Oleh Husni Magz
Tang tidak pernah mempunyai banyak uang karena dia hanya seorang
penebang kayu yang sederhana. Dia tinggal bersama ibunya yang sudah lanjut
usia, Chun. Mereka berdua hidup di sebuah gubuk sederhana yang terbuat dari ilalang
dan kayu. Meski hidup sederhana, mereka hidup bahagia.
Setiap hari, Tang pergi ke pegunungan dengan membawa kapaknya untuk
menebang pohon. Dia akan kembali dengan membawa kayu bakar dan menjualnya di pasar.
Kemudian dia menggunakan uangnya untuk membiayai hidup dia dan ibunya.
Suatu pagi di musim semi, seperti biasa Tang pamit kepada ibunya dan
berkata, “Aku akan memotong kayu bakar lebih banyak lagi. Jadi aku bisa memberi
ibu hadiah yang bagus!”
Hari sudah menjelang sore, akan tetapi Chun tidak melihat anaknya
pulang.
“Dia belum pernah selarut ini sebelumnya!” pikirnya dengan perasaan
khawatir.
Saat matahari mulai terbenam, Chun tahu dia harus melakukan sesuatu!
Sambil meraih tongkatnya, dia berjalan tertatih-tatih menyusuri jalan setapak
menuju pegunungan, mencari putranya.
Sepanjang perjalanan menuju pegunungan, dia selalu memanggil nama Tang.
Akhirnya, dia mendengar suara yang lirih dari semak belukar. Saat itu Chun
menemukan putranya di semak-semak dengan tubuh yang berdarah.
“Oh, anakku sayang, apa yang terjadi? ” tanya Chun sembari menangis
tersedu-sedu.
“Ketika aku sedang menebang pohon, seekor harimau menyerangku dari
belakang. Kami bergumul hebat dan dia menggigit lenganku!”
Chun membantu putranya pulang dengan langkah tertatih. Chun membalut
lengan anaknya dan membaringkannya ke tempat tidur.
Sejak peristiwa itu, Tang tidak dapat lagi menebang kayu bakar karena lengannya
cacat. Melihat kondisi seperti itu, Chun melakukan sesuatu untuk mencari
keadilan.
Keesokan paginya, Chun mengenakan syal terbaiknya, mengambil tongkatnya
dan berjalan menyusuri jalan utama menuju kota.
Ketika dia tiba, dia pergi ke rumah hakim setempat yang biasa menangani
permasalahan penduduk kota dan desa.
Dia mengetuk pintu dengan tongkatnya dan berkata, “Izinkan saya masuk.”
Seorang pelayan mengintip melalui pintu. “Apa yang kamu inginkan, peremuan
tua?” tanyanya. “Hakim sedang sibuk.”
“Tugas hakim adalah menegakkan keadilan,” balas Chun, “dan putraku telah
menjadi korban kekejaman.”
Pelayan itu membuka pintu dan membiarkan Chun masuk.
Hakim sedang membaca setumpuk gulungan catatan hukum ketika Chun masuk.
Dia memiliki kumis panjang dan kancing merah di topinya, yang menandakan bahwa
dia adalah orang yang sangat penting dan bijaksana.
“Apa yang kamu inginkan, perempuan tua?” dia bertanya.
“Saya menuntut keadilan!” balas Chun. “Putraku adalah seorang penebang
kayu, dan dia yang menafkahiku. Tapi kemarin seekor harimau menyerangnya di
pegunungan, dan dia tidak bisa bekerja lagi akibat serangan itu.”
Hakim itu mengelus kumis panjangnya. “Hukum itu mengatur manusia, bukan
hewan, jadi saya tidak dapat membantu Anda!”
Namun Chun tidak menyerah. "Hukum adalah Hukum!" katanya
dengan tegas. “Saya akan kembali ke sini setiap hari sampai Anda membawa
harimau itu ke pengadilan!”
Chun terus kembali ke rumah hakim itu dan mengetuk pintu selama
seminggu. Pada akhirnya, hakim tersebut memutuskan untuk menandatangani
perintah agar harimau tersebut ditangkap, supaya dia bisa terbebas dari gangguan
Chun!
Dia membawa perintah itu ke ruangan tempat petugasnya menunggu perintah
bernama Li Neng.
“Saya punya pekerjaan yang sangat penting!” Hakim berteriak kepada
Li-Neng yang sedang tertidur di ruang kerjanya. Pada dasarnya, Li Neng adalah
perwira yang sangat malas.
Mendengar teriakan Hakim, tiba-tiba dia terbangun dan berteriak,
“Li-neng, siap bertugas!”
Hakim itu menambahkan, “Jangan kembali sampai kamu membawanya ke
pengadilan!”
Li-neng tidak ingin melakukan pekerjaan ini, tapi dia tidak punya
pilihan dan berangkat mencari makhluk belang itu ke pegunungan.
Dia mendaki gunung tertinggi, tersesat di hutan tergelap, dan turun ke
lembah terdalam. Li-neng mencari harimau itu ke seluruh wilayah, namun tidak
menemukan jejaknya.
“Bagaimana makhluk sebesar dan berwarna cerah itu bisa bersembunyi
dengan pandai?” keluhnya setelah sebulan mencari. Dia merasa lelah dan hampir
menyerah!
Namun kemudian, saat dia menuruni jalan setapak di pegunungan, dia
melihat seekor harimau. Binatang itu duduk diam dan menatapnya.
“Ini dia, makhluk nakal!” teriak Li-neng. “Kamu menggigit Tang si
penebang kayu dan kemudian bersembunyi dariku selama ini! Kamu harus ikut
denganku dan bertanggung jawab atas kejahatanmu.”
Awalnya Li Neng mengira harimau itu akan melarikan diri atau
menyerangnya, tetapi binatang itu hanya mengangguk pelan. Ia membungkuk,
membiarkan Li-neng mengalungkan rantai di lehernya.
Hewan itu mengikuti Li-Neng dengan tenang saat dia berjalan kembali ke
kota. Semua orang yang melihat mereka terheran-heran melihat seekor harimau
digiring seperti anjing jinak!
Pada hari yang sudah ditentukan, Chun dan Tang datang untuk melihat sang
Hakim menghakimi makhluk itu.
“Apakah kamu mengakui bahwa kamu melukai Tang si penebang kayu, sehingga
dia tidak dapat lagi melakukan pekerjaannya?” ucap hakim dengan suara tegas.
Harimau itu mengangguk.
“Apakah kamu mengakui bahwa kamu salah, dan pantas menerima hukuman apa
pun yang aku putuskan?”
Sekali lagi, harimau itu mengangguk.
“Binatang itu harus dikurung selamanya!” teriak Chun.
Tapi hakim itu menggelengkan kepalanya. “Apa gunanya hal itu? Harimau
telah mengakui kejahatannya, dan dia menyesal. Akan lebih baik jika aku
menghukumnya dengan cara yang lebih bijaksana. Hukuman yang bisa digunakan untuk
menebus apa yang telah dia lakukan!”
Setelah berpikir sejenak, hakim itu berkata, “Karena kamu telah merampas
kemampuan Tang untuk mencari nafkah, kamu harus membantu dia dan ibunya!”
Harimau itu mengangguk lagi.
Tang dan Chun kembali ke rumah mereka, dan harimau itu kembali ke
pegunungan terdekat. Namun setiap pagi, dia meninggalkan hadiah di luar gubuk
mereka. Terkadang berupa makanan, terkadang berupa gulungan sutra atau sebatang
kayu bakar. Dengan bantuan harimau, Tang dan ibunya menjalani kehidupan yang
baik. Pada akhirnya, mereka semakin menyukai harimau yang suka mengangguk-angguk
itu, dan ia menjadi tamu yang selalu disambut di rumah mereka!
No comments:
Post a Comment