12 Jun 2019

Ketika Ibadah Terasa Hambar


Pernahkah kita merasakan hati yang kering dan hambar ketika beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala? Ketika berdzikir hati kita tidak pernah khusyu. Pikiran kita melayang-layang entah kemana. Ketika membaca al-quran hati kita tak pernah hadir dan bergetar dengan firman-Nya. Ketika shalat kita tidak bisa merasakan kedamaian. Antara shalat dan tidak shalat kita merasakan kondisi hati yang sama. Hambar. Tidak ada lagi perasaan tentram dengan ibadah yang dilakukan. Seakan-akan ibadah yang dilakukan hanyalah kegiatan yang menjadi rutinitas tanpa makna. Kita telah kehilangan rasa dalam setiap amal kebaikan yang dilakukan.
Lalu di saat seperti inilah setan akan datang dan berbisik dengan penuh hasrat, “Ibadahmu kualitasnya rendah. Pasti Allah subhanahu wata'ala tidak akan menerima amal ibadahmu yang banyak cacatnya.”
Tapi kita masih tetap beribadah sebagai bentuk  tanggung jawab kita sebagai hamba Allah subhanahu wata'ala.
Tapi setan tidak pernah putus asa sehingga dia datang kembali dengan bisikan rayu yang baru, “Kamu sudah tidak lagi dipedulikan oleh Allah subhanahu wata'ala. Amal ibadahmu tidak mengubah apa pun dalam kehidupanmu. Jika kau menginginkan kembali hatimu yang dekat dengan Allah, maka kamu harus menjauh dulu dari-Nya, kemudian mendekat kembali dengan dosa dan kemaksiatan yang kamu lakukan. Maka kamu akan merasakan nikmatnya taubat.”
Kita menganggapnya hal itu masuk akal. Kita telah kehilangan nilai spiritual dan berharap mendapatkan kembali manisnya kedekatan kepada Allah subhanahu wata'ala dengan rintihan taubat. Dia tidak sadar bahwa tanpa bermaksiat yang disengaja pun dia harus bertaubat karena hatinya yang lalai dan karena masih banyak dosa yang tanpa sadar dia telah lakukan.
Tapi setan telah menang. Dia pun mulai mencicipi dosa. Hingga seiring berjalanannya waktu dosa itu telah terbiasa dia lakukan. Bahkan dia lupa bagaimana dia harus bertaubat kepada Allah. Dia jauh dari Allah subhanahu wata'ala dan telah kehilangan nilai iman di hatinya secara total.
Jangan pernah putus asa dan kecewa ketika kita merasakan kehambaran ketika bermunajat kepadanya. Mungkin kita mengeluh karena kita tidak merasakan rasa tentram ketika beribadah, tapi yakinlah bahwa justru kekecewaan ini bukti bahwa kita masih memiliki iman. Melupakan Allah subhanahu wata'ala lebih buruk daripada kelalaian hati kita ketika berdzikir kepada-Nya. Disini bukan berarti saya meremehkan sikap lalai ketika berdzikir atau shalat. Bukan. Tapi disini saya hanya ingin memperingatkan jangan pernah melupakan Allah subhanahu wata'ala hanya karena alasan beribadah pun kita tidak pernah sempurna.
Mungkin kita membutuhkan tahapan dalam beribadah. Tidak mengapa hatimu sering lalai, tapi azamkan di hati kita untuk selalu khusyu’ sebisa yang kita mampu. Maka yakinlah bahwa Allah subhanahu wata'ala akan melekatkan hati kita kepada-Nya.
Hal ini tidak sulit bagi Allah subhanahu wata'ala. Karena hanya Dia yang menguasai hati hamba-hamba-Nya. Jika Allah subhanahu wata'ala berkehendak, tentu dia akan menjadikan kita sebagai hamba yang selalu mengingat-Nya. Oleh karena itu hendaknya kita selalu berdoa, ‘Ya muqollibal quluub, tsabit qolbi ala diinika. Wahai yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hatiku di dalam agamamu.’
Ada kalanya hati kita mengalami kejenuhan dan berteriak kepada kita untuk menghentikan amal ibadah yang dirasa membosankan dan monoton. Pada titik ini, janganlah kita menyerah dengan semua rasa bosan yang mendera. Tetaplah berdzikir kepada Allah subhanahu wata'ala sebagaimana biasanya. Tetaplah membaca al-quran sebagaimana mestinya meski hati kita tidak hadir bersama kita. Tetaplah seperti itu hingga Allah subhanahu wata'ala membuka hati kita.
Karena ketika kita tetap menyebut-Nya dan membaca firman-nya, maka Allah subhanahu wata'ala akan memindahkan hati kita dari kondisi lupa menjadi sadar. Dan jika kita terus menyebut-Nya dalam dzikir, maka Dia akan melindungi hati kita dari bisik rayu setan. Hati pun akan melunak secara perlahan dan mulai mencintai-Nya secara total.
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (Quran surat al-Baqoroh ayat 152)
Tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan tiga hal ini; islam, iman dan ihsan. Hendaknya ini menjadi tiga hal yang akan menjadi barometer kedekatan kita kepada Allah subhanahu wata'ala. Ketiga hal ini bisa menjadi langkah untuk mendekat kepada Allah secara perlahan. Step by step.
Islaam adalah tindakan dari tubuh dan anggota badan. Gerakan shalat kita, lidah yang digerakan untuk dzikir dan membaca al-quran adalah bukti dari islam kita. Iman adalah hati dan perasaan. Barangkali kita merasakan kehambaran dalam beribadah karena iman kita belum tumbuh secara purna. Iman kita masih lemah dan hanya setitik kerlip yang bersemayam di hati. Sementara ihsan adalah tingkat cinta yang paling tinggi. Bahwa dia menyembah Allah seolah-olah dia melihat Allah subhanahu wata'ala. Dan jika dia tidak melihat Allah, maka dia sadar bahwa Allah subhanahu wata'ala melihat-Nya.
Ketiga hal ini adalah tiga tingkatan dalam segala hal. tidak hanya untuk ketika kita mengingat Allah subhanahu wata'ala. Ketika kita memberikan sedekah maka tiga tingkatan ini bisa menjadi barometer. Ketika kita hanya melihat dan berempati terhadap orang miskin, maka itu berarti kita belum berada dalam taraf iman. ketika kita mulai berbagi, disitulah kita telah teruji dengan iman. dan ketika kita yakin bahwa Allah subhanahu wata'ala akan mengganti sedekah kita dengan pahala yang berlipat sehingga kita tidak akan pernah sayang mengeluarkan harta sebanyak apa pun, disinilah kita berada pada tingkatan ihsan.
Jadi perbuatan baik apa pun yang Anda lakukan memiliki potensi untuk melewati tiga langkah kesadaran ini: langkah tubuh, langkah hati, dan kemudian langkah jiwa yang lebih tinggi, maka disini kita akan memperoleh kebahagiaan yang sejati.
Oleh karena itu, jangan pernah putus asa dalam menyembah-Nya. Ketika kita mendapati hati kita tidak lagi hadir dan mendapatkan kedamaian dalam mengingat Allah, sadarilah bahwa lambat laun kita akan merasakannya. Kita hanya perlu mengasah hati kita. Adapun bentuk mengasah hati supaya semakin tajam dan bersinar adalah dengan selalu berdzikir dan beribadah tanpa kenal lelah. Sebaliknya, ketika kita mulai bosan dan memperturutkan perasaan untuk berhenti mengingat-Nya, maka disanalah hati kita akan dipenuhi oleh karat karena kita tak pernah lagi mengasah dan membasuhnya dengan dzikir.
Pepatah sunda bilang, ‘Cikaracak ninggang batu, lila-lila jadi legok. Air setetes demi setetes jatuh di atas batu. Lama kelamaan batu menjadi cekung. Begitu pun dengan dzikir. Mungkin dzikir kita kualitasnnya hanya seperti tetesan-tetesan air tanpa makna. Tapi tetesan-tetesan itu akan melunakan hati kita sehingga lambat tapi pasti hati kita akan terpaut kepada Sang Pencipta.
Jangan pernah putus asa dan berhenti dalam berbuat kebaikan. Karena Allah pasti akan menjadikan hati kita bersinar karena terisi oleh cinta dan iman.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment