30 Oct 2019

Filosofi Jeruk Nipis; Allah Tidak Pernah Iseng


Kali ini saya akan mengajak berimajinasi dengan sebuah jeruk nipis. Bayangkan di benakmu bahwa ada sebuah jeruk nipis berwarna hijau agak kekuningan. Kemudian bayangkan jeruk nipis itu kamu potong menjadi dua bagian. Peganglah salahsatu potongan dan peraslah airnya. Kamu melihat airnya mengalir, menetes dan mengucur.

Apa yang terjadi? Apa yang anda rasakan? Asam bukan? Setiap tetesannya membuat kamu menelan ludah. Kalau imajinasi kamu cukup kuat, sekarang mungkin air liurmu sedang meleleh karena membayangkan asamnya jeruk nipis tersebut di mulutmu. Padahal jeruknya tidak ada. Tapi rasanya terbayang di lidah kita sehingga kita mampu mengeluarkan air liur.

Jika kamu sekarang sedang mengalaminya setelah membaca paragraf di atas, atau pernah mengalami hal serupa sebelumnya, maka itulah yang dinamakan teori jeruk nipis.

Tubuh manusia dirancang untuk merespon apa yang dibayangkan. Apa yang dipikirkan itulah yang menjadi kenyataan. Sehingga ketika kita menghadapi masalah, lalu kita berpikir yang aneh-aneh dan yang tidak-tidak, maka yang terjadi adalah respon tubuh yang juga aneh. Ketika kita berpikir negatif, maka tubuh akan merespon dengan aura yang sama. Aura negatif.

Ketika kita dilingkupi rasa resah, rasa bersalah dan ketakutan yang berlebihan, tubuh akan mengalami drop, depresi dan jatuh sakit. Karena apa yang dipikirkan, berpengaruh pada fisik kita. Ini sama persis seperti imajinasi jeruk nipis yang asam mempengaruhi lidah kita.

Padahal, semua kekhawatiran itu belum tentu terjadi. Kita sebenarnya sedang ‘meneteskan imaji jeruk nipis’ dalam kehidupan kita. Semakin banyak imajinasi tetesan jeruk nipis itu, semakin berat masalah yang kita hadapi.

Kuncinya ada dalam pikiran.

Jika air liur saja bisa dipancing hanya dengan memikirkan sebuah jeruk nipis, maka sebetulnya masalah pun bisa diatasi dengan permainan pikiran.

Maaf, kali ini saya harus beranalogi dengan manusia yang sakit jiwa. Cobalah kita perhatikan orang yang memiliki kelainan jiwa. Secara fisik mereka sehat meski kehidupannya tidak teratur. Tapi mereka hidup di di dunia mereka yang berbeda. Mereka menciptakan dunianya sendiri sehingga tidak memikirkan tentang masalah hidup dan bebannya. Mereka tidak berpikir tentang air perasan jeruk nipis.

Sekarang ubah mindset kita. Jika kita sedang didera masalah yang bertubi-tubi, anggaplah itu sebagai proses untuk mengokohkan jiwa kita. Bahwa Allah hendak menguatkan kita. Jangan terlalu khawatir secara berlebihan. Semua kesulitan itu adalah pondasi awal, karena Allah hendak membangun apartemen 100 lantai di pondasi tersebut.

Bayangkan sebuah proyek Hotel dengan tinggi 100 lantai. Pondasinya pasti dalam dan kuat. Pengerjaannya pun pasti lama.  Jika pondasinya selesai dia akan mampu menopang beban hingga 100 lantai sekalipun.

Allah tidak iseng memberi kita masalah. Dia ingin kita kuat bukan ingin kita sekarat. Maka berhati-hatilah dengan pikiran kita. Berbaik sangkalah kepada Allah, maka kehidupan pun atas ijin Allah akan semakin baik.

Berfikir baik dan berbuat baik terhadap orang lain menjadikan kita selalu dalam kebaikan.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment