27 May 2019

Muhasabah


Introspeksi diri memang perlu, tapi jangan sampai terlalu menyalahkan diri sendiri."

Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, itu akan memudahkan hisab kalian kelak. Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang kelak. Ingatlah keadaan yang genting pada hari kiamat,( Umar bin Khatab)

Tak semua orang yang mmbencimu mengatakan hal yang salah tentangmu, Terkadang mereka mengatakan yang sebenarnya. Oleh karena itulah engkau harus selalu intropeksi diri.

Muhasabah (intropeksi diri) adalah salahsatu hal yang dianjurkan bagi hamba yang menginginkan kualitas hidup yang lebih baik. Dengan muhasabah dia akan semakin dekat kepada Allah subhanahu wata'ala karena dia menyadari kesalahannya, mengetahui kekurangannya, dan menginsafi kelemahannya. Dia akan mengerjakan apa yang terlewat dari kewajiban, menambal dari apa yang kurang dan mentaubati apa yang telah berlalu. Dengan muhasabah dia juga akan menatap masa depan dengan tatapan yang hati-hati dan optimis. Dia akan belajar dari masa kemarin sehingga tidak ada lagi jatuh ke dalam lubang yang sama.

Dia selalu mengingat apa yang telah Allah subhanahu wata'ala firmankan di dalam al-Quran,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).

Hari esok bagi seorang muslim adalah misteri, karena hanya Allah Subhanahu wata'ala yang Maha Tahu tentang masa depannya. Akan tetapi dia bisa merencanakannya. Dia tidak tahu apakah dia akan menjadi ahli surga atau ahli neraka, tapi dia bisa merencanakannya. Jika dia ingin menjali ahli surga, maka beramal baik dengan sungguh-sungguh.

Dia menyadari bahwa dirinya tidak akan lepas dari pengawasan malaikat pencatat amal. Sementara amal-amalnya direkam dalam catatan amal tersebut sebagai bukti di hari penghisaban kelak. Dimana dia akan berdiri mempertanggung jawabkan perbuatannya, dihitung amal-amalnya dan diputuskan dimana dia akan tinggal, di neraka atau di surga. Oleh karena itulah, seorang hamba yang selalu menafakuri hal ini selalu ingat dengan hadits ini,

“Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya, tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu.” (HR. Tirmidzi).

Bagaimana Aku Bermuhasabah


Muhammad bin Wasi’ rahimahullah pernah berkata, “Andaikan dosa itu memiliki bau, tentu tidak ada dari seorang pun yang ingin duduk dekat-dekat denganku.”

Lihatlah, bagaimana Muhammad bin Wasi’ begitu menyadari betapa dirinya tidak lepas dari kekurangan, cacat dan aib sehingga dia tidak merasa takjub dengan dirinya. Inilah buah dari muhasabah yang selalu berkesinambungan. Setidaknya, ada beberapa tahapan bermuhasabah yang harus kita tahu.

Pertama: Mengoreksi diri dalam hal wajib, apakah punya kekurangan ataukah tidak. Karena melaksanakan kewajiban itu hal pokok dalam agama ini dibandingkan dengan meninggalkan yang haram. Jika masih ada perkara wajib yang kita tinggalkan, maka segera bertaubat kepada Allah Subhanahu wata'ala dan berjanji untuk melaksanakannya.

Kedua: Mengoreksi diri dalam hal yang haram, apakah masih dilakukan ataukah tidak. Jika masih ada perkara-perkara haram yang masih kita kerjakan, maka segera tinggalkan. Jika ada barang haram yang masih kita miliki, maka lepaskanlah.

Ketiga: Mengoreksi diri atas kelalaian yang telah dilakukan. Contoh sibuk dengan permainan dan menonton film yang sia-sia atau berbicara yang tak ada manfaatnya. Segera hindari penyebabnya, hindari hal-hal yang bisa menjerumuskan kita kepada perkara yang sia-sia.

Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi)

Keempat: Mengoreksi diri dengan apa yang dilakukan oleh anggota badan, apa yang telah dilakukan oleh kaki, tangan, pendengaran, penglihatan dan lisan. Cara mengoreksinya adalah dengan menyibukkan anggota badan tadi dalam melakukan ketaatan.

Kelima: Mengoreksi diri dalam niat, yaitu bagaimana niat kita dalam beramal, apakah lillah ataukah lighairillah (niat ikhlas karena Allah ataukah tidak). Karena niat itu biasa berubah, terombang-ambing. Karenanya hati itu disebut qalb, karena seringnya terombang-ambing.

Kapan Aku Bermuhasabah

Hendaknya seorang muslim melakukan muhasabah di setiap harinya. Mengenai waktunya, Ibnu Qayyim berkata, “Muhasabah itu dilakukan sebelum melakukan perbuatan dan setelah melakukan perbuatan.” Demikian beliau terangkan dalam kitabnya Mukhtashar Minhajul Qashidin.

Muhasabah sebelum melakukan perbuatan artinya seorang muslim berhenti sebelum melakukan sesuatu atau amal perbuatan. Dia tidak langsung melakukannya sampai jelas statusnya. Setidaknya ada tiga pertanyaan yang harus dia jawab sebelum benar-benar melakukannya,

Pertama, apakah perbuatan yang akan dia lakukan mampu dia kerjakan? Jika dia tidak mampu melakukannya maka dia berhenti dan tidak melakukannya. Tapi kalau mampu, maka dia berhenti lagi untuk melihat apakah melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya, atau meninggalkannya lebih baik daripada dilakukan? Apakah dia membutuhkan bantuan orang lain? Jika memang dia membutuhkan bantuan, hendaknya dia tidak melakukannya sebelum ada orang lain yang bisa membantunya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan diri untuk berjihad ketika di Makkah hingga beliau mendapatkan orang yang membantunya dan punya kekuatan.

Kedua, apakah perbuatan itu sesuai syariat? Jika memang perbuatan itu tidak bertentangan dengan syariat, maka dia akan melanjutkannya. Akan tetapi jika ternyata perbuatan tersebut bertentangan dengan syariat, maka mau tidak mau dia harus membatalkannya.

Ketiga, apakah perbuatan itu akan dilakukan ikhlas karena Allah atau karena selain Allah Subhanahu wata'ala. Al-Hasan rahimahullah mengatakan, “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati seorang hamba yang berhenti (untuk muhasabah) saat bertekad (untuk berbuat sesuatu). Jika (amalnya) karena Allah subhanahu wa ta’ala, maka ia terus melaksanakannya dan jika karena selain-Nya ia mengurungkannya.”

Sementara itu, untuk muhasabah setelah melakukan perbuatan dapat dicek melalui apakah perbuatannya sesuai syariat dan apakah dilakukan ikhlas karena Allah. Menurut Ibnu Qayyim muhasabah setelah melakukan perbuatan ini ada tiga macam.

Pertama, muhasabah atas ketaatan yang diabaikan. Kedua, muhasabah atas setiap perbuatan yang apabila ditinggalkan lebih baik daripada dilakukan. Ketiga, muhasabah atas perbuatan yang mubah yang tidak dilakukannya.

Kesadaran Diri

Muhasabah membuat kita sadar bahwa masalah yang kita hadapi terkadang bukan datang dari luar diri kita, tapi justru datang dari diri kita. Dengan muhasabah kita bisa memahami bahwa ada yang harus dirubah dalam jiwa kita, harus ada yang diluruskan dalam cara dan metode, atau mencari jalan lain untuk menyelesaikannya.

Mari kita simak sebuah kisah analogi yang bagus tentang pentingnya muhasabah/intropeksi alih-alih menyalahkan orang lain atau lingkungan tempat  kita tinggal.

Dikisahkan ada seekor burung kecil yang sedang sibuk hendak memindahkan sarangnya. Lalu tetangganya muncul dan berkata, “Kamu mau kemana?”

Burung kecil menjawab, “Saya mau pindah ke hutan yang berada di sebelah timur.”

Kemudian tetangganya itu menimpali, “Disini kamu hidup lumayan baik, mengapa harus pindah?”

Burung kecil pun menjawab, “Tidakkah kamu mengetahuinya, bahwa Semua orang di sini tidak suka dengan suara saya. Mereka mengatakan bahwa suara saya sangat jelek. Jadi saya harus pindah rumah.”

Dengan bijak, si burung tetangga memberi nasihat, “Sebenarnya kamu tidak perlu pindah, tapi kamu hanya perlu mengubah suara nyanyianmu. Jika kamu tidak bisa mengubah dan memperbaiki suara saat bernyanyi, maka kemana pun kamu pergi, baik itu ke hutan utara dan hutan timur, setiap orang yang bertemu denganmu tidak akan suka kepadamu.”

Burung kecil itu pun menyadari kesalahannya dan batal pindah. Dia berusaha untuk memperbaiki dirinya sendiri alih-alih pergi. Karena dia membayangkan betapa dia tidak akan pernah bisa disukai selama tidak bisa mengubah dirinya.

Sekali lagi, jangan selalu menyalahkan lingkungan kita, jangan pula suka mengkritik dan nyinyir terhadap orang lain yang tidak cocok dengan kita, atau kita yang tidak cocok dengan orang-orang tertentu.

Pepatah bijak mengatakan, “Betapa bernilainya kesadaran diri.” Oleh karena itu, orang yang tidak bisa intropeksi diri, kemana pun orang tersebut pergi, dia akan menemukan masalah yang sama, dan akhirnya dia akan kelekahan dan tidak tahu harus pergi kemana dan harus berbuat apa.


Muhasabah Harian

“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.”(Hasan al-Basri)

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa suatu hari, Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat yang berkumpul di dekatnya, “Siapakah diantara kalian yang hari ini berpuasa?”
Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah bertanya lagi, “Siapakah diantara kalian yang hari ini mengantar janazah?”
Lagi-lagi Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah bertanya lagi, “Siapakah diantara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?”
Abu Bakar kembali menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah bertanya lagi, “Siapakah diantara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?”
Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah bersabda, “Tidaklah semua amal di atas terkumpul dalam diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.”

Dari hadits ini kita bisa memahami bagaimana Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam memuhasabah para sahabatnya dalam beramal shalih. Inilah yang harusnya menjadi peran para guru, ustadz, dan murabbi terhadap anak didiknya. Mereka harus memonitor bagaimana amal kebaikan yang telah dilakukan anak didik atau mad’u yang berada di bawah tanggung jawab mereka.

Begitu juga kita sebagai individu, harus selalu memonitor amal-amal yang telah kita lakukan. Berusaha untuk meningkatkan amal kebaikan dan meminimalisir keburukan dari waktu ke waktu. Jangan sampai hari sekarang sama seperti hari kemarin, lebih-lebih jika hari sekarang lebih buruk dari hari kemarin.

Dengan muhasabah amal kita semakin terarah dan mampu meningkatkan kedekatan kepada Allah subhanahu wata'ala. Alangkah baiknya jika setiap diri kita memiliki jurnal yang digunakan untuk membuat daftar amal harian yang harus dilakukan.

Disini saya akan sertakan list muhasabah harian yang bisa menjadi acuan sebagai pengingat. Kita bisa mencetaknya kemudian menempelkannya di dinding kamar sehingga selalu mengingatnya setiap saat. Reminder ini bisa menjadi panduan untuk memonitor perkembangan amalan harian yang harus kita lakukan secara terus menerus.

Sudahkah kamu tilawah hari ini
Sudahkah kamu menghafal al-quran hari ini
Sudahkah kamu sedekah hari ini
Sudahkah kamu mendirikan shalat dhuha hari ini
Berapa rakaat shalat rawatib yang telah kamu laksanakan pada hari ini
Sudahkah kamu membaca dan menambah pengetahuan dan ilmu baru hari ini?
Sudahkah kamu melakukan tugas harian kamu dan melakukan tugasmu tepat waktu?

Selain dengan membuat jurnal, kita juga hendaknya melakukan muhasabah menjelang tidur. Ketika kita berada di tempat tidur kita, cobalah untuk menyediakan waktu sejenak dan mencoba merenungi apa yang telah kita lakukan hari ini. Apakah hari yang telah kita jalani telah sesuai dengan apa yang kita harapkan? Apakah hari ini lebih baik dari hari kemarin? Apakah ada tugas-tugas dan kewajiban yang luput dari kita? apakah hari ini kita mengerjakan pekerjaan yang sia-sia atau bahkan perkara yang haram? Jika kemudian kita mengingat bahwa ada banyak kekurangan yang telah kita lakukan hari ini, maka segaralah bertaubat sebelum kita tidur. Dan berjanjilah untuk menghadapi hari esok yang lebih baik.


Muhasabah yang kita lakukan ini kita analogikan seperti pedagang yang menghitung laba dan keuntungan setelah seharian berjualan di pasar. Tentunya setiap pedagang akan menghitung laba yang mereka peroleh setiap pulang dari pasar. Pun ketika kita melalui aktifias harian kita, kita harus menghitungnya di penghujung hari. Dan waktu sebelum tidur adalah waktu yang pas untuk memuhasabahi diri.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment