Bukan main baiknya ustadzah aminah. Ia bahkan memperlakukan
nur seperti anaknya sendiri. Kemarin ia membawa nur ke mall dan membelikannya
pakaian dab sepatu. Selain itu di rumah tak pernah kurang apa pun. Nur selalu
dilayani layaknya seorang anak. Apalagi bibi minah, ia selalu memanggil nur
dengan panggilan non, layaknya terhadap anak majikan sendiri. Diperlakukan
seperti itu tentu nur merasa jengah dan tak enak sendiri. Dengan halus ia
meminta bi minah untuk tidak terlalu mengkhawatirkan dirinya. Nur tak ingin
merepotkan bi minah dengan mencucikan pakaiannya yang kotor. Bi minah hanya
tersenyum.”nggak apa-apa.”jawabnya pendek.
Walau nur tidak dituntut apa-apa, tapi dia tahu diri. Nur
merasa berkewajiban untuk membantu ustadzah dan bi minah. Sering ia tanpa
sepengetahuan bi minah mencucikan piring-piring kotor di bak pencucian atau
memasukan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci dan mencucinya hingga tuntas.
Kadang bi minah terlongo ketika melihat pekerjaannya sudah ada yang mengerjakan
dengan sempurna. Nur merasa puas. Ia beranggapan, kebaikan ustadzah sudah lebih
dari cukup. Maka sudah selayaknya ia membalas dengan apa yang ia mampu.
Ustadzah aminah adalah seorang janda. Suaminya yang juga
seorang da’I meninggal dua tahun yang lalu karena penyakit komplikasi jantung
dan hipertensi. Otomatis ustadzah khodijah mengemban amanah dakwah dari
almarhum suaminya. Hampir setiap lima kali dalam seminggu ustadzah aminah harus
keluar untuk mengisi pengajian ibu-ibu di daerah ibu kota Jakarta dan
sekitarnya.
“ibu nggak cape setiap hari bolak-balik mengisi
pengajian?”Tanya nur pada suatu hari.
Ustadzah aminah tersenyum mendengar pertanyaan nur.”nur,
kalau orientasi hidup kita hanya untuk allah, semuanya akan terasa ringan.
Memang beban ada, tapi allah menolong kita dengan selalu menguatkan hati
hamba-Nya. Lagi pula, allah menjamin setiap orang yang berada di jalan
dakwah.”terangnya.
Nur hanya mangut-mangut.
“nur mau jadi ustadzah?”Tanya ustadzah aminah disertai
seringai jahil.
Nur terperanjat. Sejurus kemudian ia tertawa.”ada-ada saja
ah. Mana mungkin orang seperti saya jadi ustadzah. Ngurus diri sendiri saja
belum bisa, apalagi ngurus umat. Lagi pula….”ujar nur menggantung kalimatnya.
“lagi pula apa nur?”
“masa lalu saya bukan wanita yang baik. Mana mungkin
orang-orang akan mendengarkan kata-kata mantan seorang__”nutr tidak menuntaskan
kata-katanya karena tangan ustadzah aminah membungkam mulutnya.
“jangan katakana itu nur. Kamu harus belajar melupakan masa
lalu. Masa depan masih terbentang luas di hadapanmu. Tak ada kata terlambat.
Allah tak akan menyia-nyiakan hambanya yang bertobat.”terang ustadzah dengan
tatapan tajam.
Nur menghela nafas.”saya menyadari hal itu bu.
Tapi…sepertinya menjadi ustadzah itu terlalu mengada-ngada untuk saya.”
Ustadzah aminah tersenyum lebar.”ya siapa tahu kamu
melanjutkan perjuangan ibu. Tapi sudahlah, jangan terlalu dipikirkan ya. Ibu
tadi hanya bercanda.oh iya, kamu mau nggak nemenin ibu ke pengajian. Dari pada
kamu diam di rumah dan nggak ada kerjaan.”
Nur merasa bimbang. Tapi tak ayal dia mengganggukan
kepalanya.
Sore itu juga nur ikut dengan ustadzah aminah untuk mengisi
pengajian ke daerah kebayoran lama. Sebelumnya, ustadzah memberinya sesetel
gamis dan kerudung lebar untuk dipakainya ke pengajian. Nur merasa terharu
ketika mengikuti pengajian di sebuah masjid. Pesertanya yang semua ibu-ibu
sudah menunggu ustadzah aminah. Nur berbaur dengan para jamaah dan ikut duduk
di shaf depan. Tiba-tiba hatinya merasa rindu dengan emak. Ia jadi teringat
masa kecilnya dulu. Nur selalu ikut emak ke pengajian di surau kampong setiap
jum’at pagi. Ia merasakan suasani yang sama dan merasa ada aura yang berbeda.
Aura kehidupan yang lebih bermakna ketika mendengar lantunan shalawat dan ayat
qur’an yang terlantun sebelum ceramah dimulai. Nur berkaca-kaca.
Nur merasa yakin bahwa allah menskenariokan kehidupannya
seperti ini. Syukur tak henti ia panjatkan karena karunia-Nya yang begitu
agung. Karena rahmatnya ia bisa mengenal yadi, ibu aminah dan berkumpul dengan
orang-orang soleh di majlis pengajian.
****
nur merasa ada gelagat tidak baik. Ia melirik kaca spion
dengan hati yang berdebar-debar. Ibu ustadzah aminah yang sedang menyetir menghentikan kijang inovanya dan menatap nur
dengan tatapan heran.”ada apa nur, kok dari tadi kamu menengok ke belakang terus.?”
Nur menggigit bibirnya.”ada orang yang sedang mengikuti kita
bu?”
Ustadzah aminah mengerutkan keningnya dan menatap ke
belakang.”mana nur?”
Nur berbisik.”yang mobil merah itu bu.”
“kamu yakin mobil merah itu mengikuti kita? Lalu apa perlu
mereka mengikuti kita.”Tanya ustadzah aminah sembari menatap nur.”memangnya
kita buronan.”
“saya buronan tante viola, majikan saya. Bisa jadi orang itu
suruhan tante viola untuk mencari keberadaan saya.”terang nur dengan hati
dilanda was-was.
Ustadzah aminah menghela nafas. Ia menghidupkan kembali
mobilnya.”mana mungkin mereka tahu keberadaanmu nur. Kan tak ada yang tahu
dimana kamu bersembunyi kecuali yadi dan sahabatmu.”
“bisa saja kan mereka melihat saya ketika keluar rumah.”ujar
nur dengan nada khawatir. Ia kembali menengok kea rah belakang.”lihat! mereka
terus mengikuti kita bu.”
Ustadzah aminah tampak gemas. Ia juga bisa melihat mobil
merah itu melaju beberapa meter di belakang mereka.”kita harus melakukan
sesuatu!”
Nur menatap ustadzah aminah.”apa?”
Ustadah aminah mempercepat laju kendaraannya. Kebetulan
jalanan lenggang. Tapi tetap saja mobil merah membuntuti di belakang dengan
kecepatan yang sama. Nur merasa frustasi. Ia tak tahu bagaimana jadinya nanti.
Dalam hatinya ia merasa bersalah telah merepotkan ustadzah aminah dalam hal
ini.”maafkan saya bu. Secara tidak langsung saya telah membawa-bawa ibu pada
masalah yang saya hadapi.”
“sudah selayaknya ibu menolongmu nur.”jawab ustadzah aminah. Matanya masih terfokus ke depan.”kita akan menuju kantor polisi nur.”
“sudah selayaknya ibu menolongmu nur.”jawab ustadzah aminah. Matanya masih terfokus ke depan.”kita akan menuju kantor polisi nur.”
Nur hanya diam dan tak memberikan komentar apa-apa.
Dua pulu menit kemudian mereka sudah sampai ke kantor
polisi. Namun ustazah aminah tidak juga turun dari mobil.”kita tunggu saja
disini. Siapa tahu mereka merasa ciut nyalinya ketika melihat kita kesini. “ujarnya
sembari menatap kea rah belakang. mobil merah itu terparkir di seberang jalan.
Seakan menunggu ustadzah aminah keluar dari mobil.
“kenapa tidak langsung melapor ke polisi saja?”Tanya nur.
“itu konyol namanya nur. Bisa saja kita melapor dan polisi itu
menganggap kita kurang kerjaan hanya dengan mencurigai tanpa bukti yang jelas.
Bisa jadi polisi memanggil orang yang mengikuti kita dan orang itu akan berkata
ia hanya ingin pulang ke rumah. Dan apa dia bilang nanti?”
“Nur menggeleng?”
“rumahku di daerah anu dan setiap hari aku melewati jalan
ini. Saya nggak terima dituduh macam-macam sama ibu aminah ini!”ujar ustadzah
aminah berasumsi.
Nur kembali menatap ke belakang, tapi sejurus kemudian mobil
itu sudah meluncur pergi.”mereka pergi dari sini bu.”
“kita tunggu sampai dua puluh menit lagi. Siapa tahu mereka
menunggu kita di depan sana.”ujar ustadzah aminah sembari menunjuk kea rah
jalan yang dilalui.
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu jendela. Tukang parkir
depan kantor polisi.”ibu, ada keperluan apa? Dari tadi di dalam terus?”
“oh tidak, saya hanya kelelahan.”jawab ustadzah aminah
gelagapan.
“jangan parkir disini atuh bu. Ini mah tempaat parkir khusus
yang ada kepentingan.”ujar petugas parkir itu dengan muka masam.
Ustadzah aminah tersenyum lebar.”saya akan berangkat
pa.”ujarnya sembari merogoh saku abayanya dan memberikan uang dua ribuan untuk
membayar parkir. Petugas parkir itu tersenyum tipis tanpa mengucapkan
terimakasih sepatah katapun. Nur merasa geram. Tapi ia lihat ustadzah aminah
tersenyum ramah ke tukang parkir dan segera mengeluarkan mobilnya dari area
parkir.
“mudah-mudahan mereka sudah pergi dan tidak tertarik untuk
mengikuti kita terus.”harap ustazah aminah.”kita harus selalu berdoa kepada
allah untuk melindungi kita dari niatan orang-orang yang berniat jahat terhadap
kita nur. “
Nur mengangguk mengiyakan apa yang dinasihatkan ustadzah
aminah kepadanya.
“hanya allah yang member perlindungan yang sempurna terhadap
hamba-Nya. Tak heran rasulullah menganjurkan kita untuk berdoa meminta
perlindungan di setiap pagi dan sore nur. Rasulullah menyuruh kita untuk
membaca surah alikhlas, alfalaq, an-nas dan ayat qursi setiap pagi dan petang.
Kamu tahu kan ayat qursi?”
Nur kembali mengangguk dan memperhatikan apa yang dikatakan
ustadzah aminah dengan seksama.
“selain itu kita harus membaca doa perlindungan. Audzubi
kalimatillahit taammati min syarri maa khalaq. Aku berlindung dengan kalimat
allah yang sempurna. Dari kejahatan makhluk yang dia ciptakan. Nanti ibu ajarin
deh.”pungkas ustadzah aminah.
“sepertinya mereka tidak mengikuti kita lagi.”ujar nur.
“ya, semoga mereka tidak menemukan kamu. Kalau begitu, demi
keamanan, kamu tidak usah keluar rumah nur. Kamu diam saja di rumah.”
“sampai kapan bu?”Tanya nur dengan nada khawatir.
“sampai kapan bu?”Tanya nur dengan nada khawatir.
“sampai keadaan aman. Tapi sekali lagi, kamu tak usah
khawatir. Kiamu harus semakin mendekatkan dirimu sama allah.”
No comments:
Post a Comment