7 Sept 2018

Kisah al-Balkhi dan Si Burung Pincang


Ada pepatah yang mengatakan tangan di atas lebih baik daripada tangan yang dibawah. Artinya, lebih mulia memberi daripada menjadi seorang penerima. Meski tidak ada yang salah ketika kita menerima pemberian dari orang lain. Tapi memberi itu jauh lebih mulia jika kita hendak memilih. Sayangnya, banyak orang yang lebih memiliki mental peminta-minta dibanding mental seorang pemberi.
Ada kisah menarik terkait hal ini.

Dikisahkan seorang yang zuhud bernama Al-Balkhi mempunyai sahabat karib yang sama-sama zuhud bernama Ibrahim bin Adhom.  Al-Balkhi sering memanggil Ibrahim bin Adham dengan panggilan Abu Ishaq.

Pada suatu hari, Al-Balkhi berangkat ke negeri orang untuk berdagang. Sebelum berangkat, tidak ketinggalan ia berpamitan kepada sahabatnya itu. Namun belum lama Al-Balkhi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia datang lagi.

Ibrahim bin Adhom menjadi heran, mengapa ia pulang begitu cepat dari yang direncanakannya. Padahal negeri yang dituju sangat jauh tempatnya.

Ibrahim bin Adham yang saat itu berada di Masjid langsung bertanya kepada Al-Balkhi, sahabatnya. "Wahai Al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau pulang begitu cepat ?"

"Dalam perjalanan", jawab Al-Balkhi, "Aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera membatalkan perjalanan".

"Keanehan apa yang kamu maksud ?" tanya Ibrahim bin Adham penasaran.

"Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan yang telah rusak", jawab Al-Balkhi menceritakan, "Aku memperhatikan seekor burung yang pincang dan buta. Aku pun kemudian bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana burung ini bisa bertahan hidup, padahal ia berada di tempat yang jauh dari teman-temannya, matanya tidak bisa melihat, berjalan pun ia tak bisa".

"Tidak lama kemudian", lanjut Al-Balkhi, "Ada seekor burung lain yang dengan susah payah menghampirinya sambil membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku terus memperhatikan gerak-gerik burung itu. Ternyata ia tak pernah kekurangan makanan, karena ia berulangkali diberi makanan oleh temannya yang sehat".

"Lantas apa hubungannya dengan kepulanganmu ?" tanya Ibrahim bin Adham yang belum mengerti maksud kepulangan sahabat karibnya itu dengan segera.

"Maka aku pun berkesimpulan", jawab Al-Balkhi seraya bergumam, "Bahwa Sang Pemberi Rizki telah memberi rizki yang cukup kepada seekor burung yang pincang, buta dan jauh dari teman-temannya. Kalau begitu, Allah juga akan mencukupkan rizkiku sekali pun aku tidak bekerja. Oleh karena itu, aku pun memutuskan untuk segera pulang saat itu juga".

Mendengar penuturan sahabatnya itu, Ibrahim bin Adham berkata, "Wahai Al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau memiliki pemikiran serendah itu? Mengapa kamu mensejajarkan dirimu dengan seekor burung pincang? Daripada meniru seekor burung pincang, tirulah burung yang memberi makan temannya yang pincang dan buta. Burung itu bekerja untuk hidupnya dan hidup sahabatnya yang memang tidak mampu mencari makan.apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah ?"

Al-Balkhi pun langsung menyadari kekhilafannya. Ia baru sadar bahwa dirinya salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Saat itu pulalah ia langsung bangkit. Lalu berangkatlah ia melanjutkan perjalanan dagangnya yang sempat tertunda.

Dari kisah ini kita bisa mengambil hikmah bahwa menjadi pemberi itu lebih membahagiakan dan lebih mulia dibanding menjadi penerima.

Kita jadi teringat sabda Rasulullah tercinta yang artinya, “Tidak ada sama sekali cara yang lebih baik bagi seseorang untuk makan selain dari memakan hasil karya tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud -'alaihis salam- makan dari hasil jerih payahnya sendiri"
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment