20 Mar 2019

Menjadi Pribadi yang ‘Penakut’



Mungkin engkau terheran-heran dengan judul di atas. Bagaimana mungkin aku mendorongmu untuk menjadi seorang penakut? Bukankah penakut itu konotasinya buruk? Bukankah penakut itu salahsatu sifat dan karakter orang pengecut.

Ya, memang menjadi seorang penakut itu amatlah buruk. Seorang penakut akan takut melangkah sehingga hidupnya tak memiliki kemajuan. Perjalanan hidupnya tidak berkembang dan mandek di situ-situ saja. seorang prajurit penakut tidak akan berani melangkah ke front terdepan. Alih-alih berperang dengan gagah berani, dia berlari meninggalkan medan juang. Seorang pembisnis yang penakut tidak akan berani mencoba inovasi baru, bahkan sepertinya memulai bisnis pun takut. Takut rugi, takut ditipu, takut buntung dan takut-takut yang lainnya.

Tapi yang saya bicarakan disini adalah rasa takut yang terpuji. Apa dan bagaimana rasa takut yang terpuji itu? Rasa takut kepada Allah subhanahu wata'ala sebagai Sang Pencipta dan Sang Pengatur.
Takut bahkan termasuk diantara rukun ibadah dari tiga rukun ibadah. Adapun tiga rukun ibadah itu adalah cinta (al-mahabbah), takut (al-khauf) dan harap (ar-raja’)

Takut ini bisa memotivasi seorang hamba untuk selalu meningkatkan amal ibadahnya. Ada banyak ketakutan yang mengisi hati dan jiwanya. Uniknya, semakin takut seorang hamba kepada Allah, maka semakin mendekat dia kepada-Nya. Berbeda halnya ketika kita memiliki rasa takut kepada sesama makhluk. Semakin takut, semakin menjauh dan berlari. Tapi dengan sang Khalik, takut menjadi sebab dekat kepada-Nya.

Seorang mukmin yang baik akan merasa takut amal ibadahnya tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata'ala. Sehingga dia tidak memiliki kesempatan untuk berbangga diri dengan sujud-sujud panjangnya. Dia tidak merasa jumawa dengan semua amalnya. Karena dia tidak tahu persis, apakah Allah subhanahu wata'ala menerima amalnya ataukah tidak. Dia bahkan tidak berani meremehkan orang lain dengan amalnya. Karena dia tidak tahu, barangkali amal orang lain diterima di sisi Allah, sementara amal dirinya tidak.

Seorang mukmin yang baik merasa takut kalau-kalau Allah subhanahu wata'ala akan menimpakan musibah dan bencana kepada dirinya tersebab dosa-dosa yang dia lakukan. Dia juga takut Allah subhanahu wata'ala tidak menerima taubatnya, yang itu artinya Allah tidak mengampuni dosanya. Dia khawatir tidak mendapat keridhoan dari Sang Pemilik kehidupan. Sehingga hari-harinya selalu diisi dengan istighfar.

Seorang mukmin merasa takut tertimpa fitnah kehidupan yang begitu banyak menawarkan godaan. Sehingga dia selalu berhati-hati dalam melangkah. Selalu menjaga semua anggota badannya dari noda-noda dosa. selalu memproteksi jiwanya dari segala godaan syahwat duniawi yang melenakan nafsunya.

Seorang mukmin merasa takut jika hatinya berubah. Sebagaimana disebutkan,  “Hati dinamakan ‘qalb’ kerana sifatnya yang cepat berubah. Hati itu bagaikan bulu (ayam) yang tergantung di atas sebuah pokok, yang dibolak-balikkan oleh angin sehingga bagian atas terbalik ke bawah dan bahagian bawah terbalik ke atas.” (HR Ahmad) 

Dia sadar bahwa iman bisa berubah-ubah. Pagi bisa beriman dan petangnya dia bisa ingkar. Petang hari beriman, dan paginya dia sudah kufur. Naudzubilah. Oleh karena itulah, orang mukmin yang baik juga merasa takut terjangkit sifat munafik.

Seorang mukmin yang baik akan merasa takut akan nasibnya di akhirat kelak. Dia merasa takut dengan fase-fase yang akan dia lalui di masa yang akan datang. dia takut akan pedihnya sakaratul maut, adzab kubur, siksa neraka dan takut meninggal dalam keadaan kehilangan iman.

Dan seorang mukmin yang baik akan takut jika dakwah tauhid dan kalimatullah tidak tegak di muka bumi. Sehingga ia mengisi hari-harinya dengan dakwah.

Mari kita pupuk rasa takut kita mulai dari sekarang. Dengan menambah ilmu, mengupgrade amal dan membersihkan hati dari noda-noda dosa sisa kemaksiatan.

(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat. (Al Anbiya: 49)
Takutnya Seorang Muslim

Ada banyak ketakutan yang dihadapi oleh manusia di dunia ini. Ada banyak alasan kenapa dia merasa khawatir dan takut. Maka tak heran jika orang bijak mengatakan bahwa dunia ini selalu membuat para pemujanya takut. Sebelum dunia itu digenggam, manusia khawatir dan takut tidak mendapatkannya. Ketika dunia sudah didapat, manusia takut dunia itu lenyap dari tangannya. Dan ketika dunia dengan segala kemanisannya telah lenyap, manusia takut tidak ada gantinya.

Takut miskin bagi mereka yang diberi rezeki yang terbatas. Takut tidak lulus ujian bagi mereka yang sekolah atau kuliah. Takut tidak mendapatkan jodoh bagi mereka yang masih jomblo. Takut tidak punya anak bagi mereka yang sudah bertahun-tahun sudah menikah tapi belum dikarunai anak dan beribu-ribu ketakutan lainnya.

Ketakutan itu wajar jika datang. akan tetapi ketakutan itu sudah tidak wajar jika menguasai hati kita sepanjang waktu sehingga kita berada dalam vase lupa kepada Allah subhanahu wata'ala sebagai pengatur kehidupan dan yang Menentukan takdir hamba-hamba-Nya. Ketawakalan kita sudah lenyap dan nihil. Naudzubillah..

Marilah kita bercermin dari ketakutan generasi salaf. Mereka tidak takut akan miskin, lapar dan semacamnya. Yang mereka takutkan adalah nasib mereka di akhirat mereka.

Maka tak heran jika sejarah mencatat ungkapan-ungkapan rasa takut yang datang dari hati nurani mereka yang dipenuhi cahaya iman.

Abu Bakar radiyallahu anhu berujar ketika melihat seekor burung terbang melintas di hadapannya, “Andai aku seperti burung ini. Dia tidak dibangkitkan dan dihisab.”

Abu Dzar pernah berkata, “Andai aku seperti batang pohon yang tergeletak.”

Utsman bin Affan radiyallahu anhu berkata, “Andai aku tidak dibangkitkan lagi setelah kematian.”

Dan ibunda Aisyah radiyallahu anha berkata, “Andai saya menjadi orang yang terlupakan.”



Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment