Pada bagian sebelumnya kita telah membahas tentang peran iman dalam
menghadirkan kebahagiaan di dalam jiwa kita. sekarang mari kita bahas tentang
hambatan-hambatan yang membuat kita jauh dari kebahagiaan.
Iri/Dengki
Kebahagiaan tidak akan pernah mungkin bersemayam di hati mereka
yang hatinya dipenuhi oleh kedengkian dan kecemburuan kepada orang lain. Dia
tidak akan merasa bahagia dan selalu gelisah ketika melihat orang lain
mendapatkan anugerah dan nikmat yang berlimpah dari Allah subhanahu wata'ala.
Dia merasa benci kepada mereka tersebab kenikmatan yang mereka dapatkan dari
Allah subhanahu wata'ala.
‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Cukup sebagai
bukti si pendengki terhadapmu manakala ia merasa gundah di saat kamu bahagia.”
Sementara ibnu Taimiyah berkata, “Hasad adalah sekedar benci dan
tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.”
Sifat dengki ini adalah sifat dari Iblis laknatullah dan sifat para
ahli kitab dari kalangan Yahudi yang merasa dengki karena nabi terakhir diutus
dari turunan Ismail, bukan turunan Ishak.
Hal ini sebagaimana yang Allah subhanahu wata'ala firmankan,
ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia
yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab
dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya
kerajaan yang besar. (Al-Quran surat an-Nisa [4]: 54)
Para pendengki hakikatnya tidak menerima dan menolak takdir Allah
subhanahu wata'ala. Mereka tidak menerima apa yang telah diberikan Allah
subhanahu wata'ala kepada orang lain. Ketika dia mendengki maka dia secara
tidak langsung menggugat Allah subhanahu wata'ala sebagai pengatur rezeki dan
pengatur kehidupan. Bagaimana mungkin dia benci ketika Allah subhanahu wata'ala
memberi anugerah kepada hamba-Nya, sementara Allah subhanahu wata'ala yang mengatur segalanya, termasuk rezekinya
sendiri.
Oleh karena buruknya sifat dengki ini, maka tak heran efeknya pun
luar biasa buruknya. Selain menghancurkan keimanan kita kepada Allah, dengki
juga bisa menghancurkan kehidupan kita secara menyeluruh, baik di dunia maupun
di akhirat.
Marilah kita menyimak sebuah kisah yang diceritakan di dalam kitab
Nihayah azh-Zhalimin karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy.
Disebutkan bahwa ada seorang Arab Badui yang diangkat menjadi orang
dekat dan kepercayaan Khalifah al-Mu’tashim. Disamping itu sang Khalifah juga
memiliki menteri yang dia percayai untuk mengurus urusan-urusan tertentu.
Si menteri merasa dengki kepada si Arab badui yang diberikan
kepercayaan sedemikian besar dari sang khalifah. Dia merasa cemburu. Di dalam
hatinya dia berkata, “Kalau aku tidak membinasakan si arab badui ini, maka dia
bisa mengambil hati khalifah dan menyingkirkanku dari jabatan.”
Si menteri merancang sebuah tipu muslihat dengan cara memperlakukan
si badui dengan perlakuan yang baik. Hingga suatu hari dia mengajak orang Baui
itu ke rumahnya. Disana dia memasak makanan untuknya dengan memasukan bawang
merah sebanyak-banyaknya.
Ketika orang Badui selesai makan, si menteri berkata, “Hati-hati,
jangan mendekat ke Amirul Mukminin sebab bila mencium bau bawang merah itu
darimu, pasti ia sangat terusik. Amirul Mukminin membenci aroma bawang merah.”
Tak lama setelah itu, si pendengki ini menghadap Amirul Mukminin
dan meminta berbicara empat mata. Ia berkata kepada Amirul Mukminin, “Wahai
Amirul Mukminin, sesungguhnya orang Badui itu menghibahmu di hadapan
orang-orang bahwa tuan memiliki bau mulut yang tidak sedap dan dia hampir mati
karena aroma mulut tuan.”
Tatkala si orang Badui menemui Amirul Mukminin, ia menutupi
mulutnya dengan lengan bajunya karena khawatir aroma bawang merah yang ia makan
tercium oleh beliau. Amirul mukminin pun berkata di dalam hati, “Sungguh, apa
yang dikatakan sang menteri mengenai si orang Badui ini memang benar.”
Kemudian Amirul Mukminin menulis sebuah surat berisi pesan kepada
salah seorang pegawainya. Isi surat itu adalah, “Bila pesan ini sampai
kepadamu, maka penggallah leher si pembawanya!”
Lalu, Amirul Mukminin memanggil si orang Badui untuk menghadap dan
menyerahkan kepadanya sebuah surat seraya berkata, “Bawalah surat ini kepada si
fulan, setelah itu berikan aku jawabannya.”
Si orang Badui yang begitu lugu dan polos menyanggupi apa yang
dipesankan Amirul Mukminin. Ia mengambil surat itu dan berlalu dari sisi Amirul
Mukminin. Ketika berada di pintu gerbang, sang menteri yang selalu mendengki
itu menemuinya seraya berkata, “Hendak ke mana engkau?”
“Aku akan membawa pesan Amirul Mukminin ini kepada pegawainya, si
fulan,” jawab si orang Badui.
Di dalam hati, si menteri ini berkata, ‘Pasti dari tugas yang
diemban si orang Badui ini, ia akan memperoleh harta yang banyak.’ Maka si
menteri pun berkata, “Wahai sahabatku,
bagaimana pendapatmu jika surat ini aku antarkan kepada si fulan. Aku merasa
kasihan jika kamu harus mengantarnya. Padahal perjalanannya sangat jauh. Bahkan
aku akan memberikanmu uang senilai 2000 dinar.”
“Apa pun pendapatmu, lakukanlah!” kata si orang Badui
“Berikan surat itu kepadaku.” kata sang menteri
Si orang Badui pun menyerahkannya kepadanya, lalu sang menteri
memberinya upah sebesar 2000 dinar. Surat itu ia bawa ke tempat yang dituju.
Sesampainya di sana, pegawai yang ditunjuk Amirul Mukminin pun
membacanya, lalu setelah memahami isinya, ia memerintahkan agar memenggal leher
sang menteri.
Hingga suatu hari sang khalifah merasa heran karena tidak melihat
keberadaan si menteri. Keheranannya semakin memuncak ketika Khalifah melihat si
badui datang ke istana. Si arab badui ternyata masih hidup.
Pada akhirnya khalifah tahu duduk persoalan yang sebenarnya hingga
dia pun mengangkat si arab badui untuk menggantikan posisi si menteri pendengki
yang telah mati karena kedengkiannya.
Seringkali kedengkian timbul diantara dua orang yang memiliki
kesamaan dalam profesi. Misal, pedagang dengki kepada sesama pedagang,
mahasiswa dengki kepada sesama mahasiswa, bahkan tidak menutup kemungkinan
seorang ustadz dengki terhadap ustadz yang lain. Oleh karena itu waspadalah. Jangan
sampai kedengkian ini menawan perasaan kita.
Serakah
Orang yang tamak tidak akan pernah menemukan kepuasan. Bahkan andai
seluruh dunia dia genggam, dia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang
dimilikinya. Ketika dia menginginkan A, maka dia berharap B. Ketika B sudah dia
raih, maka dia berangan-angan tentang C. Begitu seterusnya hingga dia sendiri
lelah dalam pencarian kepuasan di dunia.
Hal ini pun disinyalir oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
di dalam haditsnya
“Seandainya seorang anak Adam telah memiliki dua lembah, maka dia
akan mencari lembah yang ketiga, dan perutnya tidak akan merasa puas sampai
dimasukkan ke dalam tanah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Keserakahan bisa berdampak buruk bagi diri kita. keserakahan bahkan
bisa membinasakan kita. saya pernah mengalami hal ini ketika saya berpikir
serakah dan tergesa-gesa setelah menuntaskan naskah yang sudah saya tulis. Saya
mengirimkan naskah tersebut ke banyak penerbit sekaligus. Waktu itu saya tidak
berpikir karena sudah sering naskah saya ditolak, maka besar kemungkinan naskah
tersebut diterima lebih dari satu penerbit. Tapi ternyata justru beberapa bulan
kemudian saya menerima surel dari tiga penerbit sekaligus. Mereka menyatakan
menerima naskah tersebut. Saya merasa dilemma dan harus memutuskan untuk memilih
diantara tiga penerbit tersebut. Memang, buku saya diterbitkan di salah satu
penerbit itu, tapi saya telah diblacklist oleh dua penerbit yang saya batalkan
penerbitan buku saya lewat mereka. Hasilnya apa? Bisa saja mereka tidak lagi
mau menerima proposal naskah saya di masa yang akan datang.
Saya jadi teringat kisah fabel yang diceritakan guru saya ketika
kelas 5 SD dulu. Waktu itu, Pak Hendar, guru bahasa Indonesia kami bercerita
tentang kisah Musang yang serakah. Disebutkan bahwa suatu malam, seekor musang
datang mengendap-endap menuju kandang ayam yang penuh dengan ayam.
Musang itu menemukan lubang kecil yang ukurannya pas dengan
tubuhnya. Akhirnya si musang pun masuk ke dalam kandang dan mulai makan seekor
ayam. Setelah habis, dia berpikir untuk memangsa ayam yang kedua di tempat. Dia
tidak berpikir untuk kembali dengan membawa ayam tersebut. Setelah memangsa
ayam kedua, dia berpikir bahwa dia belum kenyang sehingga memangsa ayam ketiga
hingga kekenyangan.
Setelah puas, musang itu pun keluar dari kandang. Kepala dan kaki
depannya sudah berada di luar, tapi naasnya perut buncitnya yang kekenyangan
terjebak di lubang. Musang itu tidak bisa keluar karena perut buncitnya tidak
lagi muat di lubang. Musang itu meronta-ronta hingga membuat ayam di dalam
kandang ketakutan dan gaduh.
Si pemilik kandang mendengar keributan tersebut dan keluar untuk
melihat apa yang terjadi. Nah, cerita selanjutnya bisa pembaca tebak sendiri.
Rasa Bosan dan Kehidupan yang Monoton
Melakukan aktifitas yang berulang-ulang secara berkesinambungan
bisa menyebabkan kita bosan. Bahkan hal-hal yang menyenangkan pun terkadang
terasa membosankan jika hal itu selalu kita lakukan.
Untuk mengurangi kebosanan, kita bisa memvariasikan kegiatan yang
kita lakukan. Misal, ketika saya bosan dan merasa suntuk membaca buku-buku
berat, maka saya akan mencomot buku yang ringan semacam novel atau komik untuk
mengurangi kejenuhan saya. Jika saya merasa jenuh ketika menulis, saya mencoba
menetralkan kejenuhan tersebut dengan menonton film yang bermanfaat.
Kejenuhan pun terkadang menghinggapi kita ketika apa yang kita
makan tidak memiliki variasi. Jika kita memakan tempe setiap hari mungkin akan
merasa bosan dengan menu yang itu-itu saja. cobalah untuk mengganti menu
harian. Misal hari ini makan tempe, besok tahu, besoknya lagi tumis kangkung
dan begitu seterusnya. Sehingga kita selalu menemukan perbedaan.
Dosa/Kemaksiatan
Dosa yang kita lakukan menyebabkan hati kita berkarat sehingga kita
tidak lagi mengenal kebahagiaan. Dosa yang dilakukan terkadang menghantuinya
dan membuatnya gelisah sehingga atidak lagi merasa tenang. Dia berpikir tentang
dosa yang telah mereka lakukan, hal-hal yang tidak adil yang pernah dia
lakukan, kedzaliman terhadap orang lain yang dia kerjakan dan kejahatannya.
Kita harus memahami bagaimana mengenyahkan perasaan gundah gulana
dengan taubat nasuha. Kita perlu bersungguh-sungguh mencari pengampunan dari
Allah subhanahu wata'ala. Kita harus menyadari bahwa tidak seorang pun di dunia
ini yang selamat dari kesalahan selama hidupnya. Hanya dengan ramhat-Nya kita
bisa kembali bersih dari dosa.
Renungkanlah firman Allah subhanahu wata'ala berikut,
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap
dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada
Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui. (Quran Surat ali Imran [3]: 135)
Katakanlah: "Hai
hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS az-Zumar [39]: 53)
Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Seandainya kamu sekalian
tidak mempunyai dosa sedikit pun, niscaya Allah akan menciptakan suatu kaum
yang melakukan dosa untuk diberikan ampunan kepada mereka.” [HR. Muslim]
Penolakan
Banyak orang yang tertekan karena mendapatkan penolakan dari
orang-orang di sekitarnya. Ada pemuda/pemudi yang tertekan karena cinta yang
bertepuk sebelah tangan. Ada karyawan yang merasa sedih dan tertekan karena ide
yang dia utarakan diremehkan oleh atasan. Padahal dia yakin ide yang dia
lontarkan memiliki kemaslahatan.
Saya pun pernah merasakan hal ini ketika naskah saya ditolak oleh
beberapa penerbit. Entah sudah berapa kali proposal naskah yang saya ajukan
ditolak oleh penerbit mayor sehingga saya merasa frustasi. Hingga pada akhirnya
saya memilih untuk menerbitkan buku secara indie.
Mungkin kita merasa diperlakukan dengan tidak adil sehingga tidak
ada alasan untuk hidup bahagia. Kita merasakan bahwa seseorang/masyarakat telah
bersikap tidak adil terhadap kita dan tidak menghargai kita dengan layak.
Apa yang harus kita lakukan ketika perasaan ini muncul
Pertama, kita harus
memahami bahwa apa pun yang kita lakukan tidak akan pernah membuat semua orang
senang. Terkadang ada orang yang menyenangi apa yang kita lakukan, ada juga
orang yang tidak menyukainya. Tapi lambat tapi pasti orang-orang akan
mengetahui bahwa apa yang kita lakukan itu benar.
Kedua, hendaknya kita
menahan diri dari membesar-besarkan masalah kita dan perasaan kita. jangan
pernah mengasihani diri karena mendapatkan penolakan. Justru penolakan ini bisa
menguji seberapa kuat dan sabar kita menghadapinya.
Ketiga, jangan
berharap mendapatkan perhatian yang lebih dari orang yang kita harapkan
perhatiannya. Karena bisa saja terkadang kita juga melakukan hal yang sama. Kita
pada umumnya lebih memperhatikan masalah dan keinginan kita dibanding masalah
dan keinginan orang lain. Maka intropeksi diri dan tetap menjadi pribadi yang
baik dan peduli kepada orang lain.
Keempat, hilangkan
pikiran buruk yang terkadang menghinggapi benak kita ketika kita mendapatkan
penolakan, komentar negatif dan sikap acuh tak acuh dari orang lain. Jangan menafsirkan
langsung sikap mereka sebagai bentuk rasa benci dan tidak suka mereka kepada
kita.
Secara umum, kebahagiaan akan selalu melekat di hati mereka yang
selalu dekat dengan Allah subhanahu wata'ala. Maka mari kita renungkan apa yang
telah Allah subhanahu wata'ala firmankan,
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ( Quran
surat al-Ankabut [29]: 69)
No comments:
Post a Comment