19 Nov 2018

Filosofi Cecak



Diantara binatang yang paling saya benci selain tikus dan kecoa adalah cicak. Bagaimana tidak, di kontrakan saya seringkali saya menemukan tahi cicak di sudut-sudut ruangan. Atau bahkan dengan jahilnya si cicak pernah membuang kotorannya di baju yang tergantung di kapstok.

Nah, makanya tak heran jika saya rajin mengincar cecak dan membunuhnya. Jangan bilang saya tidak memiliki rasa kepribinatangan ya, karena di dalam syariat islam kita dianjurkan untuk membunuh cecak. Konon katanya, cecak adalah binatang fasik yang diriwayatkan turut andil meniup api yang membakar Nabi ibrahim alaihi salam.

Terlepas dari semua itu, usut punya usut ternyata binatang ini memiliki filosofi tersendiri yang bisa kita jadikan pelajaran untuk kehidupan kita.

Tentunya kita sudah familiar dengan lagi anak-anak ‘cicak di dinding.’ Nah, lagu inilah yang menjadi pengatar renungan saya tentang fiosofi cicak. Kita sepakat bahwa hampir semua makanan cicak adalah binatang atau serangga yang terbang. Entah itu nyamuk, kupu-kupu kecil atau lain sebagainya.

Nah, izinkan saya menyanyikan penggalan pertama lagunya,

‘Cicak-cicak di dinding.’

Pernahkah kita berpikir bagaimana mungkin seekor cicak yang tidak bisa terbang dan hanya mampu merayap di dinding bisa mendapatkan nyamuk yang memiliki sayap dan terbang kesana kemari? Padahal kita juga kadang merasa kewalahan untuk menepuk si nyamuk usil yang dengan lincahnya terbang kesana kemari demi mendapatkan darah kita secara gratis.

Kita juga tahu bahwa tidak mungkin si nyamuk menyerahkan dirinya dengan pasrah dan ikhlas kepada si cicak. Dan si cicak juga tidak mungkin membiarkan makanan lezatnya lewat begitu saja. Tapi pada akhirnya tetap saja si cicak bisa memakan seekor nyamuk.

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa kita diciptakan di dunia ini pasti sudah terjamin rejekinya oleh Sang Pemberi Rejeki, Allah Subhanahu wata'ala. Kita tidak akan pernah ditelantarkan begitu saja tanpa mendapatkan rejeki kita. Sebagaimana si cicak yang sudah dijamin rejekinya.

Mari kita lanjut ke penggalan kalimat kedua,

‘Diam-diam merayap’

Cicak dapat bersabar menunggu nyamuk mendekat dan menangkapnya. Jika kita bisa mencontoh cicak yang senantiasa bersabar mencari rejeki, Insya Allah kita akan dapat menikmati rejeki pemberian Allah. Cicak bergerak lincah ketika mendapatkan peluang untuk menangkap nyamuk. Cicak bisa menunjukkan ketenangannya. tidak tergesa-gesa dalam mencari mangsa. Begitu juga selayaknya kita dalam mencari rejeki. Jika kita dapat mencari rejeki dengan tenang, kita dapat menikmati setiap rejeki yang kita dapatkan.

Untuk memperoleh rejeki itu dibutuhkan kesungguhan, keinginan  yang kuat alias desire, sabar, ketenangan, kelincahan melihat peluang, fokus dan bersyukur.

‘Hap! Lalu ditangkap..”

Nah, semoga artikel ini bisa menjadi motivasi untuk kita dalam menjemput rejeki.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment