Abu Nasr As-Sayyad adalah seorang nelayan yang sangat
miskin. Suatu hari dia tidak punya makanan untuk istri dan putranya sehingga
pergi ke masjid dan mulai menangis. Imam tahu situasinya sehingga membawanya ke
tepi sungai dan menyuruhnya untuk melempar jaring ikan dan mengawalinya dengan
ucapan ‘Bismillah’.
Tak berapa lama dia mendapatkan ikan yang besar dan pergi ke
pasar untuk menjualnya. Hasil penjualan ikan itu ia bisa membeli sepotong roti.
Dia segera pergi ke rumahnya. Ketika dalam perjalanan, dia bertemu dengan
seorang wanita miskin dan putranya. Mereka kelaparan seperti istri dan putranya
sendiri, dan mereka mulai memandangi roti yang dia pegang karena rasa lapar.
Dia memikirkan mereka dan kemudian keluarganya sendiri, dan
ingat bahwa Allah tidak akan meninggalkannya. Maka ia memberikan roti itu
kepada wanita tersebut. Anak itu tersenyum dan wanita itu mulai menangis karena
rasa terima kasih.
Dia kembali ke rumah dengan sedih karena tidak punya apa-apa
lagi untuk keluarganya. Tak berapa lama, pintu rumahnya diketuk. Seseorang
berkata, "Apakah ini rumah Abu Nasr As-Sayyad?" Dan dia menjawab
"Ya". Pria itu memberinya sejumlah uang. Dia mengambil uang itu,
terpana, keheranan sekaligus bahagia.
Setelah ini, As-Sayyad menjadi pedagang dan begitu kaya. Dengan
kekayaannya itu, ia mampu memberikan seribu dirham dalam sekali infak. Tapi dia
sombong dan mulai pamer. Suatu malam dia pergi tidur dan melihat dalam mimpi
bahwa itu adalah Hari Pengadilan, dan nama-nama dipanggil untuk ditimbang
perbuatan baik dan buruk mereka. Gilirannya datang dan malaikat mulai menimbang
amal baik dan buruknya.
Perbuatan jahatnya seberat gunung dan perbuatan baiknya
seringan seikat kapas, karena meskipun ia telah memberi ribuan amal, itu
sia-sia karena pamer dan kurangnya ketulusan.
Maka malaikat itu bertanya, “Apakah masih ada yang tersisa?”
Dan hanya ada satu hal yang tersisa - sepotong kecil roti yang dia berikan
kepada wanita miskin itu. maka amal itu ditambahkan pada daun timbangan perbuatan
baik sehingga menjadi lebih berat. Bobot sedekah sepotong roti itu mengalahkan
berat ribuan dirham yang dia infakkan secara rutin. Tapi tetap saja timbangan
amal buruknya masih lebih berat dibanding amal kebaikan yang dia miliki.
Maka malaikat itu bertanya lagi apakah masih ada yang
tersisa. Ternyata masih ada sesuatu yang tersisa, yakni senyuman bahagia si
anak kecil yang menerima roti. Hal itu ditambahkan ke neraca kebaikan dan
perbuatan baik menjadi sama timbangannya dengan amal buruknya.
Lagi-lagi malaikat itu bertanya dan hal terakhir yang
tersisa adalah air mata wanita itu, yang seberat lautan air mata ketika
ditambahkan. Timbangan amal baiknya bisa mengalahkan amal buruknya hanya dengan
sedekah roti yang dilakukan dengan ikhlas. Maka dia mendengar malaikat berkata
bahwa dia diselamatkan! Saat itulah dia terbangun dan dia menyadari semuanya. Sejak
saat itu, dia tidak lagi sombong dengan kekayaannya dan pamer ketika beramal.
Pelajaran:
- Allah menguji mereka yang ikhlas dalam beramal
- Perbuatan baik yang diberikan dengan tulus, tidak peduli sesederhana apa pun, akan mendapatkan pahala yang besar.
- Tindakan amal atau kebajikan yang dilakukan tanpa ketulusan hanya berujung kesia-siaan
- Allah dapat menyelamatkan seseorang berdasarkan satu peristiwa atau keadaan dalam hidupnya
No comments:
Post a Comment