19 Nov 2023

Jejak Kafilah (Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia



Judul buku: Jejak Kafilah (Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia

Penulis: Grey Fealy dan Anthony Bubalo

Penerbit: Mizan

Tahun terbit: Desember 2007


Sebenarnya saya kurang sependapat dengan apa yang disampaikan di buku ini. Dimana, penulis beranggapan bahwa radikalisme yang menyebar di berbagai belahan dunia, terutama di Indonesia adalah berawal dan bermula dari Timur Tengah. Meski kita juga tidak bisa menyangkal bahwa ada kelompok-kelompok radikal yang lahir di Timur Tengah semisal ISIS. Hanya saja, radikalisme yang terjadi di Indonesia lebih sering terjadi karena kesalahan dalam menafsirkan agama atau salah dalam memahami kaul ulama. 

Pada dasarnya, isi buku ini tidak setendensius yang saya kira. Buku ini lebih kepada menyoroti corak-corak keberagamaan yang beragam di nusantara. Kalau kita dedah dengan lebih sederhana, ada kurang lebih 3 kelompok islam dengan corak yang berbeda satu sama lain. 

Pertama, tradisionalis (sufi) yang diwakili oleh NU dan jamaah-jamaah tarekat. 

Kedua, pembaharu dan puritan yang diwakili oleh Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, DDII dan Salafi. Kemudian islam puritan ini terbagi lagi menjadi dua, puritan tapi moderat dan puritan yang benar-benar genuine. Puritan tapi moderat itu kita ambil contoh adalah Muhammadiyah dan Tarbiyah. Sementara Puritan yang guniune adalah Salafi. 

Ketiga, kelompok jihadis. Diantaranya ada beberapa yang terindikasi radikal. 


Beberapa isu penting yang dibahas di buku ini:


  1. Transmisi islamisme dari Timur Tengah ke Indonesia didorong oleh banyaknya muslim Indonesia yang belajar di Timur Tengah dan banyaknya donor dari Timur Tengah baik itu pemerintah, pribadi, organisasi amal, yang menyalurkan bantuannya ke Indonesia. (84)

  2. Dibandingkan salafisme kontemporer aktivisme politik Ikhwanul Muslimin bersikap lebih terbuka dan akomodatif terhadap pluralisme politik dan keragaman agama. (96)

  3. Dede ii dan lipia berperan sangat penting dalam pertumbuhan selapisme di Indonesia pada era 1970-an dan 1980-an. (98)

  4. Gerakan tarbiyah menggunakan tulisan para intelektual dan ideologi Ikhwanul Muslimin secara selektif (109)

  5. Bagi gerakan tarbiyah, islamisasi negara dengan mengembangkan pendekatan al-banna dipandang sebagai proses gradual yang harus dimulai dari kesalehan pribadi dan masyarakat. (109)

  6. PKS, dibandingkan partai-partai lain di Indonesia adalah partai kader yang sejati. (114)

  7. Bagi PKS, Negara Islam adalah aspirasi, namun tidaklah penting melakukan formalisasi dengan mendeklarasikan perlunya Indonesia menjadi sebuah negara Islam. (114)

Catatan tambahan yang saya rangkum dari pembahasan buku ini 

  1. Meskipun sama-sama tokoh Ikhwanul Muslimin, Albana dan Sayyid Qutb memiliki pemikiran yang berbeda satu sama lain. Albana cenderung lebih moderat dibandingkan Sayyid Qutb. Untuk alasan itulah pemikiran-pemikiran al-banna lebih relevan diterapkan oleh jamaah tarbiyah atau PKS. Sebaliknya pemikiran Sayyid qutb lebih banyak diadopsi oleh para jihadis atau bahkan takfiri.

  2. Jika menurut Albana sistem islami dicapai dari bawah yakni dari islamisasi masyarakat melalui pembaruan, maka menurut Qutb sistem Islam hanya dapat dicapai dari atas, dengan secara langsung menghilangkan sistem jahiliyah yang mengangkangi jalan Islam. (40)

  3. Menurut Hasan al-banna, politik adalah wilayah yang niscaya dimasuki sepanjang dimanfaatkan untuk mengabdi kepada tujuan luas Ikhwanul Muslimin dalam mengislamkan masyarakat.  

  4. Perilaku khas salafi Indonesia adalah penghormatan yang diberikan kepada pemimpin Salafi senior Timur Tengah. Syaikh Salafi terkemuka di Arab Saudi dan Yaman dianggap sebagai pihak yang mampu memberikan fatwa-fatwa otoritatif atas masalah-masalah hukum Islam yang berlaku di Indonesia. Sementara itu, pemimpin salafi Indonesia memandang diri mereka sendiri berada pada level subordinat sebagai pencari ilmu dan membuat putusan-putusan pada persoalan-persoalan hukum Islam yang lebih kecil kemudian mereka berusaha mengikuti pemikiran keagamaan para Syekh Salafi senior Timur Tengah menyangkut isu penting atau isu kontroversial. Namun, proses ini bukan berarti tidak disalahgunakan oleh Ustadz salafi Indonesia. Seringkali, seorang Salafi lokal memberi informasi yang partisan kepada para Syekh Timur Tengah dan melobi mereka untuk mengeluarkan pernyataan yang menguntungkan kepentingan tertentu dan posisi doktrinal mereka. Kurangnya pengetahuan para Syekh asal Timur Tengah tentang Indonesia membuat mereka rentan terhadap praktik propaganda seperti itu. 

  5. Islam tidak layak untuk dikategorisasi menjadi Islam radikal, Islam moderat, Islam tradisional, Islam fundamental, dan istilah-istilah lainnya. Kategorisasi semacam ini menyebabkan pola pikir yang salah terkait kemurnian Islam. 

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment