dia pun menyatakan menyedekahkan kebunnya.
" Saksikanlah, mulai sekarang aku sedekahkan kebunku untuk orang-orang miskin," kata Umar.
Umar meniatkan sedekah itu sebagai bentuk pembayaran kafarat atau semacam denda karena tertinggal sholat jemaah.
Sikap tersebut mencerminkan betapa zuhudnya Umar. Dia tidak mau urusan harta sampai melalaikannya dari beribadah kepada Allah SWT.
=
Lembut Dalam Memberikan Nasihat
=
Penyesalan Umar Ketika Tertinggal Shalat Berjamaah
Suatu hari, Umar pergi ke kebun kurma. Setelah merasa cukup mengurusi kebunnya, Umar pulang ke rumahnya.
Saat dalam perjalanan pulang, Umar melihat sejumlah orang telah selesai sholat jemaah ashar. Seketika itu Umar berucap, " Innalillahi wa inna ilaihi roji'un, aku ketinggalan sholat jemaah."
Umar melanjutkan ucapannya di depan orang-orang. Dia pun menyatakan menyedekahkan kebunnya.
" Saksikanlah, mulai sekarang aku sedekahkan kebunku untuk orang-orang miskin," kata Umar.
Umar meniatkan sedekah itu sebagai bentuk pembayaran kafarat atau semacam denda karena tertinggal sholat jemaah.
Sikap tersebut mencerminkan betapa zuhudnya Umar. Dia tidak mau urusan harta sampai melalaikannya dari beribadah kepada Allah SWT.
=
Lembut Dalam Memberikan Nasihat
Ada anekdot dari salah seorang khalifah daulah abbasiyah.
Suatu hari saat bertemu dengan public di sebuah masjid, sang khalifah dikritik
habis-habisan oleh seorang ulama. Kritikannya membabi buta. Dengan senyuman
sang khalifah berkata, “Coba katakana kepadaku, syaikh, mana yang lebih buruk
antara aku dan Firaun?”
“Tentu saja Firaun lebih buruk.”
“Dan mana yang lebih baik diantara engkau dan Nabi Musa.”
“Apa? Astaghfirullah. Tentu saja Nabi Musa alaihi salam lebih
baik.”
“Jika engkau tidak lebih baik darinya, mengapa kau
perlakukan aku begitu buruk padahal aku tidak lebih buruk dari Firaun. Bukankah
Musa saja diperintahkan lemah lembut terhadap Firaun?”
No comments:
Post a Comment