Epilog
Nur menatap senja yang tersaput jingga di batas cakrawala.
Di loteng derya hotel, ia melihat keindahan langit turki yang tiada tara.
Sungguh, arif tidak salah membawanya ke urgup, salahsatu tempat dari puluhan
tempat yang menawan di turki. Awalnya nur sempat khawatir harus meninggalkan
tanah air. Meninggalkan mertuanya, ustadzah aminah dan keluarganya di kampung.
Tapi nur merasa bahagia karena bias mendampingi arif yang telah menjadi bagian
dari hidupnya. Bagian dari penggalan hidup yang tersisa.
Dua minnggu yang lalu, nur dan arif telah mengikat ikatan
suci yang telah mereka rajut dalam hati masing-masing. Dengan sepenuh harap dan
cinta, mereka berdua memadu cinta dan kasih satu sama lain. Dalam celupan
cinta-Nya yang mereka ikrarkan dalam pernikahan sacral mereka. Hingga akhirnya
arif memboyong nur ke turki untuk menemaninya melanjutkan study di negeri batas
asia-eropa tersebut. Selain itu, arif juga ingin menghabiskan masa-masa bulan
madu mereka di negeri yang sempat menorehkan kejayaan di masa kehilafahan islam
tersebut.
Semilir angin menyapu wajah nur yang kebas karena lelah
dengan perjalanan semalam. Ia menghirup udara dalam-dalam dan memejamkan
matanya. Mata cokelatnya kembali terbuka dan menatap hamparan situs batu cappadocia
yang menjulang. Seakan menyembul dari permukaan tanah di bukit-bukit yang
lengang. Melihat gundukan batu-batu itu, nur seperti melihat rumah-rumah batu kuno di negeri dongeng. Nur
berpikir, andai salahsatu dari puluhan rumah batu itu adalah miliknya, ia dan
arif akan senang tinggal selamanya di sini.
“sayang, aku dating.”seru seseorang dari arah pintu kamar.
Nur menoleh dan merekahlah senyumnya. Arif datang.
“dari mana?” tanyanya dengan senyum yang tak pernah pudar.
Arif mengacungkan bungkusan plastic dan mengeluarkan isinya.
Tangannya mengambil beberapa buah lahmacun, kunefe dan dua gelas ayran yang
sudah dikemas.” Ini buat makan malam kita”
Nur tersenyum dan menghampiri arif. Memegang tangannya
dengan lembut.”aku ingin ngobrol di loteng.”
Arif melempar senyum lima centinya dan mengedipkan
matanya.”kamu sudah kangen mesra-mesraan ya?”
Bibir nur mengerucut dan mencubit pergelangan tangan
arif.”dari pertama kenal kamu memang selalu sok tahu.”
Arif tertawa renyah dan melenggang menuju sofa loteng.
Merebahkan punggungnya di sana sembari menatap semburat jingga langit
senja.”indah ya, nggak sia-sia aku mencari penginapan di daerah urgup.”
Nur duduk di sampingnya dan merebahkan kepalanya di dada
bidang arif.”besok aku ingin jalan-jalan di situs batu cappodocia rif.”
“bahkan besok siang aku akan mengajakmu ke Istanbul
kebetulan aku punya kenalan di sana. Jadi, kita bisa menghabiskan dua hari di
sana dan kembali laagi ke sini.”
Nur mengangguk pelan. Ia menikmati sore itu. Ia merasakan
gelatar cinta dari degup jantung arif yang memantul dari dadanya yang ia
bersandar di atasnya.”kau tahu rif, aku seperti wanita paling beruntung di
dunia.”
Arif menatap nur dengan mimik dibuat-buat.”benarkah? karena
apa?”
“karena kamu adalah wujud dari doa seseorang yang pernah aku
cintai dalam hidupku.”
“aku wujud dari doa seseorang? Siapa dia, sayang? Lalu
kenapa doanya kau sangkut pautkan dengan diriku?” Tanya arif. Kali ini bukan
pertanyaan yang dibuat-buat. Ia merasa penasaran dengan apa yang diutarakan nur
barusan.
Nur tersenyum mendengar pertanyaan suaminya.”orang itu
pernah bilang, semoga aku mendapatkan seorang lelaki yang saleh dan sempurna.
Dan ternyata allah benar-benar mengabulkan doa dia. Allah menjawab doanya
dengan hadirnya dirimu. Bahkan kau bukan hanya sempurna dan saleh dimataku. Kau
bahkan pangeran yang jauh lebih sempurna dari yang aku bayangkan.”ujar nur
dengan mata yang berkaca-kaca. Sebentar kemudian ia terisak di atas dada arif.
Arif semakin mengeratkan rangkulan tangannya.”aku juga tak
kalah beruntungnya bisa memperistri seorang gadis cantik yang bersahaja
sepertimu nur.”ujarnya pelan.”tapi kau belum memberitahukan siapa orang yang
telah mendoakanmu dengan doa yang membuatmu selalu mengingatnya?’
“dia yadi.”
Belaian arif tertahan. Nur mendongak dan menatap mata arif
dengan tatapan penuh tanda Tanya.”kenapa? apa ada yang salah?”
arif menghela nafas.”tidak.”
arif menghela nafas.”tidak.”
“Tatapan matamu mengatakan sebaliknya. Apa kau merasa
cemburu? Siapa pun tahu, bahwa aku pernah menjalin hubungan dengan yadi. Tapi
bukan berarti kau boleh meragukan kesetiaanku kan?”
Arif menatap nur dengan tatapan penuh arti.” Nur, aku sudah
tahu kepribadianmu luar dan dalam. Aku juga tak pernah tak mempercayaimu. Kau
terlalu sempurna di mataku. Aku tak akan pernah meragukan kesetiaanmu seperti
kau yang percaya dengan segala cintaku. Lagi pula, siapa yang akan melupakan
ingatan dan sejarah kehidupan. Biarlah itu menjadi kenangan, sayang.”
mata nur kembali berkaca-kaca.”sungguh, hanya kamu yang ada di dalam hatiku. Hanya kamu yang menjadi tempat aku melabuhkan setiap asa rif. Aku mencintaimu karena allah….”
mata nur kembali berkaca-kaca.”sungguh, hanya kamu yang ada di dalam hatiku. Hanya kamu yang menjadi tempat aku melabuhkan setiap asa rif. Aku mencintaimu karena allah….”
Arif mengcup kening nur.”aku juga mencintaimu karena allah
sayang.”
Matahari semakin tenggelam bersama jingga yang mulai
tersaput hitam. Gundukan-gundukan batu Cappadocia tinggal bayang-bayang hitam
di tengah kota urgup yang menawan.
No comments:
Post a Comment