Hampir semua orang dengan berbagai macam profesinya pernah
terjangkit rasa malas, bahkan mungkin bisa jadi malas sudah menjadi penyakit
akut. Baik itu pelajar dengan setumpuk tugas sekolah, ibu rumah tangga dengan
rutinitas yang membosankan, hingga pekerja kantor yang kerjanya itu-itu aja. Stagnan
tanpa batas.
Kenapa kita bisa terjangkit rasa malas? Untuk menjawabnya,
izinkan saya mengutip perkataan Tony Robbins, ‘Orang akan berbuat lebih banyak
untuk menghindari rasa sakit daripada menghadapi rasa sakit demi mendapatkan
kesenangan.’
Ya, kita kebanyakan tidak ingin merasakan sakit untuk
mendapatkan kesenangan. Kita ingin kesenangan instan alias hasil yang sim
salabim tanpa perlu susah-susah terlebih dahulu. Padahal setiap pencapaian dan
kesuksesan itu harus diawali dengan pengorbanan berupa penderitaan dan
kesabaran.
Sebagaimana pantun melayu yang cukup populer, ‘Berakit-rakit
ke hulu, berenang-renang kemudian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang
kemudian.’
Rasa malas timbul karena kita tidak ingin melewati semua
perjuangan dan penderitaan yang melelahkan. Akhirnya selalu mengambil jalan
pintas berupa kecurangan. Mencontek dalam ujian misalnya. Ingin nilai yang
tinggi tapi tak mau belajar. Tak mau belajar sama dengan memelihara kemalasan.
Selalu Fokus dan Jangan Menunda-Nunda Pekerjaan
Untuk menghilangkan rasa malas, kita membutuhkan fokus yang
kuat. Kerjakan satu pekerjaan baru kemudian beralih ke pekerjaan yang lain. Walaupun
mungkin ada yang merasa enjoy dengan banyak pekerjaan sekaligus, tapi bagi saya
banyak mengerjakan pekerjaan dalam waktu yang sama sering mendatangkan rasa
malas. Karena pekerjaan kita tidak cepat selesai tersebab waktu kita dibagi
dengan beberapa pekerjaan.
Dalam menulis misalnya. Saya pernah mengerjakan tiga naskah
dalam waktu yang bersamaan. Jadi, saya menggarap naskah romansa, naskah
non-fiksi untuk diterbitkan dan naskah rutin untuk blog. Saya merasa kewalahan
dan konsentrasi menulis saya menjadi buyar. Akhirnya, tak satupun dari tiga
naskah itu bisa saya selesaikan dengan baik. Dan saya pun mencoba untuk fokus
terlebih dahulu pada satu naskah saja. melakukan riset, menambah data, mengedit
dan menyusun kerangka hingga saya benar-benar tidak dipusingkan dengan urusan
lain selain urusan yang ada di hadapan saya.
Ketika banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan, maka timbul
banyak alasan untuk menunda lebih lama. Menunda-nunda pekerjaan dengan alasan
mengecek email, notifikasi medsos dan menonton video youtube untuk refresh
otak.
Akhirnya, saya selalu tekankan pada diri saya bahwa saya
harus menjauhkan smartphone saya ketika saya mengerjakan suatu pekerjaan yang
membutuhkan fokus yang total, dalam menulis misalnya.
Sebenarnya ada beberapa pendekatan sederhana yang bisa kita
lakukan untuk menghalau rasa malas.
Sebelumnya kita harus mengetahui kenapa rasa mala situ menguasai
kita. Ada beberapa sebab yang menjadi factor utama timbulnya rasa malas.
Pertama, kita tidak dikejar deadline. Dalam arti lain kita
tidak memiliki target yang jelas. Kita tidak memiliki visi dan misi serta goal
yang tertulis.
Kedua, kita tidak menganggap penting apa yang sedang kita
kerjakan sehingga kita berani untuk menundanya. Kita kehilangan antusiasme dan
merasa tidak bersalah ketika harus menundanya. Kita berpikir kita bisa
mengerjakannya nanti dan tidak penting jika dikerjakan sekarang.
Jadi mulai sekarang kenali penyebab kenapa kita malas
kemudian mengubah keyakinan kita terhadap proyek atau pekerjaan yang sedang
kita kerjakan. Dengan cara ini, sekarang kita bisa mematahkan kebiasaan lama
dan membangun kebiasaan baru yang produktif dan jauh dari rasa malas.
Menunda Berarti Egois
Jika kamu punya keputusan untuk menunda pekerjaan, berarti
kamu egois. Kamu lebih mementingkan nafsu dan keinginanmu tanpa memperhatikan
masa depan yang menunggu dan harapan dari orang-orang tercinta yang ada
disekitarmu. Kamu juga menyepelekan harapan dan dukungan mereka. Jadi, pikirkan
hal ini sebelum kamu benar-benar terjerumus dalam keadaan yang terkadang
membuat candu. Ya, kemalasan dan sikap menunda-nunda sering menjadi candu alias
kebiasaan.
Tetapkan Target
Tetapkan target untuk pencapaian yang maksimal dan sesuai
dengan kemampuan kita. Dengan memasang target ini, kita bisa membayangkan apa
yang akan kita peroleh. Kita bisa membayangkan apa kendala yang akan kita
hadapi, bagaimana cara mengatasinya, apa yang harus kita lakukan dan apa yang
akan kita peroleh. Target memandu kita untuk fokus pada pekerjaan. Target juga
memotivasi kita untuk menuntaskan pekerjaan sesuai dengan deadline yang kita tetapkan
untuk diri kita sendiri sehingga kita tidak menoleransi penundaan lebih lama.
Peringatan: jangan terlalu keras dan kejam pada diri sendiri.
Ukurlah kemampuan kita dan jangan memvorsirnya dengan pekerjaan yang tanpa
batas. Memiliki pekerjaan yang menenggelamkan semua waktu kita sama bahayanya
dengan duduk sepanjang hari di depan televisi dan media sosial. Hal ini akan
berdampak buruk pada kualitas pekerjaan kita dan kesehatan diri kita sendiri. Ingat,
kesehatan adalah aset utama dalam produktifitas dan berkarya.
Rehat Sejenak
Kamu juga bisa memanjakan dirimu sehabis bekerja dengan rehat
sejenak. Saya biasa berdiri dan merenggangkan badan setiap satu jam sekali di
tengah-tengah pekerjaan saya yang menuntut duduk sepanjang hari di depan computer.
Saya juga terkadang membuka video-video lucu di youtube untuk menghilangkan
rasa penat yang memenuhi benak saya. Intinya, beri jeda sebentar dan lanjutkan
pekerjaan.
Pun di setiap pekan kita bisa memberi waktu istirahat untuk
diri kita. Saya biasa mengagendakan menonton film di setiap akhir pekan. Ya walaupun
hanya bermodal film hasil downloadan tapi bisa membuat kita lebih segar dan
terhibur. Jika tidak menonton, saya akan menenggelamkan benak saya dalam alur
novel. Saya berusaha mencukupkan diri untuk membaca buku fiksi di hari libur
saja.
Sumber gambar: https://static.noticiasaominuto.com.
ReplyDeleteCari JobSide buat tambahan jajan .... Inf BB : 5EE. 80. AFE :)