Syaikh
Muhammad Al ‘Arifi menceritakan bahwa saat itu beliau bersama salah seorang
syaikh yang sering mengisi di salah satu televisi di Arab Saudi dalam sebuah
perjalanan pesawat. Selama perjalanan, beliau berdua duduk saling bersebelahan
satu sama lain. Kemudian di sebelah kursi beliau duduk seorang lelaki warga
Inggris dan di sebelahnya lagi duduk seorang wanita yang juga warga negara
Inggris. Syaikh menceritakan bahwasannya wanita tadi sedang membaca buku
berbahasa Inggris dan ia mengenakan pakaian yang seronok. Syaikh berasumsi
bahwa si wanita tadi mungkin istri, pacar, atau saudari dari lelaki di
sebelahnya. Selama perjalanan Syaikh Muhammad Al ‘Arifi membaca buku dengan
sesekali mengobrol dengan rekan syaikh tadi.
Suatu ketika
saat matahari sudah terbenam, Syaikh ‘Arifi berkata kepada rekannya,”Wahai Abu
Abdallah apakah kita shalat di sini saja? Atau nanti sesampainya di tujuan?”
Rekan beliau
menjawab ,”Nanti saja, masih ada waktu dua jam untuk shalat maghrib, kita
shalat di Riyadh saja”.
“Baiklah”,
sahut Syaikh ‘Arifi menjawab sambil kembali melanjutkan membaca buku.
Pada saat
itu, tiba-tiba wanita tadi berdiri kemudian membuka bagasi pesawat, mengambil
tas, lalu mengeluarkan abaya dan kerudungnya dari tas tersebut lalu memakainya
untuk shalat maghrib. Syaikh lalu mengatakan bahwa padahal baju yang dipakai
sebelumnya seronok.
Melihat
kejadian tadi Syaikh kemudian bersyahadat dan Abu Abdallah berkata,”Lihat, dia
sedang shalat”. Syaikh menjawab,”Ya, memang!”
“Seharusnya
kita malu, kita begini, sementara wanita itu sedang shalat di pesawat. Ayo
bangun, kita shalat”, ajak beliau kepada rekannya.
Saat beliau
berdua hendak shalat, wanita tadi telah selesai menunaikan shalatnya lalu
meletakkan kembali kerudung dan abayanya. Syaikh berkata kepada wanita tadi
(dengan tanpa memandang), “Barakallaahu fiiki, semoga Allah membalas
kebaikanmu”.
“Saya sangat
bersyukur anda telah menunaikan shalat, semoga Allah membalasmu”, lanjut Syaikh
‘Arifi.
Lalu beliau
melanjutkan nasihatnya ,”Ini menandakan adanya iman dan kebaikan darimu. Akan
lebih baik lagi Ya Ukhti, anda meningkatkan lagi kebaikan ini dengan tetap
memakai abayamu, itu akan lebih baik untukmu”.
Si wanita
menjawab,”Semoga Allah membalas kebaikan anda. Tolong doakan saya.” Setelah itu
kemudian Syaikh pergi meninggalkannya.
Dalam kisah
tersebut, Syaikh ‘Arifi kemudian menjelaskan tentang hikmah dibalik kejadian
tadi. Walaupun dihadapan kita terlihat sebagai sesuatu yang melanggar atau
perbuatan maksiat maka ketahuilah, bahwa masih ada bibit-bibit kebaikan dalam
diri seseorang.
Mungkin pada
dasarnya keburukan seseorang sebesar 90 persen, namun ia masih memiliki 10
persen kebaikan dalam dirinya. Dan dengan kebaikan yang dilakukannya maka
tambahlah kebaikan orang tadi menjadi 50 persen atau bahkan lebih.
Janganlah kita
gampang memvonis seseorang karena kemaksiatan yang dia lakukan. “Kamu ini orang
ahli maksiat! Kamu ini fasik!”
Kebaikan
yang masih ada dalam dirinya, mudah-mudahan Allah subhanahu wata'ala tambah
lewat dakwah dan nasihat kita. Jadi, taka da alasan untuk memvonis dan mencela.
Yang ada alasan untuk berdakwah dan mengingatkan.
Kita memohon
kepada Allah agar Dia senantiasa memberikan petunjuk kepada kita semua.
No comments:
Post a Comment