12 Jun 2019

Jangan Menunda


Menunda perbuatan baik sampai kamu memiliki waktu luang adalah indikasi dari jiwa yang belum dewasa.
Jangan sekali-kali mengulur-ulur waktu, karena ia merupakan tentara iblis yang paling besar.” Penundaan merupakan bekal orang yang bodoh dan lalai. Itulah sebabnya orang yang saleh berwasiat, “Jauhilah ‘saufa (nanti)’, penundaan juga kemalasan, merupakan penyebab kerugian dan penyesalan.” (Ibnu Jauzi)
Janganlah engkau menunda-nunda amalan hari ini hingga besok. Seandainya besok itu tiba, mungkin saja engkau akan kehilangan (Syair Arab)
Mari kita menyimak sebuah kisah ilustratif. Kisah ini saya dapatkan dari broadcast whatsapp. Dan saya kira kisah ini sangat cocok dengan tema yang akan kita bahas kali ini. Mari kita simak.
Alkisah semester baru di sekolah setan telah dimulai. Para guru setan sedang memberikan pengarahan, “Tidak ada kata puas dalam kamus kehidupan kita. Orang-orang masih terus mendekat kepada Allah dan tidak terkena bujuk rayu. Mulai semester ini kita harus melakukan sesuatu.”
“Apa yang bisa kita lakukan, Guru?” tanya salah satu murid.
“Guru, bagaimana kalau kita bisikkan kepada manusia bahwa Tuhan itu sebenarnya tidak ada,” usul salah satu murid.
“Kita sudah melakukannya sejak manusia lahir, tapi tidak banyak yang tertarik. Jauh di lubuk hati terdalam manusia, mereka mengakui keberadaan Tuhan,” jawab sang guru.
“Bagaimana kalau kita bujuk manusia bahwa dosa itu tidak ada dan neraka itu mitos,” usul murid yang lainnya.
“Itu juga sudah kita coba dan sedikit saja yang percaya. Sebagian mereka, percaya dengan adanya ‘salah’ dan ‘benar’. Mereka juga tahu seperti apa ‘sedikit neraka’ ketika di dunia. Sebab mereka merasakan kesusahan, rasa sakit, luka dan semacamnya.” jawab sang guru lagi.
“Guru, biarkan mereka percaya Tuhan, dosa dan neraka. Tapi bagaimana kalau kita pengaruhi agar tidak terburu-buru melakukan kebaikan? Dengan begitu, meskipun mereka percaya tapi mereka akan bersantai dan menunda-nunda,” usul salah satu murid yang duduk di pojok.
Sang guru pun langsung berseru dengan senang, “Bagus, itu ide cemerlang! Kita praktikkan ide ini. Kamu akan berhasil setan muda. Selamat!”
Menunda seringkali bermakna menggagalkan atau membatalkan kebaikan. Betapa sering kita berniat melakukan sesuatu tapi pada akhirnya kita tidak melaksanakannya sama sekali hanya bermula dari menunda. Kita gagal melakukannya karena waktu telah habis atau tidak lagi mampu mengerjakannya. Kita tidak memiliki kesempatan yang kedua. Padahal hati kita dulu berbisik bahwa kita bisa melakukannya nanti. Itulah bisikan setan.
Selain itu, jauh-jauh hari Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam sudah mewanti-wanti,
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara
(1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
(2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
(4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
(5) Hidupmu sebelum datang matimu.”
(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya).
Cobalah tanya mereka yang sudah berada di usia senja, apa yang mereka sesali di dunia ini? Betapa kita akan menemukan mereka bercerita kepada kita tentang kesempatan di masa lalu yang telah mereka lewatkan dan mereka abaikan begitu saja. tapi masa sudah berlalu, mereka hanya bisa menyesal di masa sekarang. Mungkin saja mereka menyesali masa muda mereka yang mereka anggap kurang produktif dan hanya diisi dengan hal-hal yang tak bermanfaat. Mungkin mereka menyesal karena melewatkan banyak momentum baik yang selayaknya mereka raih seperti kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, bekerja, beribadah dan sebagainya.
Jadi, sadarilah dari sekarang sebelum kita menyesal diwaktu kemudian.
Jam Karet
Tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan istilah jam karet. Layaknya karet, ia akan bisa kita ulur sekehendak hati kita. Begitu juga dengan jam karet, tidak ada prinsip tepat waktu di dalam penerapannya. Sebagai contoh, ketika kita hendak mengadakan rapat ataupun kegiatan sejenisnya yang berkaitan dengan ketepatan waktu, maka setiap kali itu pula pemunduran jadwal dari waktu yang telah disepakati, senantiasa terjadi.
Maka tak heran ketika ada rapat atau meeting, pihak penyelenggara selalu melebihkan jadwal pertemuan setengah atau satu jam lebih awal dengan alasan para peserta meeting selalu datang terlambat. Jika di jadwal ditulis berkumpul pukul 08.00 itu artinya pertemuan dimulai pukul 09.00
Pepatah arab bilang, “Janganlah kamu menunda-nunda pekerjaanmu besok hari, apa yang bisa kamu lakukan sekarang.”
Menunda biasa kita artikan dengan menangguhkan suatu urusan untuk sementara waktu, dengan jaminan akan mengerjakanya di waktu yang lain. Pada dasarnya, menunda itu tidaklah jadi masalah, dengan catatan, berhenti kita dari aktivitas tersebut, karena dituntut untuk menunaikan kewajiban yang lain, yang lebih penting atau memang kondisi yang darurat.
Dalam bukunya, Fiqh Al-Awwaliyah, Dr Yusuf Qaradhawi menerangkan bahwa selayaknyalah kaum muslimin untuk lebih memilih suatu pekerjaan yang dianggap paling prioritas, dari pada yang kurang prioritas. Tapi kita sering tidak bisa membedakan mana yang prioritas dan mana yang sekunder.  Seringkali kita menunda pekerjaan hanya karena alassan yang kurang dibenarkan. Atau lebih tepatnya menunda pekerjaan demi kesenangan sementara yang seringkali berujung penyesalan.
Banyak sekali jebakan yang menyebabkan kita tidak mampu menuntaskan apa yang sudah seharusnya kita kerjakan di masa sekarang. Jebakan-jebakan itu seakan masuk akal dan bisa diterima.
Jebakan pertama adalah ungkapan ‘saya masih punya banyak waktu, saya masih punya waktu luang, saya masih bisa mengerjakannya nanti.’
Jebakan kedua adalah ungkapan ‘saya sedang tidak mood. Bagaimana mungkin kita bisa memaksa diri kita untuk mengerjakan sesuatu ketika kita tidak merasa antusias untuk melakukannya. Bukankah para ahli mengatakan bahwa kita harus mengerjakan sesuatu sesuai dengan mood sehingga kita bisa mengerjakannya secara optimal?’
Hm, ungkapan ini tidak sepenuhnya benar. Justru inspirasi itu terkadang datang ketika kita memaksa diri kita untuk memulai mengerjakan pekerjaan tersebut. Jangan menunggu adanya kesempatan dan ide, tapi ciptakanlah kesempatan yang baik dan ciptakan ide itu sehingga kita bisa mengerjakannya dengan segera.
Penundaan seperti ini akan membuat pekerjaan kita terbengkalai. Ketika banyak pekerjaan yang ditangguhkan, maka rasa malas itu akan semakin menekan kita. Kita melihat tumpukan pekerjaan yang harus kita lakukan sekaligus dan itu membuat kita stres dan pada akhirnya hal itu membuat kita menderita ketika mengerjakannya. Maksud hati menunda pekerjaan dengan alasan karena ada waktu yang panjang atau karena belum ada mood, justru waktu itu semakin sempit. Mood baik pun tidak datang.
Hasan Al Banna mengatakan bahwa, ”Alwaajibatu Aktsaru minal Auqoot.” Kewajiban yang dibebankan kepada kita itu lebih banyak daripada waktu yang kita miliki. Ppada saat kita menunda dari menyelesaikan suatu perkara. Hakikatnya kita sedang menumpuk-numpuk kewajiban. Semakin kita sering menunda maka semakin banyak tumpukan pekerjaan yang harus kita selesaikan, sehingga apabila kita menunda berarti kita hidup dalam tumpukan-tumpukan kewajiban untuk diselesaikan dalam waktu yang lebih sedikit.
Di saat kita bekerja dengan waktu yang sedikit dan sempit, jangan harap kita dapat bekerja dengan menyenangkan, profesional dan menggairahkan. Jadi, ungkapan menunggu mood, menunggu ide dan inspirasi, menunggu waktu yang pas dan ungkapan lainnya hanyalah perangkap. Yang ada adalah kita merasakan ketidaktenangan dan dihantui sekian banyak tugas dan kewajiban yang tidak bisa kita tunaikan. Pikiran kita terbelah sehingga besar kemungkinan kita gagal.
Dalam hadits, Rasulullah memberi nasihat, “Jadilah engkau di dunia laksana orang asing atau orang yang menyeberangi jalan.” Ibnu umar menambahkan dengan kalimat “Bila engkau berada di sore hari, maka jangan menunggu datangnya pagi, dan bila engkau di pagi hari, maka janganlah menunggu datangnya sore.”
Marilah kita bersegera dalam mengerjakan kebaikan. Bergegas dalam berkarya dan beramal. Karena inilah yang Allah Subhanahu wata'ala firmankan kepada kita,
“Bersegeralah kalian menuju ampunan Tuhan kalian dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran [3]: 133).
Jangan Biarkan Waktu Terbuang  Percuma
Dari Abdullah bin Abdil Malik, beliau berkata, “Kami suatu saat berjalan bersama ayah kami di atas tandunya. Lalu dia berkata pada kami, ‘Bertasbihlah sampai di pohon itu.’ Lalu kami pun bertasbih sampai di pohon yang dia tunjuk. Kemudian nampak lagi pohon lain, lalu dia berkata pada kami, ‘Bertakbirlah sampai di pohon itu.’  Lalu kami pun bertakbir. Inilah yang biasa diajarkan oleh ayah kami.”
Dikisahkan bahwa seorang salaf sedang berada di kamar mandi. Kemudian dia memanggil budaknya dan menyuruhnya untuk memberikan sedekah kepada seseorang.
Maka, budak itu berkata kepadanya, “Mengapa tuan tidak bersabar dulu, hingga tuan keluar dari kamar mandi?” Dia menjawab, “Saya mempunyai niat untuk berbuat baik dan saya takut niat itu berubah. Oleh karena itu, begitu mempunyai niat, saya segera mengikutinya dan melaksanakannya.”
Lebih menarik dari itu, kakek Ibnu Taimiyah, Majduddin Abu al-Barakat ketika memasuki toilet (WC), dia meminta pada anaknya (ayah Ibnu Taimiyah), “Bacakanlah untukku pada halaman ini dan keraskan suaramu supaya aku bisa mendengar.” Luar biasa, bahkan di tempat pembuangan hajat pun beliau tidak mau ketinggalan menyerap ilmu dari buku dengan cara dibacakan oleh anaknya.

Sementara itu, ulama lain seperti Ibnu Malik (Ulama Pakar Nahwu) membagi kegiatannya jika tidak shalat, membaca, menulis, maka selebihnya untuk membaca buku. Beliau dikenal sebagai ulama yang sangat disiplin dalam menjaga waktunya. Kabarnya, di saat-saat menjalang ajal pun beliau gunakan untuk menerima ilmu. Suatu hari, beliau bersama sahabat-sahabatnya sedang melakukan safar. Ketika sudah sampai di tempat tujuan, segera ia menyingkir dari mereka tanpa disadari oleh mereka. Setelah dicari ke sana kemari, rupanya beliau sedang asyik bercengkrama dengan buku.
Subhanallah, kisah-kisah di atas  mengajarkan kepada kita arti penting dari memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Hendaknya kita menyibukan diri kita dengan kebaikan dari waktu ke waktu.
Tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan pepatah ‘sambil menyelam minum air.’ sambil mengerjakan sesuatu kita mengerjakan pekerjaan lainnya jika memang memungkinkan. Tampaknya pepatah ini harus kita terapkan dalam keseharian kita. Misal, ketika kita memasak cobalah sembari mendengarkan ceramah lewat radio atau kaset. Sehingga selain menyiapkan santap makan malam, kita juga bisa menambah wawasan kita. Contoh lainnya, ketika kita sedang dalam perjalanan pulang dari kantor, maka cobalah mendengarkan murotal lewat earphone atau sembari melantunkan dzikir.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i, “waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu.”
Sementara Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.”( Hasan al-Basri)
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment