Tidak ada yang sempurna kecuali Pemilik
Kesempurnaan yang tiada memiliki kecacatan, aib dan kekurangan. Dialah Allah
subhanahu wata'ala. Oleh karena itulah tidak layak kita mengharapkan semuanya
serba sempurna. Kita menemukan kekurangan dalam jiwa, keluarga, sahabat, relasi
bisnis, guru, harta dan apa pun yang kita lihat, dapatkan dan miliki,
menyebabkan kita merasa frustasi.
Kita terkadang menemukan kekurangan pada
sahabat kita sehingga kita merasa kecewa berteman dengannya. Kita berharap dia
memiliki kesempurnaan dalam sikap. Kita memiliki ekspektasi bahwa dia akan
selalu sepadan dengan diri kita. Kita menganggap bahwa dia adalah teman yang
ideal yang kita harapkan. Tapi nyatanya dia tidak seperti yang selama ini kita
harapkan.
Saya pernah mengalami hal ini ketika saya
berteman dengan beberapa orang yang saya anggap bisa menjadi sahabat baik saya.
Sebutlah saya berteman dengan si fulan yang sama-sama memiliki kecocokan satu
sama lain karena kesamaan hobi. Tapi ternyata ada beberapa sifat dan prilaku
dia yang kurang sreg dengan saya. Pada titik itu saya kecewa karena menemukan
ketidaksamaan. Disanalah saya mulai sadar bahwa tidak akan pernah ada kepuasan
ketika kita selalu menuntut kesempurnaan.
Betapa banyak pasangan suami istri yang
bercerai dengan alasan ketidakcocokan yang mereka temukan satu sama lain
seiring berjalannya waktu. Masa-masa indah selama bulan madu tidak lagi menjadi
kenangan indah yang bisa membangkitkan gairah dan cinta. Masa-masa kebahagiaan
di masa lalu terhapus oleh fakta bahwa mereka memiliki perbedaan yang mencolok.
Mereka melihat kekurangan pada pasangannya dan tidak ingin berdamai dengan hal
tersebut. Mereka menuntut kesempurnaan dari pasangannya. Endingnya, mereka
memilih untuk bercerai. Tak peduli
dengan anak yang kini kehilangan pegangan dan menjadi korban perceraian.
Betapa ada orang tua yang menuntut
kesempurnaan dari anak-anaknya sehingga mereka memaksa anak-anaknya untuk
mengikuti les ini dan itu. Mereka berharap anaknya menjadi seorang anak yang
jenius yang menjadi kebanggaan orang tuanya. mereka telah merampas waktu
bermain dan bersenang-senang anaknya hanya untuk les yang tidak ada habisnya.
Mereka ingin anaknya multitalent dan menjadi kebanggaan orang tua dengan segudang
prestasi. Pada ujungnya anak menjadi depresi dan tidak lagi semangat dalam
belajar. Mereka tertekan dan bahkan membenci orang tuanya.
Tidak ada salahnya kita menuntut kesempurnaan.
Karenaa kesempurnaan adalah sebuah keharusan jika ditinjau dari segi produktifitas
dan kualitas. Tentunya produsen yang baik adalah produsen yang menghasilkan
produk yang sempurna dan nyaris tidak memiliki kecacatan pada barang produksi
yang dia hasilkan. Tentunya siswa yang baik adalah siswa yang menjadi teladan
dan mencetak banyak prestasi yang sempurna. Tentunya bos di kantor menginginkan
hasil kerja kita yang sempurna dan tepat waktu, pun kita sebagai karyawan
mengharapkan hasil kerja yang diapresiasi bos dengan baik dengan harapan
mendapatkan promosi kenaikan jabatan di masa yang akan datang.
Hanya saja ketika kita menuntut kesempurnaan
pada hasil diluar dari apa yang kita sanggupi, maka itu bukan kewajaran. Ketika
kita menuntut kesempurnaan setelah ikhtiar yang maksimal, maka itu bisa menjadi
masalah. Kita melihat hasil yang tidak sesuai harapan dan kita mulai
menggerutu. Disinilah masalahnya.
Terkadang
kita memiliki banyak harapan, tapi tidak semua harapan itu tidak
terwujud dan tidak sesuai dengan apa yang telah kita impi-impikan sejak dahulu.
Kita memiliki cita-cita dan kenyataannya cita-cita itu tidak tercapainya.
Karena kita saorang perfectionist, maka hanya menilai dari hasil, bukan dari
proses yang telah kita jalani.
Andai Allah subhanahu wata'ala menjadikan
hasil sebagai nilai dari sebuah usaha, maka tentu Nuh Alaihi salam telah gagal
dalam berdakwah. Konon beliau telah berdakwah selama 950 tahun tapi hanya
segelintir orang yang mengikutinya. Itu pun orang-orang yang termarjinalkan.
Tapi di mata Allah subhanahu wata'ala, dakwah Nabi Nuh Alaihi salam adalah
dakwah yang sukses. Mungkin kita gagal, tapi proses itu insya Allah akan
menjadikan kita sebagai pribadi yang kuat, berpengalaman dan menjadi pribadi
yang luar biasa kuat menghadapi berbagai macam kemungkinan. Kita bisa
mengantisipasi kemungkinan buruk di masa yang akan datang berbekal pengalaman
buruk di masa sekarang.
Bahkan kegagalan menemukan apa yang kita
harapkan bisa membuka jalan lain untuk menemukan kesuksesan yang selama ini
kita cari. Boleh jadi Allah subhanahu wata'ala menutup satu pintu dan
menggantinya dengan membuka pintu lain kepada kita. Hanya saja terkadang kita
tidak menyadari hal itu karena kita masih terpaku pada satu pintu yang sudah
tertutup dan tidak mempedulikan tanda dan kode yang Allah berikan supaya kita
berpaling dan memandang pintu lain yang telah Dia berikan. Bahkan pintu kedua
ini lebih baik dari pintu yang pertama. Hanya saja kita terkadang gagal move
on.
Marilah kita belajar pada kisah Ibrahim Alaihi
salam. Beliau kecewa terhadap bintang, matahari dan bintang seiring lenyapnya
mereka dari pandangan mata. Dan lenyapnya semua benda itu adalah satu ilham
untuk memberi pemahaman bahwa ada yang lebih hebat dari semua itu. Allah
subhanahu wata'ala. Benda-benda yang menghilang dari pandangan Ibrahim itu
menjadi jalan dia mengenal Allah subhanahu wata'ala sebagai Pencipta Alam
semesta.
Kesedihan akan hilang, rasa sakit akan lenyap
dan pada akhirnya kita akan menemukan kebahagiaan dan ketentraman dengan
penerimaan terhadap apa yang telah Allah subhanahu wata'ala gariskan.
Sumber gambar: Wall street Journal
No comments:
Post a Comment