Jangan terbiasa meremehkan dosa kecil. Ibarat kerikil, sedikit demi sedikit bertambah dan segera berubah menjadi gunung. – Mufti Ismail Menk
Janganlah kamu lihat kepada kecilnya sebuah maksiat akan tetapi lihatlah agungnya Yang kamu maksiati (Bilal bin Sa’ad)
Betapa ada diantara kita yang menyepelekan
dosa-dosa yang dianggap kecil dengan alasan bahwa dosa-dosa kecil itu tidak
akan menyebabkan kita diancam langsung oleh siksa neraka. Pun kita juga
memahami bahwa dosa kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan had (hukuman)
di dunia dan tidak juga secara langsung mendapat laknat dari Allah dan
Rasul-Nya.
Diantara dosa-dosa kecil yang seringkali orang
terjerumus ke dalamnya adalah zina-zina kecil seperti zina mata dan zina
pikiran. Betapa kita menganggap remeh memandang wanita-wanita berbaju mini di
film-film yang kita tonton sehingga menganggap semua itu wajar dan tidak
mempengaruhi iman. Betapa kita juga menganggap suatu hal yang wajar ketika kita
bercanda tawa ria bersama lawan jenis yang tidak halal bagi kita. Dan semua hal
‘remeh temeh’ lainnnya telah kita anggap sebagai hal yang lumrah, patut
dimaklumi dan biasa.
Perlu kita sadari bahwa bisa saja dosa-dosa
kecil yanga kita lakukan itu sebagai mukadimah dan pembuka dari dosa-dosa besar
yang selanjutnya akan kita lakukan. Naudzubillah...Setan sudah terlampau cerdik
untuk memerangkap kita kepada jeratnya yang melenakan sekaligus membinasakan.
Setan tidak akan langsung memintamu untuk menenggak minuman keras, berzina,
mencuri, korupsi atau semacamnya. Setan tahu ada kekuatan iman yang
mengendalikan hati dan pikiran kita sehingga tidak mudah menggelincirkan kita.
Setan berusaha dan ‘berjuang’ menjauhkan kita dari rel syariat dengan
perlahan-lahan, setahap demi setahap dan sejengkal demi sejengkal. Awalnya kita
mencoba untuk menaiki tangga pertama yang disediakan setan, kemudian akan
meningkat ke tangga kedua, ketiga, keempat dan seterusnya.
Setan akan menghiasi kemaksiatan-kemaksiatan
dengan kamuflase yang begitu menggoda dan memberinya jubah yang menipu. Bahkan
tak segan-segan melabeli kemaksiatan dengan label-label yang terkesan indah
bahkan islami. Misalkan, riba diistilahkan dengan bunga. Setiap orang tahu
bahwa bunga itu indah dan harum. Pacaran berkamuflase dalam jubah ta’aruf.
Aktifitasnya tak jauh beda dengan pacaran pada umumnya. Akan tetapi karena yang
melakukannya sepassang ikhwan-akhwat, maka pacarannya diganti dengan istilah
taaruf.
Hal yang paling nyata dari kesuksesan setan
dalam menggiring manusia untuk mencicipi dosa kecil hingga menuju dosa besar
adalah dosa-dosa zina. Pertama kali hanyalah pandangan dan kerlingan mata,
kemudian berlanjut kepada sapaan, tukar nomor telpon dan pertemuan. Ada yang
sadar untuk tidak terjerumus kepada real zina, tapi tidak sedikit yang
terjerumus ke dalamnya.
Benarlah apa yang Rasulullah shallallahu
Alaihi wassalam sabdakan,
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap
anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu
tidaklah mustahil. Zina mata
adalah pandangan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan
menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Bukhori)
Hadits ini hanya menunjukan kepada kita
muqadimah zina. Orang yang melakukannya berarti telah mendekati zina. Namun,
ketika mereka hanya memandang, bersalaman dan berbicara tidak sampai kepada
dosa layaknya dosa zina yang sesungguhnya. akan tetapi hati-hatilah karena
ketika setan sudah menggiring kepada tepian jurang, kita bisa saja terjatuh ke
kedalamannya.
Kecil Tapi Besar
Memang dosa itu kecil, tapi jika dosa kecil
itu dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, maka dia akan menjadi
besar dan menggunung. Sebagaimana pepatah bilang, ‘Sedikit-dikit lama-lama
menjadi bukit. Mungkin dosa kecil itu hanya akan meninggalkan titik hitam kecil
di hati kita. Tetapi ketika kita terus melakukannya, maka titik-titik hitam itu
semakin banyak dan membuat hati kita tertutup kerak hitam yang legam.
Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam
bersabda,
“Ketika seorang mukmin berbuat suatu dosa, dosa itu menjadi sebuah
noda hitam pada hatinya. Jika ia menyesalinya (memohon ampunan) hilanglah noda
itu. Jika ia tidak menyesali perbuatan itu maka noda itu akan membesar dan membesar
sehingga menutupi seluruh hatinya.”
Allah Subhanahu wata'ala juga menjelaskan dalam firman-Nya,
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu
telah menutupi hati mereka“ (Al-Muthaffifin:14).
Dosa kecil tidak selamanya kecil dalam pandangan Allah subhanahu
wata'ala. Dalam kondisi tertentu, dosa-dosa kecil ini bisa saja menjadi dosa
besar.
Dosa kecil akan menjadi besar jika kita terus menerus melakukannya.
Tak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus, dan tidak
ada dosa besar jika diiringi dengan istighfar.(Ibnu Abbas)
Ath Tahbarani rahimahullah berkata, "Sesungguhnya selalu
melakukan dosa-dosa kecil maka hukumnya adalah hukum pelaku sebuah dosa besar,
menurut pendapat yang terkenal (diantara para ulama)".
Dosa kecil akan menjadi besar jika kita menganggap remeh dosa
tersebut.
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam telah bersabda, “Berhati-hatilah kalian
terhadap dosa kecil, sebab jika ia berkumpul dalam diri seseorang akan dapat
membinasakannya.” (HR ahmad dan Thabrani dalam Al Awsath).
Suatu ketika shahabat Anas ra pernah berkata kepada sebagian
tabi’in, “Sesungguhnya kalian semua melakukan suatu perbuatan yang kalian
pandang lebih kecil dari pada biji gandum padahal di masa Nabi saw kami
menganggapnya sebagai sesuatu yang dapat membinasakan.” (HR Al-Bukhari).
Dosa kecil akan menjadi besar jika si pelaku merasa bangga dengan
dosa yang dia lakukan.
Ada saja orang yang membanggakan kemaksiatan yang dia lakukan.
Sebagai contoh bagaimana seseorang bangga karena telah berhasil kencan dan
mencium gadis idamannya dan banyak lagi contoh yang lainnya. Orang yang bangga
dengan dosanya berarti dia telah lupa bahaya dosa sehingga dia tak lagi takut
pada Allah subhanahu wata'ala. Rasa senang dan bangga terhadap dosa –sekecil
apa pun dosa tersebut- mengindikasikan bahwa orang tersebut tidak memiliki niat
untuk bertaubat kepada Allah subhanahu wata'ala.
Dosa kecil akan menjadi besar di sisi Allah jika orang yang
bersangkutan menceritakan dan memamerkan dosa-dosa yang telah dia lakukan,
padahal Allah subhanahu wata'ala sudah menutupnya.
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Seluruh umatku
akan dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam dosa (al mujahirun),
termasuk terang-terangan dalam dosa ialah seorang hamba yang melakukan dosa
dimalam hari lalu Allah menutupinya ketika pagi, namun ia berkata: “Wahai fulan
aku tadi malam telah melakukan perbuatan begini dan begini!” (HR Muslim)
Ya, dosa kecil memang mudah terhapus dibanding dosa-dosa besar.
Bahkan kemungkinan dosa-dosa kecil itu diampuni oleh Allah subhanahu wata'ala
tanpa kita sadari karena amal ibadah kita atau karena sedekah kita. Wallahu
a’lam. Akan tetapi secara umum, dosa akan terhapus jika pelakunya bertaubat
dengan taubat yang penuh dengan kesungguhan. Lebih dari semua itu, Allah
subhanahu wata'ala telah berjanji akan menghapus dosa-dosa kecil hamba-Nya yang
berusaha menjauhi dosa-dosa besar.
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang
dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu
(dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia
(surga)". (QS. An Nisa: 31)
Akan tetapi, jangan sampai ayat ini menjadi dalil aji mumpung yang
menyebabkan kamu meremehkan dosa kecil dengan alasan Allah akan mengampuninya.
Justru karena sikap meremehkan inilah dosa itu akan menjadi besar.
Ingatlah firman Allah subhanahu wata'ala, "…dan kamu
menganggapnya suatu yang ringan saja.
Padahal dia pada sisi Allah adalah besar" (QS. An Nur: 15)
Bagi seorang hamba yang benar dan jujur dengan keimananannya, serta
ada cinta yang memenuhi jiwanya, dia akan selalu takut untuk berbuat dosa. dia
memandang bahwa tidak layak dia membedakan antara dosa kecil dan dosa besar.
Bukan karena kecil atau besarnya dosa tersebut, tapi dia memandang Besar dan
Agungnya Dzat yang dia durhakai.
"Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata:
"Sesungguhnya seorang mukmin memandang dosa-dosanya seakan-akan ia sedang
duduk di bawah gunung dan ia takut gunung tersebut jatuh menimpanya. Dan seorang
fajir (yang selalu berbuat dosa) memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat
yang lewat di hidungnya lalu ia berkata demikian (mengipaskan tangannya di atas
hidungnya) untuk mengusir lalat tersebut" (HR. Bukhari)
Imam Ibnul Qayim mengatakan di dalam Kitabnya Madarij as Salikin
bahwa bisa saja dosa besar yang dilakukan diikuti dengan rasa malu dan rasa
takut kepada Allah subhanahu wata'ala. Kemudian dia menderita karena menganggap
hina dirinya karena dosa tersebut dan dia menanggung beban berat karena dosa
itu sehingga Allah memandang dosa itu sebagai dosa yang kecil. Sebaliknya,
terkadang dosa kecil yang dilakukan tanpa dibarengi rasa malu, tidak
mengacuhkan, tidak takut dan disertai dengan sikap meremehkan sehingga dia
dikategorikan telah melakukan dosa besar. Semua ini kembali kepada kondisi hati
para pendosa itu sendiri.
Anggaplah dosa-dosa kecil itu sebagai kerikil dan onak duri yang
menghalangi langkah kita menuju haribaan Cinta-Nya. Sehingga kita harus selalu
berhati-hati dalam melangkah supaya duri dan kerikil itu tidak melukai dan
menggores kaki kita. mungkin satu dua duri yang menancap tidak akan pernah kamu
rasakan sebagai bentuk penderitaan. Tapi bagaimana jika duri yang menggores
kakimu berjumlah ribuan? Tentunya itu akan melumpuhkanmu dan membuatmu
merasakan kesakitan yang amat sangat.
No comments:
Post a Comment