22 May 2019

Kembali Ke Haribaan Cinta-Nya


Jadikan taubat bukan hanya untuk dosa-dosa yang telah kamu lakukan, tapi juga untuk kewajiban yang belum kamu tunaikan. – Ibn Taymiyyah

Tidak ada jarak yang membatasi antara diri kita dengan-Nya. Karena Dia selalu dekat dan bersama kita. hanya saja, jarak itu tercipta karena dosa dan kemaksiatan yang telah kita lakukan dari waktu ke waktu, sementara kita tidak lagi berpikir untuk mentaubatinya. Kita tidak berpikir untuk kembali dan bertaubat karena kita merasa sudah dekat hanya dengan shalat, sedekah dan beberapa cuil kebaikan. Padahal, Dia tidak hanya membutuhkan ruku dan sujud kita, Dia juga membutuhkan kesungguhan kita.

Betapa banyak orang yang mengakui rajin shalat dan sedekah, tapi ternyata masih korupsi dan menerima suap juga. Betapa ada orang yang mengaku mentaati Allah subhanahu wata'ala, tapi masih menjalin hubungan cinta terlarang dengan lawan jenis. Betapa ada orang yang mengaku mencintai Allah, tapi ternyata cintanya kering kerontang karena gemerlap dunia yang melenakan. Betapa ada orang yang mengaku sebagai wali Allah, tapi ternyata dia menjadi wali setan dengan jubah islam dan menjual iman.

Disinilah pentingnya sebuah perjalanan. Perjalanan ini bukan perjalanan biasa, tapi perjalanan panjang untuk menemukan kembali cinta, ampunan, keridhoan dan rahmat-Nya. Perjalanan ini bukan perjalanan yang mudah. Karena di tengah perjalanan itu kita akan menemukan onak dan duri berupa syahwat dan nafsu yang selalu mendorong kita untuk kembali ke belakang dan membelot dari jalur yang benar. Perjalanan ini juga dihiasi oleh godaan demi godaan sang pembisik kejahatan (setan) yang mengiming-imingi kita dengan dagangannya berupa berbagai varian kemaksiatan yang menggiurkan.

Berjalanan ini memang panjang, tapi kita harus yakin bahwa kita akan menemukan cinta-Nya. Karena Allah subhanahu wata'ala tidak akan memutuskan cinta-Nya selama kita menyimpan cahaya iman di Dada.

Perjalanan kita adalah perjalanan pulang sebagaimana pulangnya para perantau ke kampung halamanan, pulangnya seorang anak kepada pangkuan sang ibu. Ketika kita pulang, kita akan disambut oleh sukacita yang membuncah dari keluarga dan dari sanak saudara. Dan ketika kita pulang kepada-Nya, kita akan disambut oleh sukacita-Nya dan suka cita para malaikat-Nya.

Inilah yang dianalogikan sang Utusan tentang kegembiraan Allah subhanahu wata'ala ketika hamba-hamba-Nya kembali pulang,

“Sesungguhnya Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat pada-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang berada di atas kendaraannya dan berada di suatu tanah yang luas (padang pasir), kemudian hewan yang ditungganginya lari meninggalkannya. Padahal di hewan tunggangannya itu ada perbekalan makan dan minumnya. Sehingga ia pun menjadi putus asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon dan tidur berbaring di bawah naungannya dalam keadaan hati yang telah berputus asa. Tiba-tiba ketika ia dalam keadaan seperti itu, kendaraannya tampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Karena sangat gembiranya, maka ia berkata, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ia telah salah mengucapkan karena sangat gembiranya.” (HR. Muslim no. 2747).

Oleh karena itu, marilah kita kembali pulang ke haribaan Cinta-Nya. Jangan pedulikan jarak yang tercipta karena dosa. Karena yang sebenarnya, jarak tidak lagi menjadi soal ketika cinta menjadi tujuan. Betapa banyak para pecinta yang rela menempuh jarak ribuan kilometer atau ribuan mil hanya untuk bertemu dengan sang kekasih hati. Lalu siapa lagi kekasih hati yang layak diperjuangkan untuk mendapatkan cintanya selain Allah subhanahu wata'ala?

Jangan pedulikan jarak yang tercipta karena noda-noda maksiat karena Dia telah menyiapkan pengampunan selama kita mau menemui-Nya.

Marilah kita renungkan surat cinta-Nya yang begitu agung,

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).

Ya, ketika kita memiliki iman, sejatinya Dia selalu dekat di hati kita,

"Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, katakanlah bahwa Aku Dekat" ( Quran 2: 186)

Inilah surat cinta yang membuat hati kita bergetar dan lebur dalam cinta yang sangat purna. Inilah ayat tentang hati yang selalu terpaut dalam ikatan cinta yang tak pernah pudar dalam genggaman iman.

Pertaubatan

Kebahagiaan dicapai melalui tiga hal: 1) Bersabar ketika diuji, 2) Bersyukur ketika menerima nikmat, dan 3) bertaubat atas dosa-dosa. – Ibn al-Qayyim

Setiap anak adam pernah melakukan kesalahan dan memang pada dasarnya tidak ada manusia yang bersih dari aib, salah dan dosa. Bahkan manusia yang diberi anugerah berupa pengangkatan sebagai Nabi dan utusan pun tak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Maka, ketika kita berbuat salah, pada dasarnya itu sebuah kondisi yang manusiawi karena itu adalah karakteristik kita sebagai manusia. Sebagaimana pepatah bilang, manusia adalah tempat salah dan lupa.

Tergelincir kepada kemaksiatan adalah perkara yang lumrah. Kita juga tidak dituntut untuk menjadi manusia yang bersih dan tak pernah melakukan dosa dan salah. Akan tetapi kita dituntut untuk segera bertaubat ketika tergelincir ke dalam kubangan dosa. bukan malah terlena dalam kenikmatan semu yang disajikan setan dan bala tentaranya.

Seandainya makhluk bernama manusia ini tidak melakukan dosa, maka Allah subhanahu wata'ala akan menciptakan manusia yang akan melakukan dosa, kemudian Allah subhanahu wata'ala mengampuni dosa yang telah mereka lakukan. Hal inilah yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Ayyub radiyallahu anhu ketika beliau hendak meninggal dunia. Beliau radiyallahu anhu berkata, “Aku menyembunyikan dari kalian satu ilmu yang aku dengar dari Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- beliau bersabda”

‘Seandainya kamu sekalian tidak mempunyai dosa sedikit pun, niscaya Allah akan menciptakan suatu kaum yang melakukan dosa untuk diberikan ampunan kepada mereka.’ [HR. Muslim]

Dari hadits yang agung ini kita bisa belajar bahwa Dia memiliki sifat al-‘Afuw (Maha Memaafkan) dan al-Ghaffar (Maha Pengampun). Dari hadits ini kita juga bisa memahami betapa Allah subhanahu wata'ala gembira dengan taubat hamba-Nya dan sudah barang tentu akan menerima taubat hamba-hamba-Nya yang kembali ke haribaan cinta-Nya.  Karena sebaik-baik para pendosa adalah mereka yang bertaubat kepada Rabb-Nya.

Setiap bani adam berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah).

Bahkan Dia tak peduli sebanyak apa pun dosa yang kau bawa. Dia akan tetap dan selalu mengampunimu selama kau kembali ke haribaan Cinta-Nya.

‘Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdo’a dan berharap hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi.” [HR. at-Tirmidzi]

Oleh karena, janganlah kau merasa putus asa dan selalu dihantui oleh masa lalu. Mungkin masa lalumu kelam oleh noda-noda hitam, tapi itu bukan alasan untuk selalu bermuram durja. Bangkitlah dan jemput cinta-Nya sekarang juga.

Terkadang hati melontar tanya, ‘Akankah Allah mengampuniku, sementara dosaku amat banyak.’
‘Aku sudah terlanjur dicap sebagai orang yang buruk dan pendosa di mata manusia, bagaimana mereka bisa menerimaku?’

‘Aku sudah terlanjur menjadi orang yang buruk, tak aka nada orang yang mau memandangku sebagai manusia yang baik.’

‘Aku sudah terlanjur seperti ini dan tidak ada gunanya aku mengubah diriku. Sudah terlanjur basah.’
Sebenarnya ungkapan-ungkapan itu hanyalah perangkap setan untuk melanggengkan dirimu dalam kubangan dosa sebagaimana pedagang yang berharap konsumen jatuh cinta dengan barang dagangannya.

Padahal Allah subhanahu wata'ala berfirman dengan begitu indah,

“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Quran 12:87)

Suatu hari, Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepada para sahabatnya, “Tidak ada yang masuk surga karena amal perbuatan mereka sendiri.”

Kemudian para sahabat bertanya, “Tidak juga dirimu, ya Rasulullah?”

Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Tidak juga diriku.”

Lihatlah, betapa Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam ingin memberitahukan kepada kita bahwa kita masuk surga karena rahmat Allah subhanahu wata'ala. Bahkah Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menyebutkan bahwa dia pun masuk surga karena rahmat Rabb-Nya. Padahal kita tahu bagaimana beliau beribadah, bagaimana beliau beristighfar dan mengisi malamnya dengan tangisan. Bahkan kita sendiri tahu bagaimana beliau beristighfar 70 kali dalam sehari, di riwayat yang lain disebutkan beliau bertaubat 100 kali dalam sehari. Tentunya Beliau shollallahu 'alaihi wasallam berada pada level lebih tinggi dibanding kita. bahkan tidak bisa dibandingkan dengan amal kita yang secuil. Tapi beliau mengajarkan kepada kita makna dari menggabungkan rasa takut dan rasa harap kepada Allah subhanahu wata'ala. Takut akan siksa-Nya, dan berharap surga-nya.

Bersihkan Jiwamu dengan Istighfar


Dosa adalah penyakit, taubat adalah obatnya, dan berpantang dari itu adalah obat yang paling mujarab. – Ali bin Abi Thalib

Mungkin Matahari masih terbit esok hari, tapi belum tentu dengan kamu (apakah masih hidup ataukah tidak). Maka bertaubatlah hari ini.

Suatu hari Imam Ahmad ingin sekali berkunjung ke sebuah kota di Bashrah (Irak). Padahal beliau tidak ada janji dengan seseorang, pun tidak memiliki hajat dan kebutuhan mendesak yang menuntutnya untuk pergi ke Bashrah.

Akhirnya Imam Ahmad berangkat sendiri menuju kota Bashrah. Imam Ahmad tiba di sana ketika waktu isya menjelang. Setelah menunaikan shalat isya, beliau merebahkan tubuhnya di lantai masjid karena rasa lelah yang sangat. Begitu jamaah telah bubar, Imam Ahmad memutuskan untuk tidur.
Tiba-tiba datang marbot masjid dan bertanya, “Kenapa syaikh masih berada di sini?”

Pada kultur arab, panggilan ‘syaikh’ dipakai untuk memanggil orang tua, disamping juga dipakai untuk memanggil orang yang berilmu. Panggilan Syaikh dikisah ini panggilan sebagai orang tua, karena imam Ahmad kelihatan sebagai orang tua.

Marbot itu tidak tahu bahwa orang yang dia tegur itu adalah Imam Ahmad yang tersohor dengan ilmu haditsnya itu. pun Imam Ahmad tidak memperkenalkan dirinya, bahwa dia Imam Ahmad yang tersohor. Di Irak, semua orang mengenal dirinya sebagai ulama besar, ahli hadis,dan juga shalih dan zuhud. Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tahu wajah orang yang biasa disebut-sebut namanya. Mengenal nama tapi tak mengenal rupa.

Kemudian Imam Ahmad menjawab, “Saya ingin istirahat disini. Saya seorang musafir.”

Marbot masjid itu berkata, “Tidak boleh! Syaikh tidak boleh tidur di masjid!”

Imam Ahmad pun didorong-dorong oleh orang tersebut dan menyuruh saya untuk keluar dari masjid. Beliau pun keluar dan orang itu mengunci masjid. Karena tidak ada pilihan lain, maka Imam Ahmad terpaksa  tidur di teras masjid yang berdebu.

Ketika sudah berbaring di teras, Marbot masjid itu datang dan marah-marah. “Mau apa lagi, Syaikh?”
“Mau tidur, saya musafir.”

Marbot itu menjawab, “Tidak boleh. Didalam tidak boleh, diluar juga tidak boleh.” Sembari mendorong tubuh Imam Ahmad menuju jalan.

Imam Ahmad melihat di samping masjid ada kedai penjual roti. Penjual roti itu sedang membuat adonan ketika dia melihatnya didorong oleh marbot masjid. Ketika Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari kedainya, “Mari syaikh, Anda boleh menginap di tempat saya. Saya punya tempat meski kecil.”

Imam Ahmad pun masuk ke dalam kedai tersebut sembari mengucapkan terimakasih atas tawarannya, kemudian duduk di belakang si tukang roti. Lagi-lagi Imam Ahmad tidak memperkenalkan siapa dirinya. Tukang roti itu sungguh unik. Jika Imam Ahmad mengajaknya mengobrol, dia menjawabnya. Tetapi jika Imam Ahmad diam, dia melanjutkan aktifitasnya sembari melafalkan istighfar. “Astaghfirullah….astaghfirullah…”

Ketika menaburkan garam, mulutnya beristighfar. Pun ketika memecah telur, mencampur gandum dan mengaduknya.

Imam Ahmad memperhatikan orang tersebut, kemudian beliau bertanya, “Sudah berapa lama kamu melakukan ini?”

“Sudah lama sekali syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun. Jadi, semenjak itu saya biasa melafalkan istighfar.”

“Lalu apa hasil dari amalanmu ini?”

“Lantaran wasilah istighfar ini, tidak ada kebutuhan atau hajat yang sama minta, kecuali pasti dikabulkan Allah. Semua yang saya minta langsung Allah berikan. Kecuali satu yang belum Allah subhanahu wata'ala kabulkan.”

“Permintaan apa itu?” tanya Imam Ahmad penasaran.

Orang itu menjawab, “Saya meminta kepada Allah supaya dipertemukan dengan Imam Ahmad.”

Seketika itu juga Imam Ahmad bertakbir, “Allahu akbar! Allah telah mendatangkan saya jauh dari Baghdad ke Bashrah, bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan karena istighfarmu.”

Penjual roti itu terperanjat dan saat itu juga dia sadar bahwa orang yang berada di kedainya itu adalah Imam Ahmad bin Hambal.

Memang benar apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam, bahwa Allah subhanahu wata'ala akan menjadikan dan memberikan jalan keluar dari semua masalah bagi mereka yang beristighfar. Lebih dari itu Allah subhanahu wata'ala akan memberikannya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.

Mari kita pungkas dengan satu kisah yang tak kalah menariknya. Jika tadi kita menyimak kisah Imam Ahmad, maka kali ini kita akan menyimak kisah penuh hikmah dari seorang tabiin bernama Hasan al-Basri rahimahullah. Terdapat sebuah atsar dari Hasan Al Bashri rahimahullah yang menunjukkan bagaimana faedah istighfar yang luar biasa.

Diriwayatkan bahwa seseorang pernah mengadukan kepada Al Hasan tentang musim paceklik yang terjadi. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.

Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kemiskinannya. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.

Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kekeringan pada lahan (kebunnya). Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.

Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau karena sampai waktu itu belum memiliki anak. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.

Melihat hal itu, sahabatnya Rabii’ bin Subaih bertanya, ‘Tadi orang-orang berdatangan kepadamu mengadukan berbagai permasalahan, dan engkau memerintahkan mereka semua agar beristighfar, mengapa demikian?’ Hasan al-Bashri rahimahullah menjawab, ‘Aku tidak menjawab dari diriku pribadi, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengatakan dalam firman-Nya (yang artinya),

“Maka, Aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah amounan kepada Rabb-mu, -seseunnguhnya dia adalah Maha Pengampun-, niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.’” (QS. Nuh [71]: 10-12)

Dari sini kita bisa mengambil hikmah bahwa betapa dahsyatnya kekuatan istighfar. Maka, dengan istighfar itulah Allah subhanahu wata'ala akan menurunkan banyak anugerah dan rezekinya kepada kita. dengan istighfar itulah Allah subhanahu wata'ala akan menurunkan hujan sebagai sumber mata air, sumber kehidupan hewan ternak dan tumbuh-tumbuhan yang kita tanam dan penyubur bumi. Dengan istighfar itu juga dilimpahkan keberkahan serta keturunan. Subhanallah…

Oleh karena itu, tak ada alasan untuk tidak beristighfar. Kapan pun dan dimana pun, (selain di tempat kotor seperti WC) basahilah bibir kita dengan kalimat istighfar. Ketika kita pulang dari kantor dan terjebak macet, maka alih-alih mengeluh tentang betapa menjengkelkannya terjebak dalam macet, istighfar menjadi pilihan yang bisa menenangkan jiwa. Ketika sedang memasak di dapur, maka taka da ruginya melantunkan istighfar. Sembari berangkat ke kantor atau ke sekolah, mari biasakan dengan istighfar. Pun jangan lupa untuk membiasakan istighfar setiap selepas shalat fardhu. Berikan kekuatan pada jiwamu dengan istighfar di pagi hari dan penutup hari dengan melantunkannya sebelum beranjak tidur. Semoga dengan istighfar yang kita lantunkan Allah akan memberi keberkahan dan merahmati hidup kita.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment