Dialah Mubarok.
Seorang budak yang telah bekerja sebagai penjaga kebun anggur tuannya. Suatu
hari tuannya yang biasa meninjau keadaan kebunnya memanggil Mubarok,” Ambilkan
aku setangkai anggur.” Saat itu hari tengah terik dengan matahari yang
menyengat.
Mubarak memenuhi
titah tuannya. Dicarinya setangkai anggur yang liat, kokoh dan mengkilat.
Memetiknya dan diserahkannya kepada sang tuan. Sang tuan yang kehausan itu
segera memakan sebiji dan serta merta mukanya melipat dan berseru,”Apa ini?
Anggurnya masam sekali? Tidakkah kau bisa membedakan anggur yang masak dengan
yang mentah mubarak?”sindirnya
Mubarak mafhum.
Ia kembali menyusuri sulur-sulur anggur. Jika yang tadi mentah, maka kriteria
anggur yang matang adalah kebalikan dari sifat yang tadi. Maka dicarinya anggur
yang tangkainya mengering, lembek dan berwarna kusam. Ia petik setangkai dan
menyerahkannya kepada si tuan. Si tuan terheran-heran demi melihat anggur yang
ia sodorkan.”sebodoh apa dirimu sehingga membuatku marah untuk yang kedua
kalinya. Tadi memberiku anggur mentah. Sekarang kau sodorkan aku anggur busuk?
Sudah tiga bulan aku bekerja tapi tak bisa membedakan yang mana anggur mentah,
matang dan yang busuk.”
Mubarak dengan
kalem menjawab,”saya hanya ditugaskan untuk menjaga oleh tuan. Belum pernah
diberi tugas untuk mencicipi.
Terperanjatlah si
tuan dengan apa yang dikatakan Mubarak. Sebuah sikap wara budaknya yang baru
kali ini ia menemukan ada pribadi seperti itu.
Sejak saat itu
sang majikan selalu menjadikan mubarak, budaknya itu sebagai penasihat dan
patner diskusinya. Sang majikan merasa bahwa mubarak adalah bukan sembarang
budak. Ia adalah budak yang cerdas, baik akhlaknya dan bertakwa.
Hingga suatu hari
si majikan mendatangi mubarak dengan wajah yang tampak bingung.”hai mubarak,
banyak pemuda yang melamar anak perempuanku. Dan aku tidak ingin salah pilih.
Berilah aku saran bagaimana memilih calon menantuku.”
Mubarak diam
sejenak kemudian berucap,”pilihlah dia karena akhlak dan agamanya tuanku.
Karena sudahlah kita tahu. Kaum nasrani memandang seseorang dari paras dan
rupanya. Yahudi memandang seseorang dari hartanya dan majusi memandang pribadi
dari kedudukkannya.”
Serta merta si
tuan menatap mubarak dan muncullah satu niat pasti di benakkya.”kalau begitu
bersiaplah engkau mubarak. Aku akan menikahkanmu dengan anak perempuanku itu.
Terperanjatlah mubarak.
Kelak, dari
pasangan mubarak dan anak tuannya. Lahirlah abdullah bin mubarak. Seorang ulama
tabi’in yang begitu masyhur ilmu, akhlak, wara dan zuhudnya.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment