Badannya kecil,
postur tubuhnya kurus, umurnya baru menginjak usia 13 tahun. Ketika ia
mendengar berita bahwa pasukan muslimin tengah bersiap untuk berangkat ke
lembah badar, kepedulian dan kecintaanya terhadap islam membuatnya ingin ikut
serta. Dengan antusias yang sangat tinggi ia mengambil pedangnya yang lebih
panjang dari tubuhnya sendiri. Mantap ia melangkahkan kakinya untuk bergabung
dengan tentara rasulullah. Ia adalah Zaid Bin Tsabit.
Ketika ia telah
sampai pada sekumpulan pasukan kaum muslimin, rasulullah melihatnya seketika.
Karena ukuran tubuhnya yang kecil dan wajahnya yang masih belia terlalu
mencolok diantara sekumpulan sahabat lainnya. Rasulullah melarangnya ikut
bertempur karena khawatir sesuatu yang buruk menimpanya bila ikut ke medan
laga. Selain karena pertimbangan umurnya yang terlalu belia.
Zaid pun pulang
dengan hati yang sedih dan gelisah. Langkah kakinya gontai. Ia segera menemui
ibunya, Nawar Binti Malik dan mengadukan kekecewaannya karena tidak bisa ikut
bertempur di medan laga.
“Rasulullah
melarang saya ikut berjihad.”adunya dengan nada bergetar.
Dengan lembut dan
bijak sang ibu memberi nasihat,”Jangan bersedih nak. Kamu bisa berkhidmat
kepada islam dengan cara yang lain. Jika tidak bisa berjihad dengan pedang,
maka kamu bisa berjihad dengan lisan dan pena.”
Sang ibu paham
bahwa Zain memiliki potensi dan kemampuan di bidang yang lain. Ia pun
melanjutkan nasihatnya,”Tekunlah belajar, membaca dan menulis serta menghafal al-Quran
anakku. Setelah itu kita berangkat menghadap Rasulullah. Kita tanyakan kepada
Rasulullah, apa yang kau bisa dengan kemampuanmu untuk berkhidmat terhadap
islam dan kaum muslimin.”
Setelah beberapa
waktu, akhirnya mereka berangkat menemui rasulullah dengan harapan yang begitu
pasti. Ibundanya menemui rasulullah dan mengutarakan bagaimana ia begitu
berharap zaid anaknya bisa berkhidmat. Nawar Binti Malik berazam untuk
mewaqafkan anaknya di jalan dakwah dan jihad. Maka, ia mengutarakan dengan
semangat, bagaimana potensi dan kemampuan anaknya Zaid di bidang tulis menulis
dan hafalan.
Rasulullah kagum
dengan kemampuan zaid dalam hal menghafal dan baca tulis. Rasulullah
menyuruhnya untuk mempelajari bahasa yahudi (ibrani) dan suryani yang cukup
populer saat itu. Kesuksesan demi kesuksesan menghantarkan zaid menjadi juru
bicara dauah islamiyah. Dalam usia yang masih 13 tahun, ia sudah ikut dalam
berbagai perundingan, menjadi utusan dan surat menyurat dengan kabilah-kabilah
asing.
Pernahkah kita
merasa minder dan putus asa karena kita menganggap bahwa kita tidak mempunyai
sesuatu yang bisa kita banggakan? Pernahkan kita tidak percaya diri karena
merasa kita tertinggal jauh di belakang, dibanding dengan teman-teman kita yang
sudah jauh melampui kita? Pernahkah kita merasa frustasi karena merasa kita
tidak punya kemampuan apa-apa dibanding yang lain? Atau kita merasa tidak ada
apa-apanya karena kita tidak bisa melakukan suatu aktifitas atau kegiatan yang
banyak dilakukan oleh teman-teman di sekitar kita?
Oke, saya pun
pernah mengalami hal semacam itu. Saya akan sedikit berkisah sepenggal cerita
saya. Hampir seluruh teman-teman saya menyukai olahraga futsal. Maklum, olah
raga satu ini sangat digemari dan begitu populer di kalangan kawula muda.
Hampir tiga hari sekali mereka (teman-temanku) menggelar futsal bersama. Saya beberapa kali ikut tetapi tidak menikmati
permainannya. Skill saya juga tidak meningkat. Bahkan saya punya segudang
alasan untuk tidak berangkat ke lapangan futsal. Entahlah, saya tidak terlalu
suka dengan olahraga yang satu ini. Kadang saya merasa minder, sebagai lelaki
tidak bisa olahraga yang digandrungi lelaki. Bukan karena alasan itu saja, saya
merasa terkucil karena hampir semua teman saya menyukai futsal.
Maka saya sadar
bahwa saya memang tidak berbakat di situ, dan saya menyadari bahwa saya punya
potensi yang lain. Saya
****
Setiap manusia
terlahir identik. Tak ada yang terlahir sama persis, bahkan walaupun sesama
saudara kandung sekalipun. Karena Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia
dengan penciptaan berbeda dalam hal fisik, kemampuan, potensi dan
kecenderungan. Contoh yang paling urgent adalah dalam sidik jari dan kornea
mata.
Kenapa Allah
menciptakan setiap pribadi dengan identity yang berbeda? Pertama, untuk
menunjukan kekuasaan-Nya. Sungguh ajaib penciptaan-Nya, diantara miliaran
manusia yang ada di bumi, Ia menciptakannya berbeda, tidak ada dua pribadi yang
sama persis secara fisik. Yang kedua, Allah menciptakan potensi dan
kecenderungan yang berbeda untuk saling melengkapi dalam keberagaman kemampuan
satu sama lain. Coba bayangkan jika seandainya seluruh manusia punya satu
potensi seragam. Monoton banget kan? Dan ini memang mustahil.
Jika kita merasa
minder karena kita tidak mampu dalam satu hal, yakinlah bahwa kita mempunyai kemampuan
dan potensi pada bidang yang lain, yang bisa jadi orang lain tidak mampu
melakukannya. Jangan merasa putus asa jika kita merasa kurang dalam pelajaran
matematika, bisa jadi kita punya potensi dalam ilmu bahasa dan sastra. Bisa
jadi kita kaku dalam menghadapi angka-angka eksakta, tapi kita mengalir bersama
permainan kata di dalam sastra.
Potensi diri kita
ada yang bisa kita ubah ada yang tidak. Potensi yang tidak bisa diubah
berkaitan dengan fisik (phisichal identity) seperti bentuk tubuh, postur tubuh,
warna kulit, rambut, kornea, dan lain-lain. Adapun potensi yang bekaitan dengan
psikis yaitu mental, emosional, ssosial dan intelektual,semua bisa dirangsang
dan diarahkan sesuai dengan kehendak dan kemampuan. Bahkan potensi itu akan
terkubur dalam jika tidak dirangsang dan diarahkan. Potensi itu akan tumpul
jika tidak diasah dan dibiasakan. Maka sebuah keberuntungan yang besar jika
kita punya potensi dan kita mengasahnya dengan maksimal. Lebih beruntung lagi
jika lingkungan mendukung perkembangan potensi kita, walau, point yang terakhir
bukan sebuah hukum yang pasti. Kita tahu, banyak orang yang sukses dengan
potensi yang dimilikinya. Bukan karena lingkungan yang mendukung, bahkan
teman-teman, keluarga dan orang-orang sekitar mencemooh usahanya. Tapi mereka
bisa sukses karena punya naluri untuk bangkit.
Mengidentifikasi
potensi sendiri.
Kadang ada orang
yang masih bingung dengan dirinya sendiri. Dalam artian, ia merasa belum
menemukan potensinya sendiri. Ia belum bisa menemukan potensi yang menjadi ciri
khas dan kemampuan dasar yang paling menonjol di dirinya. Bisa saja ia melihat
si A menonjol di bidang bahasa, si B menonjol di eksakta, si C menonjol di
bidang atletik dan olahraga. Bahkan ia mulai mengenali teman-temannya dengan
kemampuan yang mereka tonjolkan. Tapi dia kembali menatap balik kepada dirinya
dan merasa ia tidak punya kelebihan apa-apa. Ia bingung, apa yang bisa saya
lakukan? Semua skill tidak ada yang saya kuasai satu pun.
Jangan terlalu
cepat menjudge diri sendiri; “saya tidak bisa, saya tidak punya skill yang saya
harapkan, saya tidak punya kelebihan yang menonjol.”
Perlahan tapi
pasti, kita akan mampu mengidentifikasi dan mengenali kemampuan kita. Allah
Maha Adil. Dia tidak menciptakan segala hal dengan sia-sia, termasuk penciptaan
kita yang dalam perannya sudah disebutkan di dalam kitab suci bahkan kita
sebagai khalifah.
Asalkan kita
menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa, dan kita berazam dan berusaha untuk
menjadi pion-pion-Nya yang menebar manfaat dan bersinergi untuk kemaslahatan
islam, yakinlah bahwa Allah akan menunjukan sendiri dimana potensi kita.
Seperti Zaid yang merasa kecewa karena tidak bisa berkontribusi di medan laga,
tapi ternyata mampu berkontribusi pada medan yang lain, medan bahasa lisan dan
tulisan.
No comments:
Post a Comment