Mungkin engkau terheran-heran dengan judul di atas. Bagaimana
mungkin aku mendorongmu untuk menjadi seorang penakut? Bukankah penakut itu
konotasinya buruk? Bukankah penakut itu salahsatu sifat dan karakter orang
pengecut.
Ya, memang menjadi seorang penakut itu amatlah buruk. Seorang
penakut akan takut melangkah sehingga hidupnya tak memiliki kemajuan. Perjalanan
hidupnya tidak berkembang dan mandek di situ-situ saja. seorang prajurit
penakut tidak akan berani melangkah ke front terdepan. Alih-alih berperang
dengan gagah berani, dia berlari meninggalkan medan juang. Seorang pembisnis
yang penakut tidak akan berani mencoba inovasi baru, bahkan sepertinya memulai
bisnis pun takut. Takut rugi, takut ditipu, takut buntung dan takut-takut yang
lainnya.
Tapi yang saya bicarakan disini adalah rasa takut yang
terpuji. Apa dan bagaimana rasa takut yang terpuji itu? Rasa takut kepada Allah
subhanahu wata'ala sebagai Sang Pencipta dan Sang Pengatur.
Takut bahkan termasuk diantara rukun ibadah dari tiga rukun
ibadah. Adapun tiga rukun ibadah itu adalah cinta (al-mahabbah), takut
(al-khauf) dan harap (ar-raja’)
Takut ini bisa memotivasi seorang hamba untuk selalu
meningkatkan amal ibadahnya. Ada banyak ketakutan yang mengisi hati dan
jiwanya. Uniknya, semakin takut seorang hamba kepada Allah, maka semakin
mendekat dia kepada-Nya. Berbeda halnya ketika kita memiliki rasa takut kepada
sesama makhluk. Semakin takut, semakin menjauh dan berlari. Tapi dengan sang
Khalik, takut menjadi sebab dekat kepada-Nya.
Seorang mukmin yang baik akan merasa takut amal ibadahnya
tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata'ala. Sehingga dia tidak memiliki
kesempatan untuk berbangga diri dengan sujud-sujud panjangnya. Dia tidak merasa
jumawa dengan semua amalnya. Karena dia tidak tahu persis, apakah Allah subhanahu
wata'ala menerima amalnya ataukah tidak. Dia bahkan tidak berani meremehkan
orang lain dengan amalnya. Karena dia tidak tahu, barangkali amal orang lain
diterima di sisi Allah, sementara amal dirinya tidak.
Seorang mukmin yang baik merasa takut kalau-kalau Allah subhanahu
wata'ala akan menimpakan musibah dan bencana kepada dirinya tersebab dosa-dosa
yang dia lakukan. Dia juga takut Allah subhanahu wata'ala tidak menerima
taubatnya, yang itu artinya Allah tidak mengampuni dosanya. Dia khawatir tidak
mendapat keridhoan dari Sang Pemilik kehidupan. Sehingga hari-harinya selalu
diisi dengan istighfar.
Seorang mukmin merasa takut tertimpa fitnah kehidupan yang
begitu banyak menawarkan godaan. Sehingga dia selalu berhati-hati dalam
melangkah. Selalu menjaga semua anggota badannya dari noda-noda dosa. selalu
memproteksi jiwanya dari segala godaan syahwat duniawi yang melenakan nafsunya.
Seorang mukmin merasa takut jika hatinya berubah. Sebagaimana
disebutkan, “Hati dinamakan ‘qalb’
kerana sifatnya yang cepat berubah. Hati itu bagaikan bulu (ayam) yang
tergantung di atas sebuah pokok, yang dibolak-balikkan oleh angin sehingga bagian
atas terbalik ke bawah dan bahagian bawah terbalik ke atas.” (HR Ahmad)
Dia sadar bahwa iman bisa berubah-ubah. Pagi bisa beriman
dan petangnya dia bisa ingkar. Petang hari beriman, dan paginya dia sudah
kufur. Naudzubilah. Oleh karena itulah, orang mukmin yang baik juga merasa
takut terjangkit sifat munafik.
Seorang mukmin yang baik akan merasa takut akan nasibnya di
akhirat kelak. Dia merasa takut dengan fase-fase yang akan dia lalui di masa
yang akan datang. dia takut akan pedihnya sakaratul maut, adzab kubur, siksa
neraka dan takut meninggal dalam keadaan kehilangan iman.
Dan seorang mukmin yang baik akan takut jika dakwah tauhid
dan kalimatullah tidak tegak di muka bumi. Sehingga ia mengisi hari-harinya
dengan dakwah.
Mari kita pupuk rasa takut kita
mulai dari sekarang. Dengan menambah ilmu, mengupgrade amal dan membersihkan
hati dari noda-noda dosa sisa kemaksiatan.
(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat. (Al Anbiya: 49)
Takutnya Seorang Muslim
Ada banyak ketakutan yang dihadapi oleh manusia di dunia ini.
Ada banyak alasan kenapa dia merasa khawatir dan takut. Maka tak heran jika
orang bijak mengatakan bahwa dunia ini selalu membuat para pemujanya takut. Sebelum
dunia itu digenggam, manusia khawatir dan takut tidak mendapatkannya. Ketika dunia
sudah didapat, manusia takut dunia itu lenyap dari tangannya. Dan ketika dunia
dengan segala kemanisannya telah lenyap, manusia takut tidak ada gantinya.
Takut miskin bagi mereka yang diberi rezeki yang terbatas. Takut
tidak lulus ujian bagi mereka yang sekolah atau kuliah. Takut tidak mendapatkan
jodoh bagi mereka yang masih jomblo. Takut tidak punya anak bagi mereka yang
sudah bertahun-tahun sudah menikah tapi belum dikarunai anak dan beribu-ribu
ketakutan lainnya.
Ketakutan itu wajar jika datang. akan tetapi ketakutan itu
sudah tidak wajar jika menguasai hati kita sepanjang waktu sehingga kita berada
dalam vase lupa kepada Allah subhanahu wata'ala sebagai pengatur kehidupan dan
yang Menentukan takdir hamba-hamba-Nya. Ketawakalan kita sudah lenyap dan
nihil. Naudzubillah..
Marilah kita bercermin dari ketakutan generasi salaf. Mereka tidak
takut akan miskin, lapar dan semacamnya. Yang mereka takutkan adalah nasib
mereka di akhirat mereka.
Maka tak heran jika sejarah mencatat ungkapan-ungkapan rasa
takut yang datang dari hati nurani mereka yang dipenuhi cahaya iman.
Abu Bakar radiyallahu anhu berujar ketika melihat seekor
burung terbang melintas di hadapannya, “Andai aku seperti burung ini. Dia tidak
dibangkitkan dan dihisab.”
Abu Dzar pernah berkata, “Andai aku seperti batang pohon yang
tergeletak.”
Utsman bin Affan radiyallahu anhu berkata, “Andai aku tidak
dibangkitkan lagi setelah kematian.”
Dan ibunda Aisyah radiyallahu anha berkata, “Andai saya
menjadi orang yang terlupakan.”
No comments:
Post a Comment