Sebut saja namanya A. Dia menikah karena keinginan dirinya sendiri, bukan karena dipaksa. Sebelum menikah, dia memiliki kecenderungan tertarik terhadap sesama jenis. Dia belum pernah melakukan hubungan dengan lelaki mana pun. Setelah menikah, dia mengaku bisa mencintai istrinya. Dia juga memiliki anak. Dia mengaku tidak ada lagi ketertarikan dengan sesama jenis. Terkadang memang ada ketertarikan, tapi tidak sebesar dulu.
Sebut saja namanya B. Dia juga menikah karena keinginan sendiri dan dia juga mengidap SSA dan pernah memiliki hubungan spesial dengan sesama lelaki. B berpikir bahwa pernikahan bisa menyembuhkan orientasi seksualnya. Dia berpikir bahwa ketika dia sudah punya istri, dia memiliki tempat yang sah untuk menyalurkan hasratnya. Dia berpikir itu mudah. Tapi ternyata semua tidak semudah yang dibayangkan. Awalnya, hubungan romantisme dia dengan sang istri memang luar biasa. Panas dan menggelora. Tapi seiring berjalannya waktu, dia kembali mengingat hubungannya dengan sesama lelaki. Dia kemudian mulai membanding-bandingkan. Dia kemudian mulai menghubungi kekasih-kekasih sesama jenisnya. Terjerumus kembali. Bahkan lebih menjadi meski sudah punya anak dan istri. Ternyata dia salah besar. Menikah tidak bisa menyembuhkan orientasi seksualnya.
Sebut saja namanya C. Dia tidak pernah berpikir untuk menikah karena dia tahu dia memiliki orientasi belok dan tidak pernah memiliki hasrat terhadap lawan jenis. Tapi tuntutan keluarga berkata lain. Ibunya selalu meneror dia tentang kapan menikah dan memberinya cucu. Dia akhirnya terpaksa menikah. Dijodohkan oleh orangtua. Pernikahan yang terpaksa itu hanya meninggalkan luka di kedua belah pihak. Luka di hatinya. Luka di hati istrinya yang tidak pernah disentuh. Luka itu semakin menjadi ketika istrinya tahu bahwa suaminya seorang gay.
Jika saya baca dengan seksama curhat atau tulisan teman-teman di grup 'Peduli Sahabat' dan 'Menanti Mentari', dua grup yang menjadi wadah mereka yang telah atau ingin hijrah dari dunia pelangi dan para istri yang memiliki suami belok, saya bisa menyimpulkan bahwa SSA tidak akan bisa otomatis sembuh dengan menikah. Tapi SSA bisa sembuh dengan kesadaran dan ketakwaan.
Jadi, jangan pernah berani coba-coba untuk menikah demi kesembuhan. Sembuhkan dulu mentalmu. Sembuhkan dulu pola pikirmu, baru kemudian menikah. Agar tak ada lagi rasa sakit di hatimu dan di hati yang ditakdirkan menjadi istrimu.

No comments:
Post a Comment