Saya membaca sebuah artikel yang sangat menyentuh dari buku
‘Sepatu Orang Lain’ karya Mia Saadah. Buku ini memberikan kita pelajaran bahwa kita tidak layak menghakimi orang lain
berdasar dengan apa yang kita lihat dari luarnya. Sebagaimana pepatah inggris
bilang, ‘Don’t jugde a book by its cover. Sangat tidak bijak jika menilai
seseorang hanya dari luarnya saja.
Mia saadah di dalam bukunya mengambil banyak contoh yang
penuh hikmah. Barangkali diantara kita pernah mengalami bagaimana kita merasa
dan melihat bahwa ada yang salah dalam kehidupan orang lain.
Selain tidak layak menghakimi orang lain, kita juga tidak
layak mengomentari kehidupan orang lain selama kita tidak memiliki andil atau
mereka tidak memiliki andil dalam kehidupan kita. kita mengomentari tentang apa
yang mereka pakai, uang yang dibelanjakan dan semacamnya. Mungkin tidak masalah
jika dia berkomentar dalam rangka menasihati atau berdakwah. Tapi tidak jika
komentar itu hanya keluar dari hati yang iri dan dari lidah yang nyinyir.
Mari kita simak apa yang dikatakan penulis di dalam bukunya,
Ketika kita hanya mampu membeli jam tangan seharga Rp 500
ribu sementara kawan kita membeli jam tangan seharga Rp 5 juta, kita bilang kawan kita berlebihan. Padahal ia
belanja tak pakai uang kita. Ternyata ia sudah berhemat untuk tidak membeli jam
seharga Rp 50 juta yang sanggup ia beli.
Ketika kita hanya mampu hidup selalu di dekat
pasangan,sementara kawan kita berpisah jarak dan waktu dengan istrinya, kita bilang
kawan kita gegabah. Kita bilang ia menggadaikan rumah tangga demi materi.
Ternyata ia tetap hidup rukun dan bahagia dalam perjuangan rumah tangganya.
Ketika istri kita hanya mampu menjadi ibu rumah
tangga,sementara kawan istri kita memilih bekerja sebagai pegawai, kita bilang
ia menggadaikan masa depan anak. Ternyata
ia bangun lebih pagi dari istri kita, belajar lebih banyak dari istri kita,
berbicara lebih lembut pada anaknya, dan berdoa lebih khusyuk memohon pada Allah
untuk penjagaan anak-anaknya.
Ketika kita hanya mampu mengatur uang belanja Rp 1 juta
sebulan, sementara kawan kita bercerita pengeluaran belanja bulanannya sampai
Rp 10 juta , kita bilang ia boros. Padahal ia tak pernah berhutang pada kita.
Pinjam uang pun tidak.
Ternyata mereka beramal
lebih banyak dari uang belanjanya. Ternyata mereka tak pernah lupa memberikan
sumbangan.
Siapa yang rugi?
Kita...
Belum-belum sudah mudah menilai. Bisa jadi malah berburuk
sangka. Padahal kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya orang lain hadapi,
orang lain lakukan, di luar sepengetahuan kita.
Ada satu analogi menarik untuk memungkas artikel ini. Jangan
mengukur sepatu orang lain dengan kaki kita. Jangan pernah mengukur kehidupan
orang lain dengan ukuran hidup kita. Jangan menggunakan kacamata kita untuk
menilai orang lain, penampilan luar belum tentu mencerminkan sifat aslinya. Jangan
sibuk mengurusi urusan orang lain, apalagi ketika kita tidak tahu apa-apa
tentang hal tersebut.
Mungkin itulah kenapa sepatu kaca Cinderella only fits
for her. Because Every life we're living only has one size for each of us.
Hidup setiap orang itu unik dan memikiki sisi kehidupannya yang terkadang tidak
diketahui. Setiap kita memiliki cerita yang tidak diketahui orang lain, begitu
juga dengan orang lain.
Sibuklah memperbaiki diri sendiri, bukan menilai orang lain.
Karena hanya dengan diri sendiri menjadi lebih baik lah maka orang-orang di
sekitar kita akan menerima dampak positifnya, dan dunia pun akan menjadi lebih
baik...
No comments:
Post a Comment