Pernahkah kita merasakan hati yang kering dan
hambar ketika beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala? Ketika berdzikir hati
kita tidak pernah khusyu. Pikiran kita melayang-layang entah kemana. Ketika
membaca al-quran hati kita tak pernah hadir dan bergetar dengan firman-Nya.
Ketika shalat kita tidak bisa merasakan kedamaian. Antara shalat dan tidak
shalat kita merasakan kondisi hati yang sama. Hambar. Tidak ada lagi perasaan
tentram dengan ibadah yang dilakukan. Seakan-akan ibadah yang dilakukan
hanyalah kegiatan yang menjadi rutinitas tanpa makna. Kita telah kehilangan
rasa dalam setiap amal kebaikan yang dilakukan.
Lalu di saat seperti inilah setan akan datang
dan berbisik dengan penuh hasrat, “Ibadahmu kualitasnya rendah. Pasti Allah
subhanahu wata'ala tidak akan menerima amal ibadahmu yang banyak cacatnya.”
Tapi kita masih tetap beribadah sebagai
bentuk tanggung jawab kita sebagai hamba
Allah subhanahu wata'ala.
Tapi setan tidak pernah putus asa sehingga dia
datang kembali dengan bisikan rayu yang baru, “Kamu sudah tidak lagi
dipedulikan oleh Allah subhanahu wata'ala. Amal ibadahmu tidak mengubah apa pun
dalam kehidupanmu. Jika kau menginginkan kembali hatimu yang dekat dengan
Allah, maka kamu harus menjauh dulu dari-Nya, kemudian mendekat kembali dengan
dosa dan kemaksiatan yang kamu lakukan. Maka kamu akan merasakan nikmatnya
taubat.”
Kita menganggapnya hal itu masuk akal. Kita
telah kehilangan nilai spiritual dan berharap mendapatkan kembali manisnya
kedekatan kepada Allah subhanahu wata'ala dengan rintihan taubat. Dia tidak
sadar bahwa tanpa bermaksiat yang disengaja pun dia harus bertaubat karena
hatinya yang lalai dan karena masih banyak dosa yang tanpa sadar dia telah
lakukan.
Tapi setan telah menang. Dia pun mulai
mencicipi dosa. Hingga seiring berjalanannya waktu dosa itu telah terbiasa dia
lakukan. Bahkan dia lupa bagaimana dia harus bertaubat kepada Allah. Dia jauh
dari Allah subhanahu wata'ala dan telah kehilangan nilai iman di hatinya secara
total.
Jangan pernah putus asa dan kecewa ketika kita
merasakan kehambaran ketika bermunajat kepadanya. Mungkin kita mengeluh karena
kita tidak merasakan rasa tentram ketika beribadah, tapi yakinlah bahwa justru
kekecewaan ini bukti bahwa kita masih memiliki iman. Melupakan Allah subhanahu
wata'ala lebih buruk daripada kelalaian hati kita ketika berdzikir kepada-Nya.
Disini bukan berarti saya meremehkan sikap lalai ketika berdzikir atau shalat.
Bukan. Tapi disini saya hanya ingin memperingatkan jangan pernah melupakan
Allah subhanahu wata'ala hanya karena alasan beribadah pun kita tidak pernah
sempurna.
Mungkin kita membutuhkan tahapan dalam
beribadah. Tidak mengapa hatimu sering lalai, tapi azamkan di hati kita untuk
selalu khusyu’ sebisa yang kita mampu. Maka yakinlah bahwa Allah subhanahu
wata'ala akan melekatkan hati kita kepada-Nya.
Hal ini tidak sulit bagi Allah subhanahu
wata'ala. Karena hanya Dia yang menguasai hati hamba-hamba-Nya. Jika Allah
subhanahu wata'ala berkehendak, tentu dia akan menjadikan kita sebagai hamba
yang selalu mengingat-Nya. Oleh karena itu hendaknya kita selalu berdoa, ‘Ya
muqollibal quluub, tsabit qolbi ala diinika. Wahai yang membolak-balikan hati,
tetapkanlah hatiku di dalam agamamu.’
Ada kalanya hati kita mengalami kejenuhan dan
berteriak kepada kita untuk menghentikan amal ibadah yang dirasa membosankan
dan monoton. Pada titik ini, janganlah kita menyerah dengan semua rasa bosan
yang mendera. Tetaplah berdzikir kepada Allah subhanahu wata'ala sebagaimana
biasanya. Tetaplah membaca al-quran sebagaimana mestinya meski hati kita tidak
hadir bersama kita. Tetaplah seperti itu hingga Allah subhanahu wata'ala
membuka hati kita.
Karena ketika kita tetap menyebut-Nya dan
membaca firman-nya, maka Allah subhanahu wata'ala akan memindahkan hati kita
dari kondisi lupa menjadi sadar. Dan jika kita terus menyebut-Nya dalam dzikir,
maka Dia akan melindungi hati kita dari bisik rayu setan. Hati pun akan melunak
secara perlahan dan mulai mencintai-Nya secara total.
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya
Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku. (Quran surat al-Baqoroh ayat 152)
Tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan
tiga hal ini; islam, iman dan ihsan. Hendaknya ini menjadi tiga hal yang akan
menjadi barometer kedekatan kita kepada Allah subhanahu wata'ala. Ketiga hal
ini bisa menjadi langkah untuk mendekat kepada Allah secara perlahan. Step by
step.
Islaam adalah tindakan dari tubuh dan anggota
badan. Gerakan shalat kita, lidah yang digerakan untuk dzikir dan membaca
al-quran adalah bukti dari islam kita. Iman adalah hati dan perasaan.
Barangkali kita merasakan kehambaran dalam beribadah karena iman kita belum
tumbuh secara purna. Iman kita masih lemah dan hanya setitik kerlip yang
bersemayam di hati. Sementara ihsan adalah tingkat cinta yang paling tinggi.
Bahwa dia menyembah Allah seolah-olah dia melihat Allah subhanahu wata'ala. Dan
jika dia tidak melihat Allah, maka dia sadar bahwa Allah subhanahu wata'ala melihat-Nya.
Ketiga hal ini adalah tiga tingkatan dalam
segala hal. tidak hanya untuk ketika kita mengingat Allah subhanahu wata'ala.
Ketika kita memberikan sedekah maka tiga tingkatan ini bisa menjadi barometer.
Ketika kita hanya melihat dan berempati terhadap orang miskin, maka itu berarti
kita belum berada dalam taraf iman. ketika kita mulai berbagi, disitulah kita
telah teruji dengan iman. dan ketika kita yakin bahwa Allah subhanahu wata'ala
akan mengganti sedekah kita dengan pahala yang berlipat sehingga kita tidak
akan pernah sayang mengeluarkan harta sebanyak apa pun, disinilah kita berada
pada tingkatan ihsan.
Jadi perbuatan baik apa pun yang Anda lakukan
memiliki potensi untuk melewati tiga langkah kesadaran ini: langkah tubuh,
langkah hati, dan kemudian langkah jiwa yang lebih tinggi, maka disini kita
akan memperoleh kebahagiaan yang sejati.
Oleh karena itu, jangan pernah putus asa dalam
menyembah-Nya. Ketika kita mendapati hati kita tidak lagi hadir dan mendapatkan
kedamaian dalam mengingat Allah, sadarilah bahwa lambat laun kita akan
merasakannya. Kita hanya perlu mengasah hati kita. Adapun bentuk mengasah hati
supaya semakin tajam dan bersinar adalah dengan selalu berdzikir dan beribadah
tanpa kenal lelah. Sebaliknya, ketika kita mulai bosan dan memperturutkan
perasaan untuk berhenti mengingat-Nya, maka disanalah hati kita akan dipenuhi
oleh karat karena kita tak pernah lagi mengasah dan membasuhnya dengan dzikir.
Pepatah sunda bilang, ‘Cikaracak ninggang
batu, lila-lila jadi legok. Air setetes demi setetes jatuh di atas batu. Lama
kelamaan batu menjadi cekung. Begitu pun dengan dzikir. Mungkin dzikir kita
kualitasnnya hanya seperti tetesan-tetesan air tanpa makna. Tapi
tetesan-tetesan itu akan melunakan hati kita sehingga lambat tapi pasti hati
kita akan terpaut kepada Sang Pencipta.
Jangan pernah putus asa dan berhenti dalam
berbuat kebaikan. Karena Allah pasti akan menjadikan hati kita bersinar karena
terisi oleh cinta dan iman.
No comments:
Post a Comment