12 Jun 2019

Selain Lembaga Sensor Film, Kita Butuh Lembaga Sensor Buku



Kita membutuhkan Lembaga sensor buku untuk memastikan semua buku yang terbit dan ber-ISBN bebas dari ide-ide sampah dan menyesatkan. Keren kan! Ide ini muncul selepas membaca sebuah novelet contemporary romance yang isinya tak lebih dari sampah. Bayangkan saja, dari semua jalinan cerita, hampir 30% isinya berisi adegan ranjang yang vulgar. Lebih miris lagi, novel terjemahan tersebut diterbitkan oleh penerbit besar di negeri kita. (saya tidak bisa menyebutkan nama penerbitnya). Well, selama membaca saya harus melewatkan bagian-bagian ‘panas’. Jadi, saya bisa memangkas waktu yang saya habiskan untuk membaca buku tersebut.

Sebenarnya banyak buku-buku dengan plot dan setting yang bagus, tapi deskripsi sampahnya juga tidak sedikit. Saya jadi berpikir andai ada Lembaga sensor buku (selama ini kita hanya mengetahui lembaga sensor film) tentunya bagian-bagian tak senonoh itu bisa dipangkas. Tidak perlu diterjemahkan. Para pembaca kita tidak membutuhkan bagian cerita yang mengotori otak.

Kalian yang tidak sependapat dengan saya mungkin akan beralasan begini, “Lho, kan semua sudah ada genre masing-masing. Di cover belakang buku ditulis ‘novel dewasa, romance, dll. Di toko buku juga genre buku dipisah sesuai dengan rak masing-masing.”

Iya sih. Tapi siapa yang bisa menjamin anak culun ingusan tidak ikut membaca? Siapa yang menjamin mereka tidak membeli novel-novel contemporary romance atau harlequin di tokobuku? Siapa yang menjamin setelah membaca novel-novel picisan itu mereka kemudian mempraktekannya dengan pacar mereka.

Setidaknya, saya sangat berharap penerjemah/penerbit tidak secara mentah-mentah menerjemahkan semua bagian buku jika seandainya buku tersebut harus tetap diterbitkan dan diterjemahkan. Buang sampahnya, ambil yang bisa diambil. Jujur, saya sendiri banyak belajar dari kekuatan alur/plot novel-novel terjemah. Dan memang tidak semuanya jelek.

Lembaga Sensor buku juga dibutuhkan untuk mencounter paham-paham menyimpang, nyeleneh dan sesat. Sehingga dengan adanya lembaga ini, aliran sesat dan nyeleneh tidak berani menerbitkan buku dan memasarkannya kepada khalayak ramai.

Nah, bagaimana, apakah kamu setuju?


Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment