7 Sept 2018

[Kisah] Mendulang Keberkahan dengan Keikhlasan


Jika kita memikirkan tentang keberkahan, maka tentu kita membayangkan tentang limpahan anugerah dari Allah subhanahu wata'ala, sehingga kita merasa cukup dengan segala karunia-Nya.

Banyak diantara kita yang menginginkan keberkahan dari Allah, tapi justru kita seringkali melakukan perbuatan atau perkataan yang menyebabkan keberkahan Allah menjauh dari kehidupan kita.
Berkaitan hakikat keberkahan, marilah kita simak sebuah kisah menarik dan inspiratif dari seorang ulama salaf bernama Syaqiq al-Balkhi rahimahullah

Dikisahkan bahwa pada suatu hari Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkhi membeli buah semangka untuk istrinya. Tentu saja sang istri merasa gembira dengan pemberian suaminya itu. Tapi ketika disantap, semangka itu tidak semanis yang dibayangkan. Semangka itu terasa hambar.

Maka sang istri pun marah dan menggerutu.

Syaikh Imam Syaqiq menanggapi kemarahan istrinya dengan tenang. Setelah beliau selesai menyimak gerutuan istrinya, beliau berkata,

“Kepada siapakah engkau marah wahai istriku? Apakah kau marah kepada pedagang buah semangka? Atau engkau marah kepada aku sebagai pembelinya? Atau engkau marah kepada petani yang menanamnya? Atau engkau marah kepada yang menciptakan buah semangka ini?”

Rentetan pertanyaan Syaikh Syaqiq membuat istrinya terdiam

Sembari tersenyum, Syaikh Syaqiq al-Balkhi melanjutkan kata-katanya,

“Pedagang semangka itu tidak akan menjual sesuatu yang tidak baik karena ia tidak ingin kehilangan pelanggannya dan membuat pembelinya kecewa. Aku sebagai seorang pembeli pun pasti ingin membeli sesuatu yang baik. Begitu juga seorang petani semangka, tentu saja dia tidak ingin hasil panen tanamannya buruk, maka dia merawat tanamannya agar bisa menghasilkan buah yang terbaik.”
Si istri masih terdiam dan mencoba mencerna kata-kata suaminya.

Syaikh Syaqiq masih melanjutkan nasihatnya,

“Maka istrimu, sasaran kemarahanmu bukan kepada pedagang buah semangka, bukan juga kepada aku sebagai pembelinya atau kepada petani yang menanamnya. Sasaran kemarahanmu yang tersisa adalah kepada Yang Menciptakan buah semangka itu.”

Pertanyaan Syeikh al-Imam Syaqiq menembus ke dalam hati sanubari istrinya. Terlihat butiran air mata menetes perlahan di kedua pelupuk matanya.

Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkhi pun melanjutkan ucapannya,

"Bertaqwalah wahai istriku, Terimalah apa yang sudah menjadi Ketetapan Allah.  Agar  Allah memberikan keberkahan pada kita.

Mendengar nasehat suaminya, sang istri pun sadar dan menundukan kepalanya. Menangis dan mengakui kesalahannya. Serta rihdo dengan apa yang telah ditetapkan Allah subhanahu wata'ala. Ridho dengan buah semangka hambar yang dia makan saat itu.

Dari kisah ini kita bisa mengambil pelajaran yang berharga.

Pertama, hendaknya kita selalu rela dengan apa yang telah menimpa kita. Kita sadari bahwa semua itu tak lepas dari rencana Allah.

Pelajaran yang kedua, ketika kita Mengeluh berarti kita mengeluh kepada Allah subhanahu wata'ala dan menggugat keputusan dan takdir Allah. Cobalah kita bayangkan, pernahkah kita berani menggugat keputusan bos besar di kantor kita?

Pelajaran yang ketiga, setiap keluhan yang terucap dan hati yang tidak menerima dengan ikhlas ketentuan Allah, akan menjauhkan rahmat dan keberkahan Allah subhanahu wata'ala dari kehidupan kita.  Oleh karena itu, supaya hidup kita diliputi keberkahan, kita harus menerima setiap yang Allah subhanahu wata'ala gariskan.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment