17 May 2019

Dimana Aku Harus Mencari Kepuasan?


Kita semua mencari kepuasan. Kita mencari kepuasan dari makanan yang kita makan, tempat tinggal yang kita tempati, pakaian yang kita kenakan, persahabatan yang kita jalin, cinta yang kita miliki dan kita harapkan, kedamaian yang kita dambakan dan kebahagiaan yang kita tuju. Kita menghabiskan hari-hari kita dengan mengejar kepuasan tersebut.

Bahkan di era kehidupan yang serba instan seperti saat ini, kepuasan masih menjadi misteri. Ketika kita ingin mengetahui sesuatu, maka kita akan menemukannya di mesin pencarian google hanya dalam beberapa detik. Ketika kita membutuhkan makanan, kita hanya perlu pergi ke restoran/warung makan atau memasak bahan makanan secara praktis dengan alat-alat yang canggih. Ketika ingin membeli sesuatu hanya perlu melihat di layar smartphone, hanya bermodal jempol barang akan segera sampai. Pun ketika ingin membayar segala tagihan, jempol bisa menjadi modal. Tapi anehnya, dengan semua kepraktisan seperti ini seakan kepuasan semakin kabur dari pandangan mata.

Meskipun dunia ada di ujung jari kita, kepuasan itu tak selalu ada. Pakaian yang baru kita beli akan usang dan ketinggalan mode. Pernikahan yang kita pikir akan memberikan kebahagiaan ternyata berujung pada percekcokan. Jumlah uang di rekening kita tak pernah lagi membuat kita cukup dan selalu merasa kurang karena banyak tagihan.

Kita berpikir bahwa kita akan merasa puas ketika sesuatu kita miliki. Kemudian sesuatu itu telah kita miliki dan kita mengharapkan sesuatu yang lain. Kita selalu ingin memiliki banyak hal. kita selalu berharap untuk mendapatkan semuanya dalam persaingan kehidupan dunia karena sikap rakus kita terhadap gemerlap dunia. Dan Allah subhanahu wata'ala sudah memberitahukan kita hakikat ini melalui firmannya,

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. (Al-Quran, 102: 1-2)
Lalu dimanakah kepuasan

Para psikolog menyatakan bahwa manusia akan merasa puas ketika segalanya berjalan sesuai dengan keinginan. Tetapi kita juga tahu bahwa segala sesuatu tidak pernah berjalan sesuai dengan harapan. Kesenangan hanya bersifat sementara dan ketidaknyamanan tidak bisa kita hindari.
Kepuasan tak akan pernah kita rasakan kecuali kita menyadari bahwa hakikat dari dunia ini tak akan pernah memuaskan jiwa. Hanya cahaya ilahi yang bisa memberikan kepuasan di dalam jiwa kita. Cahaya ilahi itu datang dari keimanan yang kita tanam dengan kuat di hati kita dan termanifestasikan dalam amal dan ketaatan.
Ketika kita menyadari bahwa hakikat hidup ini penuh dengan ketidakpuasan, kekecewaan dan kesenangan yang semu, maka disitulah kita kembali kepada Allah Subhanahu wata'ala. Andai Allah Subhanahu wata'ala meletakan nilai kepuasan itu pada dunia, maka tidak ada jalan untuk kembali kepada-Nya. Allah Subhanahu wata'ala sengaja tidak meletakan kepuasan pada dunia supaya kita mencari-Nya disaat kita hampa. Allah Subhanahu wata'ala cukup bagi kita. Itu sebabnya Nabi shollallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kita doa, “Hasbiyallah, Allah sudah cukup bagiku.”
Kembalilah kepada Allah dan sandarkan diri kita padanya, maka semuanya akan tercukupi. Semuanya akan terpuaskan. Carilah kepuasan pada cahaya-Nya.
Allah Subhanahu wata'ala yang menciptakan hati kita, sehingga hanya Dia satu-satunya yang bisa memuaskan hati kita. Inilah makna yang tersirat dari hadits Qudsi yang berbunyi, 

“Langit dan bumi tidak akan bisa memuat dzat-Ku, kecuali hati hamba-Ku yang beriman.”

Kemudian Allah Subhanahu wata'ala berfirman di dalam quran,

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Quran 13:28)

Dan pada akhirnya, lewat surat al-Fajr Allah memanggil jiwa yang puas dengan memasuki Jannah-Nya. Ya, karena tabiat orang-orang pewaris surga adalah mereka yang selalu mendapatkan kepuasan dari Rabbnya.

Kita semua memiliki kebutuhan, keluarga yang harus kita nafkahi, bisnis yang harus kita jalani, dan relasi yang harus kita kunjungi. Kita semua memiliki dunia di tangan kita. tapi jangan pernah kita meletakan semua itu di hati sehingga kembuat kita lupa pada hakikat diri kita. karena hati hanya pantas dan layak diisi oleh cahaya Ilahi, bukan dunia yang hanya layak berada dalam genggaman tangan saja. karena inti kepuasan itu ada di hati yang selalu melekat pada Rabbnya. Hati kita menginginkan Allah subhanahu wata'ala sehingga dengan begitu, dimana pun, kapan pun dan dalam kondisi apa pun kita akan merasakan kepuasan tanpa batas.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment