24 Jan 2021

LITERASI PASCA DIGITALISASI

Akhir-akhir ini saya jarang membeli buku. Atau bahkan tidak pernah. Dunia literasi saya berubah merambah dunia digital secara total. Untuk membaca saya hanya perlu download aplikasi ipusnas, Wattpad Dan platform kepenulisan lainnya. Berlangganan majalah, saya bisa membelinya di playbook atau myedisi. Sepertinya tidak hanya saya, hampir setiap insan literasi mulai merasakan hal ini. Terbukti dari bermunculannya platform-platform kepenulisan dan aplikasi baca yang jumlahnya lusinan. Bak jamur di musim hujan.

Ketika saya berkunjung ke toko buku, kini 40% spot toko digunakan untuk ATK, Alat edukasi dan alat olahraga. Toko buku tak lagi hanya berfungsi sebagai penjual buku thok. Beda dengan beberapa dekade sebelumnya. Pun, kini buku mulai menyesuaikan selera kaum milenial yang serba visual dengan menggabungkan warna dan ilustrasi yang ciamik.

Jika kau lihat rak majalah di Gramedia, maka nama-nama majalah yang masih bertahan tinggal hitungan jari. Sementara dua dekade ke belakang, kita bisa melihat puluhan nama majalah berjejer rapi di rak khusus. Pun lapak koran di pinggir jalan yang menjajakan koran dan majalah menghilang bak ditelan bumi.

Jika dulu penulis hanya tinggal ongkang-ongkang kaki sembari menunggu laporan penjualan secara berkala yang diberikan penerbit, kini mereka juga harus ikut berjuang. Seringkali penerbit self-publishing jadi pilihan utama. Bahkan lebih menguntungkan dibandingkan dengan penerbit mayor yang mengandalkan distribusi toko buku yang belum jelas untungnya. Tapi, asal kau punya massa, terkenal, punya media sosial dan tim marketer sendiri, buku indie mu bisa meledak begitu saja.

Terkadang saya merindukan dunia literasi pra digitalisasi. Merindukan suara motor lapak koran yang mengantarkan majalah langganan. Merindukan aroma buku baru. Merindukan debar hati menunggu informasi dari redaksi majalah tentang nasib cerpen atau puisi yang saya kirimkan lewat pos.

Saya dulu biasanya berlangganan empat majalah bulanan. Majalah Hidayah, al-Furqon, Annida dan Sabili. Sementara adik saya suka baca Bobo. Masa kecil saya juga akrab dengan si Kuncung. Anak sekarang? Mungkin akrab dengan YouTuber yang terkadang terlalu kasar dalam urusan bicara.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment