Kebahagiaan adalah tidak terlalu memusingkan apa yangdipikirkan oleh orang lain.
Bagi dunia mungkin kamu hanya seseorang. Tapi bagi seseorang kamu mungkin dunianya. Oleh karena itu hargai dirimu dan hargai orang yang menghargaimu.
Kita akan merasakan kebahagiaan yang sempurna jika kita mau
menerima diri kita apa adanya. Menerima disini bukan berarti kita pasrah dengan
keterbatasan dan kekurangan yang kita miliki. Tapi menerima disini kita berarti
merasa bangga dan bahagia dengan kelebihan dan keunikan yang ada pada diri
kita, serta berusaha untuk memperbaiki kekurangan yang ada dalam diri kita.
Memang, ada beberapa hal yang tidak bisa kita ‘otak-atik’ dan tidak
bisa kita ubah yang bersifat permanen. Maka disitulah kita harus bangga dengan
apa yang kita miliki serta menerima diri kita apa adanya. Justru sebaliknya,
ketika kita berusaha mengubah apa yang sudah permanen melekat dalam diri kita,
maka itu menyalahi kodrat yang telah ditetapkan Allah subhanahu wata'ala.
Maka saya simpulkan, ada beberapa hal yang tidak bisa kita ubah
seperti warna kulit, rambut, ras, keturunan dan bentuk tubuh. Ada hal yang bisa
kita ubah seperti skill, pengetahuan, dan pola pikir. Bahkan cara berbicara,
bersikap dan gesture tubuh pun bisa kita ubah selama kita menganggap hal itu
perlu diubah demi kemaslahatan diri kita.
Banyak diantara kita –terutama di kalangan remaja yang masih
mencari hakikat jati diri- merasa bingung dengan citra diri sendiri. banyak
diantara kita yang tidak puas dengan dirinya sendiri dan selalu membandingkan
dirinya dengan orang lain. Well, silakan lihat pemaparan di Kunci yang kedua di
buku ini.
Ada diantara kita yang membenci dirinya sendiri karena tidak
memiliki apa yang orang lain miliki. Dia merutuki diri karena tidak memiliki
talenta yang bisa dibanggakan, tidak memiliki bentuk fisik dan paras yang
menawan dan proporsional. Kita merasa aneh bahwa diri kita berbeda dengan orang
lain sehingga kita merasa kita telah realienasi dengan lingkungan kita. Kita beranggapan
bahwa kita tidak boleh berbeda dengan orang lain. Jika kita, kita bisa menjadi
bahan olokan dan bully.
Saya pernah merasakan bagaimana diri saya merasa tersisihkan dari
lingkungan pergaulan karena perbedaan. Ketika semasa duduk di bangku SD dan SMP
saya sering menerima bully dari teman-teman karena mereka menganggap cara
beragama saya –lebih tepatnya keluarga saya- berbeda dengan kebanyakan
masyarakat nadhiyin yang mendominasi desa saya. Mereka berpikir bahwa keluarga
saya Persis (nama organisasi, Persatuan Islam). Well, jujur saya tidak suka
dipanggil ‘Husni Persis’. Seakan-akan panggilan itu adalah rasisme yang membuat
saya merasa tidak setara dengan mereka.
Tapi lambat laun saya bisa menerima diri saya dengan perbedaan yang
ada pada diri saya. Termasuk kebebasan saya dalam menjalankan keyakinan saya
dan dalam berorganisasi. Perasaan minder itu hilang setelah saya mulai duduk di
bangku SMA dengan kultur dan latar belakang siswa yang beragam.
Saya yakin bahwa sudah selayaknya saya tidak mempedulikan ejekan
mereka yang selalu nyinyir. Saya mencoba melihat bahwa orang-orang yang dulu
mengejek saya adalah orang-orang yang merasa iri dengan kehidupan saya dan
mencari kepuasan dari komentar-komentar negatif kepada saya. Sehingga tidak ada
gunanya meladeni semua nyinyiran.
Ketika SMA ada salahseorang teman sekelas saya yang terkadang
nyinyir dengan hobi yang saya tekuni di bidang tulis menulis. Karena teterbatasan
sarana, saya seringkali menulis artikel dengan tulisan tangan, bukan dengan
mengetiknya di computer. Saya masih ingat komentar teman saya yang mengatakan
bahwa saya telah menghabiskan waktu saya dengan percuma. Saya pikir boleh jadi
apa yang dia katakan itu benar dan bisa saja salah. Memang saya merasa
aktifitas menulis itu menghabiskan waktu saya. Lebih dari itu, membua tangan
saya pegal karena harus menulis lewat tulisan tangan. Bahkan saya berpikir
bagaimana mungkin saya akan menjadi penulis jika computer pun tidak punya.
Pada akhirnya saya bisa membuktikan bahwa saya bisa memuat karya
saya di majalah, koran dan media daring. Bahkan saya bisa membeli computer dan
bisa menulis hingga sekarang. Ya, memang cara terbaik untuk melawan nyinyiran
orang adalah membuktikan bahwa nyinyirannya itu salah besar.
Sebenarnya nyinyiran dan ejekan yang kita terima bisa menjadi
pelecut bagi kita sehingga disinilah kita mencoba menemukan sisi positif dari
segala hal yang tidak menyenangkan yang kita alami. Boleh jadi ini menjadi awal
dari kebahagiaan kita. Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam saja bisa
menaklukan Mekah setelah tiga belas tahun bersabar menerima intimidasi dan
sepuluh tahun mencoba merancang strategi.
Kita berhak untuk menikmati kehidupan kita sehingga tidak boleh ada
orang lain yang mengendalikan kita sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Tentunya
yang saya maksud disini adalah dalam hal yang positif. Karena tidak selamanya
kita menjadi seorang yang tidak peduli dengan komentar. Terkadang kita
membutuhkan komentar dan kritikan orang lain untuk mengubah keburukan dan
kekurangan yang kita miliki.
Hidup adalah anugerah Allah subhanahu wata'ala yang tidak boleh
disia-siakan hanya dengan menuruti semua keinginan orang lain. Memuaskan semua
orang itu mustahil karena akan selalu ada yang mendukung dan ada yang
menentang. Selama apa yang kamu lakukan itu positif, maka cenderunglah untuk
melihat mereka yang mencintai dan mendukung secara tulus. Bukan mereka yang
menentang dengan nyinyirannya yang menyakitkan. Inilah yang salah lakukan
ketika ada satu teman saya yang mengejek tentang kemampuan menulis saya. Saya bersyukur
selalu ada teman yang mensuport dan bahkan rela meminjamkan komputernya kepada
saya ketika saya belum memiliki computer. Saya berterimakasih kepada
teman-teman saya yang dengan tulus membaca karya saya dan mengoreksinya. Mereka
selalu memberi saya semangat. Merekalah pembaca pertama saya sebelum saya
mengirimkan naskah saya ke redaksi koran atau majalah.
Allah subhanahu wata'ala telah menciptakan setiap manusia dengan
kepribadian dan karakter yang identik. Hatta, saudara kembar yang sekilas
banyak kemipiran pun memiliki perbedaan satu sama lain. Allah subhanahu
wata'ala telah menciptakan setiap orang dengan kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Hikmahnya, dengan perbedaan inilah manusia bisa melengkapi satu
sama lain dan menutupi kekurangan diantara mereka. Mereka saling membutuhkan
karena memang itulah indahnya perbedaan.
Boleh jadi saat ini kita menganggap diri kita tidak berguna karena
merasa belum memiliki kontribusi apa pun. Hei, bahkan senyuman kita pun bisa
menjadi satu hal yang luar biasa. Setiap kita itu sempurna di sisi Allah subhanahu
wata'ala dengan ketakwaan dan akhlak yang kita miliki. Yang harus kita pikirkan
sekarang adalah bagaimana kita menjalani kehidupan kita sesuai dengan apa yang
Allah subhanahu wata'ala harapkan dan kita memaksimalkan potensi apa pun yang
ada dalam diri kita.
No comments:
Post a Comment