25 Jan 2018

Sang Dokter

Seorang dokter dengan cepat memasuki ruang operasi setelah mendapat panggilan dari rumah sakit. Ada pasien yang kritis dan membutuhkan penanganan segera. Ia berganti pakaian dan masuk ke ruang operasi. Dalam perjalanan, ia melihat orang tua pasien yang berjalan mondar-mandir dengan ekspresi wajah cemas dan gelisah.

Setelah melihat kedatangan dokter, ayah pasien berkata dengan suara keras, “Dokter, kenapa Anda lama sekali datangnya? Tak tahukah Anda anakku sedang kritis? Apa Anda tidak punya rasa tanggungjawab sebagai seorang dokter?”

Dokter tersenyum dan memberikan jawaban, “Maafkan saya karena sedikit terlambat. Saya tidak berada di rumah sakit, jadi saya berusaha datang secepat mungkin. Saya harap bapak tenang. Sekarang saya akan kerjakan tugas saya.”

“Anda minta saya tenang?” tanya sang ayah dengan geram. “Bagaimana kalau Anda mengalami apa yang saya alami sekarang? Apakah Anda bisa tenang? Kalau sampai anak Anda tewas, apa yang akan Anda lakukan?”

Dokter tersebut tetap tersenyum dan berkata, “Kalau memang seperti itu, aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Saya tidak bisa melawan kehendak Tuhan. Dokter tidak bisa menyelamatkan nyawa manusia jika Tuhan tidak mengizinkan. Saya akan melakukan yang terbaik dan berdoalah semoga semuanya berjalan lancar.”

Ayah pasien membalas, “Memberi nasihat memang gampang ketika Anda tidak sendiri tidak pernah mengalaminya.

Sang dokter tidak berbicara lagi karena waktu sangat berharga. Ia langsung memasuki ruang operasi. Beberapa jam kemudian, dokter tadi keluar dari ruang operasi dengan wajah tersenyum puas. Lalu ia memberitahu orangtua pasien, “Anak Anda berhasil melewati masa kritis. Sekarang dia baik-baik saja. Kalau Anda punya pertanyaan, tanyakan saja pada perawat.” Lalu ia pergi berlalu.

“Kenapa dokter itu sombong sekali? Dia bahkan tidak bisa menungguku bertanya tentang keadaan anakku lebih detil. Dokter apa-apaan ini!” umpat ayah pasien dengan keras pada seorang perawat yang datang beberapa saat kemudian.

Perawat tersebut menjawab, “Anaknya baru meninggal kemarin dalam kecelakaan lalu lintas. Dia sedang menghadiri pemakaman anaknya saat kita menghubunginya untuk melakukan operasi pada anak Anda.”

Ayah pasien hanya bisa tertunduk lesu menahan malu.

***

Tiap kali terkena masalah, jangan berpikir bahwa orang lain juga tidak punya masalah. Mereka juga punya masalahnya sendiri. Kadang beberapa dari mereka memiliki beban masalah yang jauh lebih berat. Hanya saja mereka tidak memberitahu kita. Sayangnya kita sering membuat kesimpulan sepihak yang tidak benar sama sekali.

Saat terkena masalah, kita sulit berpikir jernih. Ketika kita sedang bermasalah atau mengalami masalah yang sangat kritis, kita cenderung bersikap self-centered. Self-centered adalah sikap di mana kita adalah segalanya dan kita adalah yang paling benar. Kitalah orang yang paling menderita yang membutuhkan kepedulian orang lain. Contohnya adalah ayah si anak dalam cerita di atas.

Ketika anaknya sedang kritis dan harus segera dioperasi, semuanya terasa salah. Ketika dokter berusaha datang secepat mungkin, ia menunduh dokter lamban dan tidak bertanggungjawab. Ketika dokter berusaha menghibur, ia menganggapnya sebagai omong kosong yang tidak berguna. Mereka tidak tahu kalau dokter tersebut baru saja menghadapi kenyataan pahit yaitu kematian anaknya. Mereka tidak bisa melihat ke sana karena terlalu fokus pada diri sendiri dan dunianya. Itulah self-centered.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment