12 Jun 2019

Seimbang Antara Dunia dan Akhirat



Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
 (Al-Quran 28:77)

Kita hidup di dunia sehingga tidak bijak jika kita melupakan dunia, dan terminal akhir yang kita tuju adalah akhirat sehingga bodoh jika kita tidak mempersiapkan bekal untuknya.  Tapi pada kenyataannya betapa banyak orang yang salah kaprah dalam menyikapi kehidupan dunia dan akhirat.
Ada segelintir orang yang begitu sibuk dengan urusan akhirat sehingga dia melupakan dunia. Dia berpikir bahwa ibadah hanya melulu tentang shalat, puasa,  dzikir dan khalwah (menyendiri) demi memuji Allah subhanahu wata'ala. Dia berpikir bahwa berniaga, mencari nafkah untuk keluarga dan mencari harta tidak termasuk ke dalam definisi ibadah.

Bukankah Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam berniaga sejak belia? Beliau ikut kafilah dagang pamannya, Abi Thalib. Pun setelah tumbuh menjadi seorang pemuda, Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam berniaga dengan menjual barang dagangan Khadijah Radiyallahu anha hingga tanah Syam. Lalu kita juga mengenal Abdurrahman bin Auf yang ulung dalam berniaga. Juga Utsman bin Affan yang hartanya jangan ditanya, selalu melimpah.

Bukankah Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam juga  pernah bersabda bahwa sebaik-baik sedekah adalah nafkah terhadap keluarga? Bukankah dengan begitu, kita mencukupi kebutuhan keluarga adalah sebuah ibadah yang agung.

Bukankah kita bersedekah, zakat, umrah dan haji membutuhkan harta yang tidak sedikit? Bukankah umat juga membutuhkan uluran tangan saudara-saudaranya yang memiliki harta yang lebih? Bukankah banyak saudara kita yang kesusahan? Lalu siapa yang akan memberikan mereka  kesejahteraan kalau bukan kita? Lalu darimana mereka berpikir bahwa berurusan dengan emas, uang dan harta perniagaan sebagai bentuk berpalingnya hati dari akhirat? Sungguh pemikiran yang sempit.
Ketika kita berniaga dengan niat untuk menafkahi keluarga, menjaga kehormatan diri dari meminta-minta terhadap orang lain, untuk beribadah dan untuk menolong umat, maka disitu tersimpan niat yang angung dan suci. Dan insya Allah pahala akan terus mengalir selama  ikhitar kita dalam mencari rezeki-Nya.

Kebalikan dari para ‘sufi ekstrim’ yang tidak mau bekerja,  ada juga kelompok manusia yang terlena dengan kehidupan dunia sehingga melupakan akhiratnya. Ini adalah kelompok mayoritas yang terbius oleh gemerlap dunia yang begitu memabukan.  24 jam waktunya habis untuk memikirkan bagaimana supaya bisa mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.  Bagaimana supaya rekeningnya selalu penuh dan bisa memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Istrinya selalu meminta uang belanja. Anaknya meminta gadget dan kendaraan keluaran terbaru. Dia sendiri terobsesi untuk membangun rumah baru yang lebih besar.

Dia lupa bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Dia juga abai bahwa waktu, usia dan kesehatan adalah anugerah Allah subhanahu wata'ala yang harus disyukuri. Allah telah memberikan apa yang dia inginkan dan apa yang dia butuhkan, tapi dia lupa kepada Sang Pemberi Rezeki dan kehidupan. Sehingga dia lupa kampung halaman yang akan dia tuju. Dia melupakan kehidupan akhiratnya yang lebih kekal.

Karena hatinya telah terkunci dari mengingat Allah subhanahu wata'ala, maka dia pun melupakan apa yang telah Allah syariatkan. Dia lupa mana yang halal dan yang haram. Dia abaikan aturan dan nilai sehingga semuanya halal bagi dirinya. Korupsi, suap menyuap, dan berbagai macam bentuk kefasikan lainnya dia lakukan dengan hati yang tak pernah merasa bersalah. Dia merasakan kebebasan untuk melakukan apa pun yang dia mau.

Maka tak heran jika Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam bersabda, “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” (HR. Muslim)

Begitulah, manusia terbius oleh harta dan dibuat mabuk olehnya. Banyak sekali yang terjerumus ke dalam kubangan harta dunia sehingga dia tidak lagi ingat dengan Allah subhanahu wata'ala layaknya Qarun yang tidak lulus dari ujian berupa harta kekayaan yang melimpah.

Jauh-jauh hari, Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam tercinta telah mewanti-wanti kita dari godaan harta dunia yang membuat kita terlena dan melupakan akhirat sebagai kampung halaman kita.

Dari Ka’ab bin ‘Iyadh radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, sedangkan fitnah ummatku adalah harta” (HR. Tirmidzi)
Pertama kita telah berbicara tentang segelintir manusia yang tenggelam dalam peribadatan sehingga lupa untuk mencari kehidupan dunia. Kedua kita juga telah berbicara tentang mayoritas manusia yang terlena dengan kehidupan dunia sehingga lupa terhadap kampung  akhirat, maka yang terakhir kita akan berbicara tentang mereka yang susah payah mencari kehidupan dunia dengan mengorbankan akhiratnya. Sayangnya, mereka tidak mendapatkan kehidupan dunia yang menghiasi angan dan harapan mereka. Mereka melupakan akhirat demi dunia, tapi tidak juga mendapatkan dunia yang mereka idamkan. Pada akhirnya, sengsara di dunia, sengsara juga di akhirat kelak. Naudzubillah.

Golongan yang ketiga ini adalah mereka yang bodoh terhadap kehidupan akhirat dan hanya mengisi hari-harinya dengan mimpi dunia yang tidak bisa mereka gapai. Mereka persis seperti orang-orang di sekeliling Qarun yang merasa kagum dengan harta benda, emas dan perak yang dimiliki Qarun. Sehingga mereka baru tersadar dari kekeliruannya setelah Allah subhanahu wata'ala menenggelamkan Qarun.
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)". (Quran surat al-Qasas ayat 82)

Untuk golongan ketiga ini Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam telah memberi nasihat dengan nasihatnya yang sungguh indah. Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam bersabda, 

“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian -dalam hal dunia- dan janganlah kalian melihat orang yang lebih di atasnya. Karena sesungguhnya hal itu akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat yang Allah berikan kepada kalian” (HR. Muslim)
Seorang muslim yang ideal adalah mereka yang memiliki sikap al-wasathiyah. Dia berada di tengah-tengah dengan sikap moderat yang proporsional dan elok. Dia tidak berat sebelah dalam urusan dunia dan akhiratnya. Dia tidak terjerumus dalam sikap ekstrim layakanya segelintir kaum yang hanya beribadah saja atau mayoritas manusia yang hanya disibukan oleh dunia. Dia tidak melupakan akhiratnya sebagai kampung halamannya yang kekal. Dia juga tidak melupakan dunia karena disinilah dia hidup dan di dunia pula dia menyiapkan bekal untuk akhirat. Dia juga tidak merasa sedih dengan dunia yang luput darinya. Dia yakin bahwa Allah subhanahu wata'ala sudah mengatur rezeki bagi para hamba-Nya. Dia tidak memenuhi angan dan mimpinya dengan dunia, tapi justru dia menyibukan dengan mimpi kehidupan akhirat disertai dengan amal ibadah yang mumpuni. Neraca dunia dan akhiratnya seimbang dan tidak pernah berat sebelah. Bahkan keseimbangan itu ada karena dia menggunakan dunia untuk membeli akhiratnya. Dia menggunakan hartanya di jalan yang telah diridhai oleh Allah subhanahu wata'ala. Tidak sudi mengeluarkan harta untuk kemakasiatan walau hanya secuil.

Bagi mukmin yang memiliki keimanan yang sejati, dunia tidak diletakan di hati, tapi di genggaman tangan yang bisa digenggam dan dilepas kapan pun dia mau. Maka tak heran jika Abu Bakar ash-Shidiq Radiyallahu anhu pernah berdoa kepada Allah subhanahu wata'ala, “Ya Allah, letakan dunia di tanganku, jangan kau letakkan dunia di hatiku.”

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment