Introspeksi diri memang perlu, tapi jangan
sampai terlalu menyalahkan diri sendiri."
Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab,
itu akan memudahkan hisab kalian kelak. Timbanglah amal kalian sebelum
ditimbang kelak. Ingatlah keadaan yang genting pada hari kiamat,( Umar bin Khatab)
Tak semua orang yang mmbencimu mengatakan hal
yang salah tentangmu, Terkadang mereka mengatakan yang sebenarnya. Oleh karena
itulah engkau harus selalu intropeksi diri.
Muhasabah (intropeksi diri) adalah salahsatu hal yang dianjurkan
bagi hamba yang menginginkan kualitas hidup yang lebih baik. Dengan muhasabah
dia akan semakin dekat kepada Allah subhanahu wata'ala karena dia menyadari
kesalahannya, mengetahui kekurangannya, dan menginsafi kelemahannya. Dia akan
mengerjakan apa yang terlewat dari kewajiban, menambal dari apa yang kurang dan
mentaubati apa yang telah berlalu. Dengan muhasabah dia juga akan menatap masa
depan dengan tatapan yang hati-hati dan optimis. Dia akan belajar dari masa kemarin
sehingga tidak ada lagi jatuh ke dalam lubang yang sama.
Dia selalu mengingat apa yang telah Allah subhanahu wata'ala firmankan
di dalam al-Quran,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).
Hari esok bagi seorang muslim adalah misteri,
karena hanya Allah Subhanahu wata'ala yang Maha Tahu tentang masa depannya. Akan
tetapi dia bisa merencanakannya. Dia tidak tahu apakah dia akan menjadi ahli
surga atau ahli neraka, tapi dia bisa merencanakannya. Jika dia ingin menjali
ahli surga, maka beramal baik dengan sungguh-sungguh.
Dia menyadari bahwa dirinya tidak akan lepas
dari pengawasan malaikat pencatat amal. Sementara amal-amalnya direkam dalam
catatan amal tersebut sebagai bukti di hari penghisaban kelak. Dimana dia akan
berdiri mempertanggung jawabkan perbuatannya, dihitung amal-amalnya dan
diputuskan dimana dia akan tinggal, di neraka atau di surga. Oleh karena
itulah, seorang hamba yang selalu menafakuri hal ini selalu ingat dengan hadits
ini,
“Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser
pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk
apa dihabiskannya, tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya,
dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang
dilakukan dengan ilmunya itu.” (HR. Tirmidzi).
Bagaimana Aku Bermuhasabah
Muhammad bin Wasi’ rahimahullah pernah
berkata, “Andaikan dosa itu memiliki bau, tentu tidak ada dari seorang pun yang
ingin duduk dekat-dekat denganku.”
Lihatlah, bagaimana Muhammad bin Wasi’ begitu
menyadari betapa dirinya tidak lepas dari kekurangan, cacat dan aib sehingga
dia tidak merasa takjub dengan dirinya. Inilah buah dari muhasabah yang selalu
berkesinambungan. Setidaknya, ada beberapa tahapan bermuhasabah yang harus kita
tahu.
Pertama: Mengoreksi diri dalam hal wajib,
apakah punya kekurangan ataukah tidak. Karena melaksanakan kewajiban itu hal
pokok dalam agama ini dibandingkan dengan meninggalkan yang haram. Jika masih
ada perkara wajib yang kita tinggalkan, maka segera bertaubat kepada Allah Subhanahu
wata'ala dan berjanji untuk melaksanakannya.
Kedua: Mengoreksi diri dalam hal yang haram,
apakah masih dilakukan ataukah tidak. Jika masih ada perkara-perkara haram yang
masih kita kerjakan, maka segera tinggalkan. Jika ada barang haram yang masih
kita miliki, maka lepaskanlah.
Ketiga: Mengoreksi diri atas kelalaian yang
telah dilakukan. Contoh sibuk dengan permainan dan menonton film yang sia-sia
atau berbicara yang tak ada manfaatnya. Segera hindari penyebabnya, hindari
hal-hal yang bisa menjerumuskan kita kepada perkara yang sia-sia.
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak
bermanfaat” (HR. Tirmidzi)
Keempat: Mengoreksi diri dengan apa yang
dilakukan oleh anggota badan, apa yang telah dilakukan oleh kaki, tangan,
pendengaran, penglihatan dan lisan. Cara mengoreksinya adalah dengan
menyibukkan anggota badan tadi dalam melakukan ketaatan.
Kelima: Mengoreksi diri dalam niat, yaitu
bagaimana niat kita dalam beramal, apakah lillah ataukah lighairillah (niat
ikhlas karena Allah ataukah tidak). Karena niat itu biasa berubah,
terombang-ambing. Karenanya hati itu disebut qalb, karena seringnya
terombang-ambing.
Kapan Aku Bermuhasabah
Hendaknya seorang muslim melakukan muhasabah
di setiap harinya. Mengenai waktunya, Ibnu Qayyim berkata, “Muhasabah itu
dilakukan sebelum melakukan perbuatan dan setelah melakukan perbuatan.”
Demikian beliau terangkan dalam kitabnya Mukhtashar Minhajul Qashidin.
Muhasabah sebelum melakukan perbuatan artinya
seorang muslim berhenti sebelum melakukan sesuatu atau amal perbuatan. Dia tidak
langsung melakukannya sampai jelas statusnya. Setidaknya ada tiga pertanyaan
yang harus dia jawab sebelum benar-benar melakukannya,
Pertama, apakah perbuatan yang akan dia
lakukan mampu dia kerjakan? Jika dia tidak mampu melakukannya maka dia berhenti
dan tidak melakukannya. Tapi kalau mampu, maka dia berhenti lagi untuk melihat
apakah melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya, atau meninggalkannya
lebih baik daripada dilakukan? Apakah dia membutuhkan bantuan orang lain? Jika memang
dia membutuhkan bantuan, hendaknya dia tidak melakukannya sebelum ada orang
lain yang bisa membantunya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menahan diri untuk berjihad ketika di Makkah hingga beliau mendapatkan orang
yang membantunya dan punya kekuatan.
Kedua, apakah perbuatan itu sesuai syariat?
Jika memang perbuatan itu tidak bertentangan dengan syariat, maka dia akan
melanjutkannya. Akan tetapi jika ternyata perbuatan tersebut bertentangan
dengan syariat, maka mau tidak mau dia harus membatalkannya.
Ketiga, apakah perbuatan itu akan dilakukan
ikhlas karena Allah atau karena selain Allah Subhanahu wata'ala. Al-Hasan
rahimahullah mengatakan, “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati seorang
hamba yang berhenti (untuk muhasabah) saat bertekad (untuk berbuat sesuatu).
Jika (amalnya) karena Allah subhanahu wa ta’ala, maka ia terus melaksanakannya
dan jika karena selain-Nya ia mengurungkannya.”
Sementara itu, untuk muhasabah setelah melakukan
perbuatan dapat dicek melalui apakah perbuatannya sesuai syariat dan apakah
dilakukan ikhlas karena Allah. Menurut Ibnu Qayyim muhasabah setelah melakukan
perbuatan ini ada tiga macam.
Pertama, muhasabah atas ketaatan yang
diabaikan. Kedua, muhasabah atas setiap perbuatan yang apabila ditinggalkan
lebih baik daripada dilakukan. Ketiga, muhasabah atas perbuatan yang mubah yang
tidak dilakukannya.
Kesadaran Diri
Muhasabah membuat kita sadar bahwa masalah
yang kita hadapi terkadang bukan datang dari luar diri kita, tapi justru datang
dari diri kita. Dengan muhasabah kita bisa memahami bahwa ada yang harus
dirubah dalam jiwa kita, harus ada yang diluruskan dalam cara dan metode, atau
mencari jalan lain untuk menyelesaikannya.
Mari kita simak sebuah kisah analogi yang
bagus tentang pentingnya muhasabah/intropeksi alih-alih menyalahkan orang lain
atau lingkungan tempat kita tinggal.
Dikisahkan ada seekor burung kecil yang sedang
sibuk hendak memindahkan sarangnya. Lalu tetangganya muncul dan berkata, “Kamu
mau kemana?”
Burung kecil menjawab, “Saya mau pindah ke
hutan yang berada di sebelah timur.”
Kemudian tetangganya itu menimpali, “Disini
kamu hidup lumayan baik, mengapa harus pindah?”
Burung kecil pun menjawab, “Tidakkah kamu
mengetahuinya, bahwa Semua orang di sini tidak suka dengan suara saya. Mereka mengatakan
bahwa suara saya sangat jelek. Jadi saya harus pindah rumah.”
Dengan bijak, si burung tetangga memberi
nasihat, “Sebenarnya kamu tidak perlu pindah, tapi kamu hanya perlu mengubah
suara nyanyianmu. Jika kamu tidak bisa mengubah dan memperbaiki suara saat
bernyanyi, maka kemana pun kamu pergi, baik itu ke hutan utara dan hutan timur,
setiap orang yang bertemu denganmu tidak akan suka kepadamu.”
Burung kecil itu pun menyadari kesalahannya
dan batal pindah. Dia berusaha untuk memperbaiki dirinya sendiri alih-alih
pergi. Karena dia membayangkan betapa dia tidak akan pernah bisa disukai selama
tidak bisa mengubah dirinya.
Sekali lagi, jangan selalu menyalahkan
lingkungan kita, jangan pula suka mengkritik dan nyinyir terhadap orang lain
yang tidak cocok dengan kita, atau kita yang tidak cocok dengan orang-orang
tertentu.
Pepatah bijak mengatakan, “Betapa bernilainya
kesadaran diri.” Oleh karena itu, orang yang tidak bisa intropeksi diri, kemana
pun orang tersebut pergi, dia akan menemukan masalah yang sama, dan akhirnya
dia akan kelekahan dan tidak tahu harus pergi kemana dan harus berbuat apa.
Muhasabah Harian
“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka
dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin
maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih
jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.”(Hasan al-Basri)
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa
suatu hari, Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada para
sahabat yang berkumpul di dekatnya, “Siapakah diantara kalian yang hari ini
berpuasa?”
Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah bertanya lagi, “Siapakah diantara kalian yang
hari ini mengantar janazah?”
Lagi-lagi Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah bertanya lagi, “Siapakah diantara kalian yang hari ini
memberi makan orang miskin?”
Abu Bakar kembali menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah bertanya lagi, “Siapakah diantara kalian yang hari ini
menjenguk orang sakit?”
Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah bersabda, “Tidaklah semua amal di atas terkumpul dalam
diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.”
Dari hadits ini kita bisa memahami bagaimana Rasulullah shollallahu
'alaihi wasallam memuhasabah para sahabatnya dalam beramal shalih. Inilah yang
harusnya menjadi peran para guru, ustadz, dan murabbi terhadap anak didiknya. Mereka
harus memonitor bagaimana amal kebaikan yang telah dilakukan anak didik atau
mad’u yang berada di bawah tanggung jawab mereka.
Begitu juga kita sebagai individu, harus selalu memonitor amal-amal
yang telah kita lakukan. Berusaha untuk meningkatkan amal kebaikan dan
meminimalisir keburukan dari waktu ke waktu. Jangan sampai hari sekarang sama
seperti hari kemarin, lebih-lebih jika hari sekarang lebih buruk dari hari
kemarin.
Dengan muhasabah amal kita semakin terarah dan mampu meningkatkan
kedekatan kepada Allah subhanahu wata'ala. Alangkah baiknya jika setiap diri
kita memiliki jurnal yang digunakan untuk membuat daftar amal harian yang harus
dilakukan.
Disini saya akan sertakan list muhasabah harian yang bisa menjadi
acuan sebagai pengingat. Kita bisa mencetaknya kemudian menempelkannya di
dinding kamar sehingga selalu mengingatnya setiap saat. Reminder ini bisa
menjadi panduan untuk memonitor perkembangan amalan harian yang harus kita
lakukan secara terus menerus.
Sudahkah kamu tilawah hari ini
Sudahkah kamu menghafal al-quran hari ini
Sudahkah kamu sedekah hari ini
Sudahkah kamu mendirikan shalat dhuha hari ini
Berapa rakaat shalat rawatib yang telah kamu laksanakan pada hari
ini
Sudahkah kamu membaca dan menambah pengetahuan dan ilmu baru hari
ini?
Sudahkah kamu melakukan tugas harian kamu dan melakukan tugasmu
tepat waktu?
Selain dengan membuat jurnal, kita juga hendaknya melakukan
muhasabah menjelang tidur. Ketika kita berada di tempat tidur kita, cobalah
untuk menyediakan waktu sejenak dan mencoba merenungi apa yang telah kita
lakukan hari ini. Apakah hari yang telah kita jalani telah sesuai dengan apa
yang kita harapkan? Apakah hari ini lebih baik dari hari kemarin? Apakah ada
tugas-tugas dan kewajiban yang luput dari kita? apakah hari ini kita
mengerjakan pekerjaan yang sia-sia atau bahkan perkara yang haram? Jika kemudian
kita mengingat bahwa ada banyak kekurangan yang telah kita lakukan hari ini,
maka segaralah bertaubat sebelum kita tidur. Dan berjanjilah untuk menghadapi
hari esok yang lebih baik.
Muhasabah yang kita lakukan ini kita analogikan seperti pedagang
yang menghitung laba dan keuntungan setelah seharian berjualan di pasar. Tentunya
setiap pedagang akan menghitung laba yang mereka peroleh setiap pulang dari
pasar. Pun ketika kita melalui aktifias harian kita, kita harus menghitungnya
di penghujung hari. Dan waktu sebelum tidur adalah waktu yang pas untuk
memuhasabahi diri.
No comments:
Post a Comment