Kemarin, seorang teman memposting kisah di timelinenya tentang seorang lelaki yang konon ganteng dan gagah, tapi sayang seribu sayang, dia menjadi suami yang keras kepala dan selalu menyakiti istrinya (entah tetangganya, kerabatnya atau siapa, saya tak peduli).
Konon, si lelaki di masa lajangnya menjadi incaran para wanita dan banyak dikagumi kaum hawa karena kegantengannya, termasuk oleh wanita yang kini menjadi istrinya. Tapi setelah rumah tangga berjalan selama bertahun-tahun lamanya, sang istri mengetahui ada belang dan borok yang selama ini disembunyikan sang suami. Apalagi kalau bukan akhlak buruknya.
Si istri kecewa. Ternyata, pesona mata dan wajahnya tidak semempesona kelakuannya. Well, bukan berarti semua lelaki ganteng itu jahat. Tidak juga semua wanita cantik itu matre atau semacamnya sebagaimana yang selama ini selalu ada yang mengatakannya. Ini relative. Syukur-syukur kamu dapet pasangan yang rupawan wajahnya plus rupawan hatinya. kemaruk itu namanya. Hehe, nggak ding, saya becanda.
Cerita yang sama saya dapatkan beberapa tahun yang lalu dari seorang teman tentang seorang ustadz.
Konon, ustadz fulan telah menelantarkan ketiga istrinya dan belasan anak hasil pernikahannya dari tiga wanita. Sampai-sampai teman saya itu bilang, “Produksi anak bisa, tapi ngedidiknya aja nggak becus. Semua anaknya dia titipkan semua di pesantren dengan bekal seadanya.”
Saya cuman bisa mesem karena saya juga anak dari istri kedua bapak, dan saya baik-baik saja. So, bagi saya, yang salah bukan poligaminya, tapi oknumnya. Lho, kok jadi bahas poligami sih. oke, kembali ke laptop guys.
Nah, dari dua fragmen kisah nyata di atas, kita bisa mengukur sekaligus memberi kesimpulan bahwa;
Pertama, ukuran kebahagiaan dalam rumah tangga adalah dari akhlak baik pasangan
Kedua, pintarnya seseorang dalam agama tidak menjamin parallel dengan baiknya akhlak. Hanya saja, perlu ditekankan bahwa orang yang baik akhlaknya, sudah pasti baik agamanya. Tapi orang yang banyak ibadahnya, belum tentu parallel dengan baik akhlaknya.
‘Nggak kenapa-napa lah nggak baik agamanya aja, sing penting baik akhlaknya,’ begitulah sebagian wanita bilang.
Yakin?
Jika baik terhadap istri tapi tidak baik dan cuek sama Allah, lalu apa yang kita harapkan dari rumah tangga? Tidak akan pernah turun keberkahan kepada keluarga yang tidak dilandasi oleh ridho Allah. Yang paling ngeri, tentu saja tidak akan pernah bersatu di akhirat selain karena ketakwaan.
Pernah ada seorang wanita yang mengeluh kepada ustadz Ibrohim, ustadz yang rutin mengisi tanya jawab di Radio Fajri. Wanita itu mengeluh tentang suaminya yang tak pernah mau shalat wajib dan sakit batin karena suaminya cuek pada agamanya.
Lihat! Sebaik-baiknya suami pada istri, tetap saja ketidaktaatannya pada Allah membuatmu menderita.
Tapi, jika kamu tidak peduli dengan keshalihan suamimu, bisa jadi levelmu sama. Sama-sama jauh dari Allah dan tidak peduli dengan keimanan.
So, mari kita perbaiki agama dan akhlak kita. Saling mengingatkan antar pasangan sehingga berakhir di jannah dalam kebersamaan.

No comments:
Post a Comment