19 Jan 2018

Bangga Menjadi Seorang Muslim

(Fatah adalah seorang mahasiswa magister yang melanjutkan S2nya di Amerika. Pagi itu fatah sedang berada di Islamic center Amerika. Dia sudah ada janji dengan seorang temannya yang baru datang dari Indonesia untuk melanjutkan study yang sama) / (terdengar suara bising orang bercakap-cakap memakai bahasa inggris dengan sesekali salam)
Fatah : kamu dimana mad (via telepon)
Ahmad : saya di dekat toko kebab turki (dalam telepon)
Fatah : baik saya akan ke sana secepatnya  (via telepon)
(Tak berapa lama kemudian, Fatah sampai di tempat yang dituju.)
Fatah : Assalamualaikum   akhi, gimana nih kabarnya.
Ahmad : Waalaikum salam..alhamdulillah. kamu sendiri gimana kabarnya?
Fatah : Alhamdulillah…sehat. Eh kita ngobrolnya di dalam aja yuk. Sekalian beli kebab. Belum makan siang kan?”
Ahmad : (tertawa) wah, kebetulan nih belum. Yuk..
(di dalam toko kebab)
Fatah: eh, ngomong-ngomong ada yang beda dari tampilan kamu
Ahmad : apanya yang beda? (sambil tertawa)
Fatah : jenggot kamu yang lebat sekarang kemana? Kok dipangkas habis?
Ahmad: oh yang itu… Anu bang, saya sebenarnya awalnya tidak niat potong jenggot. Tapi kata temen saya yang udah duluan di sini, lebih baik saya potong jenggot saja. Katanya di sini islamophobianya kuat. Liat laki-laki berjenggot aja dicap teroris.
Fatah: oh gitu…etapi, selama saya di sini aman-aman aja nih. Saya belum pernah merasakan diskriminasi. Padahal saya berjenggot lho. Istri saya bercadar malah.
Ahmad: Iya, tapi kan jaga-jaga itu perlu.
Fatah: Tapi menurut saya, intinya kamu minder dengan identitas muslim kamu. Bener kan?
Ahmad: wah, jangan suudzon dulu bang. Lagian kan jenggot itu sunnah, bukan wajib
Fatah: Oke, saya tidak mau berdebat masalah jenggot. Tapi ini masalah kepedean kita sebagai seorang muslim, mau jenggot itu sunnah kek, wajib kek, tapi kan kita harus bangga dengan kemusliman kita. Kan tadi kamu bilang, cukur jenggot karena takut disebut teroris atau ekstrimis. Nah, secara tidak langsung kan berarti takut menampakan identitas islam.
Ahmad: iya juga sih.
(tiba-tiba ada seorang  yang menyapa Fatah dan memotong pembicaraan mereka)
Native: Hi guys, how are you?
Fatah: Very well thank. And how about you Patrick?
Native : Fine. I just wana tell you. Don’t forget to visite our group discussion this evening.
Fatah: Ok, Insya Alloh.
Ahmad : Siapa dia bang.
Fatah : Nah, Mad. Yang barusan itu Namanya Patrick. Wah, ngomong-ngomong ini pas nih sama masalah yang lagi kita omongin. Gini, awalnya dia tuh benci banget sama yang namanya orang muslim. Dia kan satu fakultas sama saya Mad. Tiap hari dia ngebuly saya dan teman-teman kita yang muslim.
Ahmad : tuh kan bener bang yang saya bilang. Islamophobia .
Fatah : Emang benar apa yang kamu katakan Mad. Tapi jangan sampai kita kalah dengan keadaan. Kalau pola pikirnya lemah seperti itu, nggak mustahil banyak wanita yang melepaskan hijab hanya karena takut, banyak laki-laki yang malu berjenggot atau pake peci hanya karena takut menampakan keislaman. Termasuk kamu.
Ahmad : hehe
(suara langkah kaki mendekat)
Pelayan : Here sir, happy to enjoy our dishes.
Ahmad : thank
(Suara gelas dan piring yang disimpan di atas meja)
Fatah : Jadi gini Mad, Kita jangan hanya terpaku bahwa identitas muslim yang melekat di badan kita menjadi hambatan. Maka solusinya, tampakan akhlak yang baik. Tampakan rasa hormat tanpa pernah merendahkan harga diri sendiri.
Ahmad : ok, saya setuju bang
Fatah : Contohnya kasus Patrick yang tadi saya ceritain. Saya dan teman-teman selalu menyikapinya dengan woles. Nggak dibawa serius. Lama-lama dia bosan, dan malu. Bagaimana nggak malu coba, setiap kali berpapasan kita selalu memberinya senyuman dan menyapanya, ‘what up bro’
Ahmad : jadi dia berhenti ngebuly gara-gara say helo dan senyuman?
Fatah : Nggak juga sih. Awalnya ejekan dia berkurang. Dia lebih sering menghindar. Hingga suatu hari tiba-tiba dia datang dan minta maaf. Ujung-ujungnya ngajak kita diskusi. Dan Alhamdulillah, walaupun dia belum islam, tapi dia sudah berpikir positif terhadap islam dan kaum muslimin. Tidak seperti yang dia pahami selama ini.
Ahmad : Syukurlah kalo begitu
Fatah : Intinya mad, kita jangan merasa minder dengan identitas muslim kita. Tampakanlah identitas kita apa adanya. Pede dengan keislaman kita. Orang, lambat laun akan menilai kita dari akhlak kita. Dari apa yang kita beri dan apa peran kita di masyarakat. Kan banyak kisah, orang-orang musyrik yang awalnya membenci Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam, justru jatuh cinta kepada islam setelah bertemu dengan Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam. Contohnya kisah Adi Bin Hatim.
Ahmad : Oke deh bang. Makasih banyak atas wejangannya.
Fatah : Masama, eh, ngomong-ngomong, nanti malam kamu bisa ikut grup diskusi di rumah Patrick. Saya jamin, nanti punya pengalaman baru yang berkesan.
Ahmad; Insya Allah.

(suara-suara pengunjung toko yang berdengung)
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment