Murabbi saya, Zuhdan Annur pernah memberikan sebuah game unik
ketika masa orientasi pesantren berlangsung. Waktu itu, beliau meminta setiap
dari kami mengambil secarik kertas dan mulai menuliskan nama teman-teman
sekelompok di atas kertas. satu nama untuk satu halaman. Setelah semua nama tertulis, beliau meminta
kami untuk membuat dua buah kolom. Kolom sebelah kanan adalah ‘kolom kebaikan’
dan kolom sebelah kiri adalah ‘kolom kejelekan.’
Setiap dari kami meminta untuk mendaftar kebaikan-kebaikan
dari setiap nama, setelah itu baru menuliskan sifat-sifat jeleknya. Kami tidak
dibolehkan menuliskan nama kami sehingga teman-teman kami tidak tahu siapa yang
menilai mereka.
Dari permainan ini, beliau kemudian memberi kami pelajaran
yang sangat berharga. Di akhir sesi game, setelah kami bertukar kertas dan
melihat serta menyeksamai penilaian dari teman-teman, ustadz kami berkata,
“Setiap diri kita memiliki kebaikan dan keburukan. Dan masalah yang
sesungguhnya adalah apakah kita akan berdamai dengan kejelekannya ataukah
tidak? Apakah kita akan menghargai kebaikannya ataukah tidak? Tidak ada pribadi
yang sempurna. Karena kita bukan malaikat.”
Dari sini saya bisa menarik banyak hikmah yang begitu memperkaya
nurani saya, memberi saya pelajaran tentang pentingnya memahami setiap jiwa
insan yang berada di sekitar kita dan mencoba memaklumi setiap kekurangannya.
Pertama, kita makhluk yang penuh dengan kekurangan dan tidak
ada yang sempurna
Setiap diri kita memiliki kekurangannya masing-masing yang
tidak bisa kita paksakan untuk berubah dalam waktu yang singkat, atau bahkan
tidak bisa diubah sama sekali (jika kekurangan itu bersifat menetap). Mungkin
diantara teman kita ada yang memiliki sifat agak pelit, pemarah, tidak
penyabar, pencemburu dan mudah sersinggung. Tapi dibalik sifat-sifatnya yang
penuh dengan cela itu, tidak menutup kemungkinan kita bisa menemukan kebaikan
di dalam dirinya. mungkin dia agak pelit, tapi dia selalu tersenyum dan
menyapamu. Mungkin dia agak pemarah, tapi dia tidak pernah berpikir panjang
untuk mengulurkan tangan ketika kamu kesusahan. Mungkin dia mudah tersinggung,
tapi dia juga memiliki empati yang besar kepadamu.
Jika kita merasa benci dengan keburukan seseorang, maka
segeralah untuk memikirkan tentang kebaikan-kebaikan yang ada pada dirinya.
jika kita tidak menemukan kebaikan pada dirinya, maka berusahalah untuk
mengubah keburukan yang mendominasi jiwanya.
Alih-alih sibuk memikirkan cela yang ada pada jiwa teman
kita, lebih baik kita memikirkan tentang kebaikan-kebaikannya. Jangan sampai
hanya karena secuil kesalahan, kita melupakan beribu kebaikan yang telah dia
berikan. Itu namanya tidak tahu diri.
Kedua, memang dia tidak sempurna, tapi ini bukan alasan untuk
tidak mencoba menasihatinya.
Kekurangan dan cela itu ada yang berasal dari sifat bawaan da
nada juga yang bisa diubah. Maka, kita bisa memahami kondisi dan situasi. Kita
bisa mengenal karakter mana yang bisa diubah dari teman kita, dan mana yang
sama sekali tidak bisa diubah. Oleh karena itu, cobalah untuk menasihati dan
membimbingnya untuk bisa menjauhi keburukan yang ada pada dirinya.
Ketika saya nyanti di sebuah pesantren di Pangandaran, saya
memiliki teman yang –maaf- agak kemayu. Usut punya usut teman saya ini memiliki
satu kelainan yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Dia bercerita bahwa dia
memiliki masalah pada orientasi seksualnya. Dia berani bercerita karena begitu
dekat dengan saya dan memiliki passion yang sama dalam bidang olahraga. Kami
sering bercerita dan berbagi.
Saya begitu terkejut ketika mendengar bahwa alih-alih
menyukai lawan jenis, dia malah suka terhadap sesama jenis. Saya tidak
mengatakan dia gay, karena dia tidak mengakui dirinya gay. dia juga tidak
mengatakan bahwa perasaannya itu normal. Bahkan dia mengakui itu masalah besar
yang ingin dia sembuhkan. Belakangan, saya mengetahuinya dengan istilah same
sex attraction.
Perlahan tapi pasti saya berusaha mensupportnya untuk
berubah. Bahkan saya menyarankan dia untuk berkonsultasi kepada ustadz yang mengasuh
rubric konsultasi di sebuah majalah. Saya ingin dia sembuh dan berusaha hidup
normal. Dan pada akhirnya, dia mengabarkan kepada saya bahwa dia berusaha untuk
berubah, meski saya tidak menanyakan, ‘Apakah sekarang kamu sudah berubah?’
Saya juga memiliki teman yang agak pelit. Ketika dia
mendapatkan kiriman dari kampung halaman, dia tidak pernah membagi makanan atau
cemilan kepada teman-teman satu kamarnya. Dia lebih memilih menyimpannya di
lemari dan memakannya ketika sendirian. Maka, saya tahu sifat buruknya itu bisa
saya ubah. Saya berusaha ‘mencuci otaknya’ dengan sering mentraktir dan berbagi
kepada dia. Hasilnya, dia malu sendiri. lambat tapi pasti, sifat pelitnya mulai
terkikis dan tidak lagi ‘menyembunyikan’ makanan di dalam lemari.
Begitulah, setiap kita memiliki kekurangan dan dari sana kita
belajar untuk menghargai dan memahami. Jika kekurangan dan cela itu bisa
diubah, kita tidak perlu menghargainya. Kita hanya perlu memahami dan mencoba
mengubahnya sehingga dia menjadi pribadi yang purna.
Setiap dari kita adalah cermin bagi yang lainnya. Sahabat
kita adalah cermin yang memperlihatkan kepada kita seperti apa diri kita yang
sebenarnya. Ketika kita bercermin, kita bisa melihat bahwa rambut kita belum
rapi, dasi kita masih belum lurus dan baju kita kusut dan amburadul. Kemudian
dengan bercermin kita merapikan kekacauan tersebut. Begitulah teman. Adanya
sebagai wasilah untuk saling memperbaiki dan saling menasihati. Adanya untuk
saling memahami dan menutupi aibnya.
Oleh karena itulah, saya tidak pernah sungkan untuk berkata
kepada teman saya, ‘Bro, jika kamu menemukan ada sifat buruk di dalam diriku,
tolong kasih tahu aku ya.”
Semoga dengan begitu, sahabat bukan hanya teman kongkow dan
ngobrol, tapi juga teman untuk saling bermuhasabah diri dan saling memperbaiki.
Sehingga persahabatan tidak hanya cukup di dunia, tapi langgeng hingga alam
akhirat kelak.
Sebagai pamungkas, mari kita simak hadits dari Rasulullah
shollallahu 'alaihi wasallam untuk menjadi bahan perenungan kita semua,
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,
Kenyataan ini telah dipaparkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ (أخيه) الْمُؤْمِنِ
Seorang mukmin cerminan dari saudaranya yang mukmin (HR.
Bukhori dan Muslim dalam Adabul Mufrad)
sumber gambar: https://www.wellbeing.com.au/mind-spirit/mind/know-better-improve-ability-understand-others.html
No comments:
Post a Comment