22 Jan 2018

Cangkir dan Kopi

Sumber gambar: pixabay

Suatu ketika, beberapa orang murid mengunjungi gurunya. Mereka adalah alumni yang sudah terjun ke masyarakat dengan profesinya masing-masing. Awalnya perbincangan mereka sangat menyenangkan. Namun tiba-tiba percakapan tersebut mengarah kepada keluhan mengenai pekerjaan dan hidup mereka yang penuh tekanan.

Lalu sang guru pergi ke dapur untuk mengambilkan kopi untuk para muridnya. Sang guru kemudian kembali dengan membawakan teko besar berisi kopi dan beberapa jenis cangkir yang berbeda-beda – ada cangkir kaca, porselen, plastik, kristal, ada yang terlihat biasa, ada yang terlihat murahan, ada yang mewah dan mahal, ada yang terlihat indah. Lalu sang guru menyuruh muridnya untuk mengambil salah satu cangkir tersebut dan menuangkan kopi ke dalamnya.

 Ketika masing-masing murid sudah memegang cangkir berisi kopi, gurunya berkata, “Seperti yang kalian lihat, semua cangkir yang indah dan mahal diambil oleh kalian. Yang tertinggal hanya cangkir biasa dan murahan. Tidak masalah jika kalian mengambil yang terbaik. Tapi sayangnya itulah sumber dari stres dan masalah.”

 Gurunya melanjutkan, “Kalian harus tahu cangkir ini tidak akan mengubah rasa kopi ini menjadi lebih istimewa. Cangkir tetaplah cangkir, yang tidak akan mempengaruhi isi kopi di dalamnya. Hanya cangkirnya saja yang mahal dan bahkan seringkali menyembunyikan isi di dalamnya.”

Para muridnya terdiam mendengarkan perkataan gurunya. “Sebenarnya yang kalian inginkan adalah kopi, bukan cangkirnya. Tapi yang kalian lakukan tadi adalah fokus dan mempermasalahkan cangkirnya. Kalian tanpa sadar melihat cangkirnya dan saling melihat cangkir orang lain”, gurunya menjelaskan.

“Anggap hidup kalian adalah kopi. Lalu pekerjaan, bisnis, uang dan jabatan adalah cangkir yang hanyalah menampung hidup itu sendiri. Dan jenis cangkir yang kita miliki tidaklah menentukan dan mengubah kualitas kopi yang kita minum. Artinya pekerjaan, bisnis, uang dan jabatan tidaklah menentukan kualitas hidup kita. Terkadang dengan fokus pada cangkir, kalian tidak akan bisa menikmati kopi paling mahal dan nikmat sekali pun.”

Gurunya mengakhiri dengan kutipan, “Ingatlah ini. Orang yang bahagia tidak selalu memiliki yang terbaik dalam hidupnya. Mereka hanya mampu menjadikan yang terbaik dari apa yang mereka miliki saat ini.” Para murid senang dengan jawaban yang diberikan gurunya yang bijak tersebut.
=
Seperti pada cerita di atas, dikatakan bahwa cangkir paling bagus dan mahal sekali pun tidak akan mengubah kualitas kopi menjadi lebih baik. Kopi tetaplah kopi dan cangkir tetaplah cangkir. Cangkir paling mahal belum tentu isi kopinya paling mahal dan begitu pula sebaliknya.


Lalu apa yang bisa kita petik dari cerita di atas? Apa pun yang kita miliki saat ini tidaklah sepenuhnya menentukan kualitas hidup kita. Artinya kita tetap bisa menjadikan hidup ini lebih baik dan bermakna terlepas dari apa yang kita miliki sekarang, jika kita selalu dan terus mempermasalahkan apa yang kita miliki, kita tidak akan pernah memiliki waktu untuk menikmati hidup yang telah dianugerahkan kepada kita.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment