Sejak ada yang menguntit mobil ustadzah aminah seminggu yang
lalu, nur merasa tak tenang. Ia seakan menjaid buronan yang selalu diawasi
setiap saat. Bisa saja mata-mata tante viola mengintainya dari tempat yang ia
tidak ketahui.
Lima hari yang lalu ustadzah maninah mengajarina doa
perlindungan kepada allah. Persis seperti yang ustadzah sebutkan ketika
perjalanan pulang dari pengajian seminggu yang lalu. Setidaknya, dengan adanya
penguntitan mobil merah itu masih ada hikmah yang tidak terhitung nilainya.
Karena pasca kejadian tersebut nur menyadari hakikat dirinya. Siapa dirinya?
Hanya seoran perempuan lemah yang membuthkan uluran pertolongan Rabb yang
menguasai jiwanya. Maka sudah selayaknya ia melantuntan harapan dan
perlindungan di saat-saat yang genting seperti ini.
Setiap nur keluar dari rumah, tak lupa ia merapal doa
pelindungan dan memohon supaya allah menolongnya dari niatan orang-orang jahat.
Pagi itu bibi ingin memasak sayur lodeh kesukaan ibu aminah,
tapi sayangnya bawang putih dan bumbu dapur sudah habis. Tadinya ia mau
sekalian masak semur jengkol kiriman dari kampong bibi. Tapi sepertinya bumbu
tak mencukupi. Oleh karena itu, nur menawarkan pertolongannya untuk membeli
bumbu dan bawang dari pasar pagi. Lagi pula bibi harus mengerjakan pekerjaan
lainnya. Baju-baju kotor masih menumpuk di ember. Belum lagi baju jemuran yang
siap disetrika menumpuk di sudut kamar.
Karena jarak pasar pagi dekat dari rumah ibu aminah, nur
lebih memilih jalan kaki. Ia segera menjinjing keranjang yang biasa dipakai
untuk belanja sayuran dan pamit ke bibi. Nur berbelok menuju gang di sepanjang
kompleks perumahan. Setelah itu menyeberang jalan raya. Pasar pagi itu terletak
di seberang jalan raya tersebut.
Baru beberapa langkah dari jalan raya, tiba-tiba sebuah
mobil berwarna silver berhenti tepat di belakang nur. Kemudian seorang pemuda
dengan pakaian perlente keluar dari dalam mobil dan menghampiri nur.”maaf,kamu
nurani ya?”tanyanya dengan ramah.
Nur mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin pemuda itu tahu
namanya. Tiba-tiba ia sadar bahwa bisa jadi pemuda itu adalah kaki tangan tante
viola yang sedang mencari dirinya. Nurani yakin, ia dan pria itu belum bertemu
sebelumnya. Maka nur pura-pura keheranan.”nurani? bukan. Nama saya anjani. Memangnya
ada apa?”Tanya nur. Ia siap lari jika memang pemuda itu bertindak macam-macam.
“oh maaf.”ujar pemuda. Ia kembali lagi dan hendak masuk ke
dalam mobil ketika seseorang dari dalam mobil keluar dan mencegahnya masuk.
Nur terperanjat
ketika melihat orang yang kedua. Ternyata dia adalah om pendi, kekasih tante
viola yang biasa dating ke rumah tante viola. Nur hampir menjerit ketika
melihat sosok om pendi dan bersiap untuk melarikan diri dari hadapan mereka. Tapi
ia melihat om pendi mengacungkan pistolnya. Tepat kea rah wajahnya ketika ia
hampir berteriak. Suara nur hanya tercekat di tenggorokan saking takutnya. Alih-alih
dia hanya gemetar dan menatap kedua lelaki di hadapannya dengan tatapn
ketakutan.
Om pendi menyeringai dan segera mencekal tangan nur dengan
keras.”kamu jangan coba-coba bersikap macem-macem sama saya nur.”ujarnya dengan
suara berat yang nyaris seperti geraman. Nur semakin menggigil ketakutan. Om pendi
mendorong tubuhnya ke dalam mobil. Kemudian pemuda yang tadi menanyainya
memegang pergelangan tangannya dan duduk di sampingnya. Ia mengeluarkan tali
dan mengikat kedua perglelangan tangan nur dengan kencang. Sementara om pendi
menyetir mobil dan mobil silver itu melaju dengan kecepatan sedang.
Nur hanya bisa terdiam dengan diliputi ketakutan yang
sangat. Sesekali om pendi menatapnya dari kaca spion depan. Sesekali bibirnya
yang menghitam karena candu rokok menyeringai lebar.
Nur terisak.”tolong om, jangan sakiti saya.”
Om pendi meraih sekotak rokok dari dasbor mobil dan
mengambil satu. Menyelipkannya diantara dua bibir dan menyulutnya dengan gaya
santai yang menyebalkan.”oh ya, teman-temanku kesepian malam ini. Jadi, kamu bisa memuaskan mereka nur.”
Nur terisak-isak dan berusaha berontak dari tali yang
melingkari tangannya tapi itu hanya membuat pergelangan tangannya perih karena
gesekan. Sementara pemuda yang berada di sampingnya mempermainkan rambutnya
dari semenjak masuk mobil tadi. Jika ia tidak diikat, ingin rasanya nur menampar
wajah pemuda kurang ajar itu. Tangannya yang berkuku panjang itu mengelus-elus
pipinya dan menyusuri setiap inci lehernya. Isakan nur semakin menjadi. Tiba-tiba
ia ingat yadi. Oh, apa yang akan dilakukan yadi jika yadi tahu ia sekarang
berada di tangan orang-orang jahat.
Tiba-tiba wajah ustadzh aminah membayangi benak nur dan nur
ingat kata-katanya yang bijak.”nur, jika kamu dalam keadaan bahaya dan
kesulitan, mintalah pertolongan dan perlindungan kepada allah. Karena hanya
allahlah yang maha kuasa dan menguasai setiap jiwa hambanya. Allah yang pantas
kita mintai pertolongan ketika masa genting menghampiri kita. Bukan kekasih,
orang tua, kakak, sahabat atau siapa pun yang kita percayai. Ketika tak ada
lagi yang bisa diharapkan uluran tangannya, hanya allah yang sanggup menolong
kita dimanapun dan kapan pun kita berada.”
Nur kembali terisak. Ia telah salah melangkah dan merasa
berdosa. Kenapa disaat yang genting seperti ini ia selalu ingat yadi? Orang yang
selama ini berhasil mengeluarkannya dari cengkraman tante viola. Toh,
pertolongan yadi pun sejatinya adalah
pertolongan allah yang mewujud dengan berbagai cara.
Nur kembali merapal doa perlindungan dalam isak tangisnya. Sementara
pemuda bajingan disampingnya terus mempermainkan jemari tangannya yang kotor di
leher dan wajahnya.
Audzubikalimatillahi tammati
min syarri ma khalakq. Aku berlindung kepada allah dari kejahatan makhuk yang
ia ciptakan.
Nur merapal doa itu dalam hatinya yang dilanda takut. Mengulang-ulangnya
dengan pengharapan penuh.
Om pendi melirik rekannya dan menghardiknya.”hentikan
permainanmu sam. Ini bukan waktunya!”
Pemuda itu menyeringai dan menghentikan aksinya. Ia menarik
tangannya dan hanya menatap nur dengan tatapan menjijikan. Dalam hatinya, nur
mengucap syukur karena pemuda itu mau menghentikan perbuatan kurang ajarnya.
“tolong jangan serahkan saya ke tante viola om. Pliss om!”lirih
nur memohon belas kasihan om pendi.
Om pendi tertawa terbahak-bahak. Ia menatap nur dari kaca
spion dan berkata.”utangmu belum lunas kepada tentemu yang baik hati itu. Mana mungkin
aku mau mencarimu kalau bukan demi viola sayangku.”
“om, saya ingin berhenti dari perbuatan hina saya selama ini.
Aku tahu aku punya uang dan aku tak ada niatan tidak membayarnya. Jadi, tolong
lepaskan saya om. Biarkan saya mencari pekerjaan yang sesuai dengan nurani
saya.”nur kembali memelas. Ia berharap om pendi merasa kasihan dan luluh
hatinya.
“kau pikir aku akan merasa kasihan kepadamu nur. Kamu adalah
asset berharga untuk saya. Jika viola
tak mempunyai gadi cantik sepertimu, maka viola tak akan pernah membagiku uang.
Jadi nur…”ujarnya dengan senyum licik.”kau sangat berarti bagi kelangsungan
hidup viola dan….hidupku!”
Nur terdiam. Ketakutan semakin menyelimuti hatinya. Ia memasrahkan
urusannya kepada sebaik-baik pemberi urusan. Allah swt.
“jika sampai viola tertangkap polisi, maka aku juga kena
getahnya.”pungkas om pendi. Kali ini tanpa melirik nur. Ia mengucapkannya
dengan enteng dan mempercepat laju mobilnya.
Nur kembali merapal doa perlindungan dan ayata kursi
diantara degup jantungnya yang tak karuan.
No comments:
Post a Comment