16 May 2019

Kamu Merasa Tidak Bahagia? Barangkali 5 Hal Ini Penyebabnya


Pada bagian sebelumnya kita telah membahas tentang peran iman dalam menghadirkan kebahagiaan di dalam jiwa kita. sekarang mari kita bahas tentang hambatan-hambatan yang membuat kita jauh dari kebahagiaan.

Iri/Dengki

Kebahagiaan tidak akan pernah mungkin bersemayam di hati mereka yang hatinya dipenuhi oleh kedengkian dan kecemburuan kepada orang lain. Dia tidak akan merasa bahagia dan selalu gelisah ketika melihat orang lain mendapatkan anugerah dan nikmat yang berlimpah dari Allah subhanahu wata'ala. Dia merasa benci kepada mereka tersebab kenikmatan yang mereka dapatkan dari Allah subhanahu wata'ala.

‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Cukup sebagai bukti si pendengki terhadapmu manakala ia merasa gundah di saat kamu bahagia.”

Sementara ibnu Taimiyah berkata, “Hasad adalah sekedar benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.”

Sifat dengki ini adalah sifat dari Iblis laknatullah dan sifat para ahli kitab dari kalangan Yahudi yang merasa dengki karena nabi terakhir diutus dari turunan Ismail, bukan turunan Ishak.

Hal ini sebagaimana yang Allah subhanahu wata'ala firmankan,

ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. (Al-Quran surat an-Nisa [4]: 54)

Para pendengki hakikatnya tidak menerima dan menolak takdir Allah subhanahu wata'ala. Mereka tidak menerima apa yang telah diberikan Allah subhanahu wata'ala kepada orang lain. Ketika dia mendengki maka dia secara tidak langsung menggugat Allah subhanahu wata'ala sebagai pengatur rezeki dan pengatur kehidupan. Bagaimana mungkin dia benci ketika Allah subhanahu wata'ala memberi anugerah kepada hamba-Nya, sementara Allah subhanahu wata'ala  yang mengatur segalanya, termasuk rezekinya sendiri.

Oleh karena buruknya sifat dengki ini, maka tak heran efeknya pun luar biasa buruknya. Selain menghancurkan keimanan kita kepada Allah, dengki juga bisa menghancurkan kehidupan kita secara menyeluruh, baik di dunia maupun di akhirat.

Marilah kita menyimak sebuah kisah yang diceritakan di dalam kitab Nihayah azh-Zhalimin karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy.

Disebutkan bahwa ada seorang Arab Badui yang diangkat menjadi orang dekat dan kepercayaan Khalifah al-Mu’tashim. Disamping itu sang Khalifah juga memiliki menteri yang dia percayai untuk mengurus urusan-urusan tertentu.

Si menteri merasa dengki kepada si Arab badui yang diberikan kepercayaan sedemikian besar dari sang khalifah. Dia merasa cemburu. Di dalam hatinya dia berkata, “Kalau aku tidak membinasakan si arab badui ini, maka dia bisa mengambil hati khalifah dan menyingkirkanku dari jabatan.”

Si menteri merancang sebuah tipu muslihat dengan cara memperlakukan si badui dengan perlakuan yang baik. Hingga suatu hari dia mengajak orang Baui itu ke rumahnya. Disana dia memasak makanan untuknya dengan memasukan bawang merah sebanyak-banyaknya.

Ketika orang Badui selesai makan, si menteri berkata, “Hati-hati, jangan mendekat ke Amirul Mukminin sebab bila mencium bau bawang merah itu darimu, pasti ia sangat terusik. Amirul Mukminin membenci aroma bawang merah.”

Tak lama setelah itu, si pendengki ini menghadap Amirul Mukminin dan meminta berbicara empat mata. Ia berkata kepada Amirul Mukminin, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya orang Badui itu menghibahmu di hadapan orang-orang bahwa tuan memiliki bau mulut yang tidak sedap dan dia hampir mati karena aroma mulut tuan.”

Tatkala si orang Badui menemui Amirul Mukminin, ia menutupi mulutnya dengan lengan bajunya karena khawatir aroma bawang merah yang ia makan tercium oleh beliau. Amirul mukminin pun berkata di dalam hati, “Sungguh, apa yang dikatakan sang menteri mengenai si orang Badui ini memang benar.”

Kemudian Amirul Mukminin menulis sebuah surat berisi pesan kepada salah seorang pegawainya. Isi surat itu adalah, “Bila pesan ini sampai kepadamu, maka penggallah leher si pembawanya!”

Lalu, Amirul Mukminin memanggil si orang Badui untuk menghadap dan menyerahkan kepadanya sebuah surat seraya berkata, “Bawalah surat ini kepada si fulan, setelah itu berikan aku jawabannya.”
Si orang Badui yang begitu lugu dan polos menyanggupi apa yang dipesankan Amirul Mukminin. Ia mengambil surat itu dan berlalu dari sisi Amirul Mukminin. Ketika berada di pintu gerbang, sang menteri yang selalu mendengki itu menemuinya seraya berkata, “Hendak ke mana engkau?”

“Aku akan membawa pesan Amirul Mukminin ini kepada pegawainya, si fulan,” jawab si orang Badui.

Di dalam hati, si menteri ini berkata, ‘Pasti dari tugas yang diemban si orang Badui ini, ia akan memperoleh harta yang banyak.’ Maka si menteri pun berkata,  “Wahai sahabatku, bagaimana pendapatmu jika surat ini aku antarkan kepada si fulan. Aku merasa kasihan jika kamu harus mengantarnya. Padahal perjalanannya sangat jauh. Bahkan aku akan memberikanmu uang senilai 2000 dinar.”

“Apa pun pendapatmu, lakukanlah!” kata si orang Badui

“Berikan surat itu kepadaku.” kata sang menteri

Si orang Badui pun menyerahkannya kepadanya, lalu sang menteri memberinya upah sebesar 2000 dinar. Surat itu ia bawa ke tempat yang dituju.

Sesampainya di sana, pegawai yang ditunjuk Amirul Mukminin pun membacanya, lalu setelah memahami isinya, ia memerintahkan agar memenggal leher sang menteri.

Hingga suatu hari sang khalifah merasa heran karena tidak melihat keberadaan si menteri. Keheranannya semakin memuncak ketika Khalifah melihat si badui datang ke istana. Si arab badui ternyata masih hidup.

Pada akhirnya khalifah tahu duduk persoalan yang sebenarnya hingga dia pun mengangkat si arab badui untuk menggantikan posisi si menteri pendengki yang telah mati karena kedengkiannya.
Seringkali kedengkian timbul diantara dua orang yang memiliki kesamaan dalam profesi. Misal, pedagang dengki kepada sesama pedagang, mahasiswa dengki kepada sesama mahasiswa, bahkan tidak menutup kemungkinan seorang ustadz dengki terhadap ustadz yang lain. Oleh karena itu waspadalah. Jangan sampai kedengkian ini menawan perasaan kita.

Serakah

Orang yang tamak tidak akan pernah menemukan kepuasan. Bahkan andai seluruh dunia dia genggam, dia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya. Ketika dia menginginkan A, maka dia berharap B. Ketika B sudah dia raih, maka dia berangan-angan tentang C. Begitu seterusnya hingga dia sendiri lelah dalam pencarian kepuasan di dunia.

Hal ini pun disinyalir oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam di dalam haditsnya

“Seandainya seorang anak Adam telah memiliki dua lembah, maka dia akan mencari lembah yang ketiga, dan perutnya tidak akan merasa puas sampai dimasukkan ke dalam tanah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Keserakahan bisa berdampak buruk bagi diri kita. keserakahan bahkan bisa membinasakan kita. saya pernah mengalami hal ini ketika saya berpikir serakah dan tergesa-gesa setelah menuntaskan naskah yang sudah saya tulis. Saya mengirimkan naskah tersebut ke banyak penerbit sekaligus. Waktu itu saya tidak berpikir karena sudah sering naskah saya ditolak, maka besar kemungkinan naskah tersebut diterima lebih dari satu penerbit. Tapi ternyata justru beberapa bulan kemudian saya menerima surel dari tiga penerbit sekaligus. Mereka menyatakan menerima naskah tersebut. Saya merasa dilemma dan harus memutuskan untuk memilih diantara tiga penerbit tersebut. Memang, buku saya diterbitkan di salah satu penerbit itu, tapi saya telah diblacklist oleh dua penerbit yang saya batalkan penerbitan buku saya lewat mereka. Hasilnya apa? Bisa saja mereka tidak lagi mau menerima proposal naskah saya di masa yang akan datang.

Saya jadi teringat kisah fabel yang diceritakan guru saya ketika kelas 5 SD dulu. Waktu itu, Pak Hendar, guru bahasa Indonesia kami bercerita tentang kisah Musang yang serakah. Disebutkan bahwa suatu malam, seekor musang datang mengendap-endap menuju kandang ayam yang penuh dengan ayam.

Musang itu menemukan lubang kecil yang ukurannya pas dengan tubuhnya. Akhirnya si musang pun masuk ke dalam kandang dan mulai makan seekor ayam. Setelah habis, dia berpikir untuk memangsa ayam yang kedua di tempat. Dia tidak berpikir untuk kembali dengan membawa ayam tersebut. Setelah memangsa ayam kedua, dia berpikir bahwa dia belum kenyang sehingga memangsa ayam ketiga hingga kekenyangan.

Setelah puas, musang itu pun keluar dari kandang. Kepala dan kaki depannya sudah berada di luar, tapi naasnya perut buncitnya yang kekenyangan terjebak di lubang. Musang itu tidak bisa keluar karena perut buncitnya tidak lagi muat di lubang. Musang itu meronta-ronta hingga membuat ayam di dalam kandang ketakutan dan gaduh.

Si pemilik kandang mendengar keributan tersebut dan keluar untuk melihat apa yang terjadi. Nah, cerita selanjutnya bisa pembaca tebak sendiri.

Rasa Bosan dan Kehidupan yang Monoton

Melakukan aktifitas yang berulang-ulang secara berkesinambungan bisa menyebabkan kita bosan. Bahkan hal-hal yang menyenangkan pun terkadang terasa membosankan jika hal itu selalu kita lakukan.

Untuk mengurangi kebosanan, kita bisa memvariasikan kegiatan yang kita lakukan. Misal, ketika saya bosan dan merasa suntuk membaca buku-buku berat, maka saya akan mencomot buku yang ringan semacam novel atau komik untuk mengurangi kejenuhan saya. Jika saya merasa jenuh ketika menulis, saya mencoba menetralkan kejenuhan tersebut dengan menonton film yang bermanfaat.

Kejenuhan pun terkadang menghinggapi kita ketika apa yang kita makan tidak memiliki variasi. Jika kita memakan tempe setiap hari mungkin akan merasa bosan dengan menu yang itu-itu saja. cobalah untuk mengganti menu harian. Misal hari ini makan tempe, besok tahu, besoknya lagi tumis kangkung dan begitu seterusnya. Sehingga kita selalu menemukan perbedaan.

Dosa/Kemaksiatan

Dosa yang kita lakukan menyebabkan hati kita berkarat sehingga kita tidak lagi mengenal kebahagiaan. Dosa yang dilakukan terkadang menghantuinya dan membuatnya gelisah sehingga atidak lagi merasa tenang. Dia berpikir tentang dosa yang telah mereka lakukan, hal-hal yang tidak adil yang pernah dia lakukan, kedzaliman terhadap orang lain yang dia kerjakan dan kejahatannya.

Kita harus memahami bagaimana mengenyahkan perasaan gundah gulana dengan taubat nasuha. Kita perlu bersungguh-sungguh mencari pengampunan dari Allah subhanahu wata'ala. Kita harus menyadari bahwa tidak seorang pun di dunia ini yang selamat dari kesalahan selama hidupnya. Hanya dengan ramhat-Nya kita bisa kembali bersih dari dosa.

Renungkanlah firman Allah subhanahu wata'ala berikut,

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (Quran Surat ali Imran [3]: 135)

 Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  (QS az-Zumar [39]: 53)
Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,

 “Seandainya kamu sekalian tidak mempunyai dosa sedikit pun, niscaya Allah akan menciptakan suatu kaum yang melakukan dosa untuk diberikan ampunan kepada mereka.” [HR. Muslim]

Penolakan

Banyak orang yang tertekan karena mendapatkan penolakan dari orang-orang di sekitarnya. Ada pemuda/pemudi yang tertekan karena cinta yang bertepuk sebelah tangan. Ada karyawan yang merasa sedih dan tertekan karena ide yang dia utarakan diremehkan oleh atasan. Padahal dia yakin ide yang dia lontarkan memiliki kemaslahatan.

Saya pun pernah merasakan hal ini ketika naskah saya ditolak oleh beberapa penerbit. Entah sudah berapa kali proposal naskah yang saya ajukan ditolak oleh penerbit mayor sehingga saya merasa frustasi. Hingga pada akhirnya saya memilih untuk menerbitkan buku secara indie.

Mungkin kita merasa diperlakukan dengan tidak adil sehingga tidak ada alasan untuk hidup bahagia. Kita merasakan bahwa seseorang/masyarakat telah bersikap tidak adil terhadap kita dan tidak menghargai kita dengan layak.

Apa yang harus kita lakukan ketika perasaan ini muncul

Pertama, kita harus memahami bahwa apa pun yang kita lakukan tidak akan pernah membuat semua orang senang. Terkadang ada orang yang menyenangi apa yang kita lakukan, ada juga orang yang tidak menyukainya. Tapi lambat tapi pasti orang-orang akan mengetahui bahwa apa yang kita lakukan itu benar.

Kedua, hendaknya kita menahan diri dari membesar-besarkan masalah kita dan perasaan kita. jangan pernah mengasihani diri karena mendapatkan penolakan. Justru penolakan ini bisa menguji seberapa kuat dan sabar kita menghadapinya.

Ketiga, jangan berharap mendapatkan perhatian yang lebih dari orang yang kita harapkan perhatiannya. Karena bisa saja terkadang kita juga melakukan hal yang sama. Kita pada umumnya lebih memperhatikan masalah dan keinginan kita dibanding masalah dan keinginan orang lain. Maka intropeksi diri dan tetap menjadi pribadi yang baik dan peduli kepada orang lain.

Keempat, hilangkan pikiran buruk yang terkadang menghinggapi benak kita ketika kita mendapatkan penolakan, komentar negatif dan sikap acuh tak acuh dari orang lain. Jangan menafsirkan langsung sikap mereka sebagai bentuk rasa benci dan tidak suka mereka kepada kita.

Secara umum, kebahagiaan akan selalu melekat di hati mereka yang selalu dekat dengan Allah subhanahu wata'ala. Maka mari kita renungkan apa yang telah Allah subhanahu wata'ala firmankan,

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ( Quran surat al-Ankabut [29]: 69)

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment