Jadikan taubat bukan hanya untuk dosa-dosa yang telah kamu lakukan, tapi juga untuk kewajiban yang belum kamu tunaikan. – Ibn Taymiyyah
Tidak ada jarak yang membatasi antara diri kita dengan-Nya. Karena
Dia selalu dekat dan bersama kita. hanya saja, jarak itu tercipta karena dosa
dan kemaksiatan yang telah kita lakukan dari waktu ke waktu, sementara kita
tidak lagi berpikir untuk mentaubatinya. Kita tidak berpikir untuk kembali dan
bertaubat karena kita merasa sudah dekat hanya dengan shalat, sedekah dan
beberapa cuil kebaikan. Padahal, Dia tidak hanya membutuhkan ruku dan sujud
kita, Dia juga membutuhkan kesungguhan kita.
Betapa banyak orang yang mengakui rajin shalat dan sedekah, tapi
ternyata masih korupsi dan menerima suap juga. Betapa ada orang yang mengaku
mentaati Allah subhanahu wata'ala, tapi masih menjalin hubungan cinta terlarang
dengan lawan jenis. Betapa ada orang yang mengaku mencintai Allah, tapi
ternyata cintanya kering kerontang karena gemerlap dunia yang melenakan. Betapa
ada orang yang mengaku sebagai wali Allah, tapi ternyata dia menjadi wali setan
dengan jubah islam dan menjual iman.
Disinilah pentingnya sebuah perjalanan. Perjalanan ini bukan
perjalanan biasa, tapi perjalanan panjang untuk menemukan kembali cinta,
ampunan, keridhoan dan rahmat-Nya. Perjalanan ini bukan perjalanan yang mudah.
Karena di tengah perjalanan itu kita akan menemukan onak dan duri berupa
syahwat dan nafsu yang selalu mendorong kita untuk kembali ke belakang dan
membelot dari jalur yang benar. Perjalanan ini juga dihiasi oleh godaan demi
godaan sang pembisik kejahatan (setan) yang mengiming-imingi kita dengan
dagangannya berupa berbagai varian kemaksiatan yang menggiurkan.
Berjalanan ini memang panjang, tapi kita harus yakin bahwa kita
akan menemukan cinta-Nya. Karena Allah subhanahu wata'ala tidak akan memutuskan
cinta-Nya selama kita menyimpan cahaya iman di Dada.
Perjalanan kita adalah perjalanan pulang sebagaimana pulangnya para
perantau ke kampung halamanan, pulangnya seorang anak kepada pangkuan sang ibu.
Ketika kita pulang, kita akan disambut oleh sukacita yang membuncah dari keluarga
dan dari sanak saudara. Dan ketika kita pulang kepada-Nya, kita akan disambut
oleh sukacita-Nya dan suka cita para malaikat-Nya.
Inilah yang dianalogikan sang Utusan tentang kegembiraan Allah
subhanahu wata'ala ketika hamba-hamba-Nya kembali pulang,
“Sesungguhnya Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika
ia bertaubat pada-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang
berada di atas kendaraannya dan berada di suatu tanah yang luas (padang pasir),
kemudian hewan yang ditungganginya lari meninggalkannya. Padahal di hewan
tunggangannya itu ada perbekalan makan dan minumnya. Sehingga ia pun menjadi
putus asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon dan tidur berbaring di bawah
naungannya dalam keadaan hati yang telah berputus asa. Tiba-tiba ketika ia
dalam keadaan seperti itu, kendaraannya tampak berdiri di sisinya, lalu ia
mengambil ikatnya. Karena sangat gembiranya, maka ia berkata, ‘Ya Allah, Engkau
adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ia telah salah mengucapkan karena
sangat gembiranya.” (HR. Muslim no. 2747).
Oleh karena itu, marilah kita kembali pulang ke haribaan Cinta-Nya.
Jangan pedulikan jarak yang tercipta karena dosa. Karena yang sebenarnya, jarak
tidak lagi menjadi soal ketika cinta menjadi tujuan. Betapa banyak para pecinta
yang rela menempuh jarak ribuan kilometer atau ribuan mil hanya untuk bertemu
dengan sang kekasih hati. Lalu siapa lagi kekasih hati yang layak diperjuangkan
untuk mendapatkan cintanya selain Allah subhanahu wata'ala?
Jangan pedulikan jarak yang tercipta karena noda-noda maksiat
karena Dia telah menyiapkan pengampunan selama kita mau menemui-Nya.
Marilah kita renungkan surat cinta-Nya yang begitu agung,
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah
kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong
(lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).
Ya, ketika kita memiliki iman, sejatinya Dia selalu dekat di hati
kita,
"Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, katakanlah
bahwa Aku Dekat" ( Quran 2: 186)
Inilah surat cinta yang membuat hati kita bergetar dan lebur dalam
cinta yang sangat purna. Inilah ayat tentang hati yang selalu terpaut dalam
ikatan cinta yang tak pernah pudar dalam genggaman iman.
Pertaubatan
Kebahagiaan dicapai melalui tiga hal: 1) Bersabar ketika diuji, 2) Bersyukur ketika menerima nikmat, dan 3) bertaubat atas dosa-dosa. – Ibn al-Qayyim
Setiap anak adam pernah melakukan kesalahan dan memang pada dasarnya
tidak ada manusia yang bersih dari aib, salah dan dosa. Bahkan manusia yang
diberi anugerah berupa pengangkatan sebagai Nabi dan utusan pun tak lepas dari
kekurangan dan kesalahan. Maka, ketika kita berbuat salah, pada dasarnya itu
sebuah kondisi yang manusiawi karena itu adalah karakteristik kita sebagai
manusia. Sebagaimana pepatah bilang, manusia adalah tempat salah dan lupa.
Tergelincir kepada kemaksiatan adalah perkara yang lumrah. Kita juga
tidak dituntut untuk menjadi manusia yang bersih dan tak pernah melakukan dosa
dan salah. Akan tetapi kita dituntut untuk segera bertaubat ketika tergelincir
ke dalam kubangan dosa. bukan malah terlena dalam kenikmatan semu yang
disajikan setan dan bala tentaranya.
Seandainya makhluk bernama manusia ini tidak melakukan dosa, maka
Allah subhanahu wata'ala akan menciptakan manusia yang akan melakukan dosa,
kemudian Allah subhanahu wata'ala mengampuni dosa yang telah mereka lakukan. Hal
inilah yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Ayyub radiyallahu
anhu ketika beliau hendak meninggal dunia. Beliau radiyallahu anhu berkata, “Aku
menyembunyikan dari kalian satu ilmu yang aku dengar dari Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wasallam- beliau bersabda”
‘Seandainya kamu sekalian tidak mempunyai dosa sedikit pun, niscaya
Allah akan menciptakan suatu kaum yang melakukan dosa untuk diberikan ampunan
kepada mereka.’ [HR. Muslim]
Dari hadits yang agung ini kita bisa belajar bahwa Dia memiliki
sifat al-‘Afuw (Maha Memaafkan) dan al-Ghaffar (Maha Pengampun). Dari hadits
ini kita juga bisa memahami betapa Allah subhanahu wata'ala gembira dengan
taubat hamba-Nya dan sudah barang tentu akan menerima taubat hamba-hamba-Nya
yang kembali ke haribaan cinta-Nya. Karena
sebaik-baik para pendosa adalah mereka yang bertaubat kepada Rabb-Nya.
Setiap bani adam berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah).
Bahkan Dia tak peduli sebanyak apa pun dosa yang kau bawa. Dia akan
tetap dan selalu mengampunimu selama kau kembali ke haribaan Cinta-Nya.
‘Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Hai anak Adam! Sesungguhnya selama
engkau berdo’a dan berharap hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa-dosa
yang telah engkau lakukan dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Seandainya
dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya
Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Jika engkau datang
kepadaku dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau
bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun,
niscaya Aku datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi.” [HR.
at-Tirmidzi]
Oleh karena, janganlah kau merasa putus asa dan selalu dihantui
oleh masa lalu. Mungkin masa lalumu kelam oleh noda-noda hitam, tapi itu bukan
alasan untuk selalu bermuram durja. Bangkitlah dan jemput cinta-Nya sekarang
juga.
Terkadang hati melontar tanya, ‘Akankah Allah mengampuniku,
sementara dosaku amat banyak.’
‘Aku sudah terlanjur dicap sebagai orang yang buruk dan pendosa di
mata manusia, bagaimana mereka bisa menerimaku?’
‘Aku sudah terlanjur menjadi orang yang buruk, tak aka nada orang
yang mau memandangku sebagai manusia yang baik.’
‘Aku sudah terlanjur seperti ini dan tidak ada gunanya aku mengubah
diriku. Sudah terlanjur basah.’
Sebenarnya ungkapan-ungkapan itu hanyalah perangkap setan untuk
melanggengkan dirimu dalam kubangan dosa sebagaimana pedagang yang berharap
konsumen jatuh cinta dengan barang dagangannya.
Padahal Allah subhanahu wata'ala berfirman dengan begitu indah,
“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Quran 12:87)
Suatu hari, Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda
kepada para sahabatnya, “Tidak ada yang masuk surga karena amal perbuatan
mereka sendiri.”
Kemudian para sahabat bertanya, “Tidak juga dirimu, ya Rasulullah?”
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Tidak juga
diriku.”
Lihatlah, betapa Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam ingin
memberitahukan kepada kita bahwa kita masuk surga karena rahmat Allah subhanahu
wata'ala. Bahkah Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menyebutkan bahwa dia
pun masuk surga karena rahmat Rabb-Nya. Padahal kita tahu bagaimana beliau
beribadah, bagaimana beliau beristighfar dan mengisi malamnya dengan tangisan. Bahkan
kita sendiri tahu bagaimana beliau beristighfar 70 kali dalam sehari, di
riwayat yang lain disebutkan beliau bertaubat 100 kali dalam sehari. Tentunya Beliau
shollallahu 'alaihi wasallam berada pada level lebih tinggi dibanding kita. bahkan
tidak bisa dibandingkan dengan amal kita yang secuil. Tapi beliau mengajarkan
kepada kita makna dari menggabungkan rasa takut dan rasa harap kepada Allah subhanahu
wata'ala. Takut akan siksa-Nya, dan berharap surga-nya.
Bersihkan Jiwamu dengan Istighfar
Dosa adalah penyakit, taubat adalah obatnya, dan berpantang dari itu adalah obat yang paling mujarab. – Ali bin Abi Thalib
Mungkin Matahari masih terbit esok hari, tapi belum tentu dengan kamu (apakah masih hidup ataukah tidak). Maka bertaubatlah hari ini.
Suatu hari Imam Ahmad ingin
sekali berkunjung ke sebuah kota di Bashrah (Irak). Padahal beliau tidak ada
janji dengan seseorang, pun tidak memiliki hajat dan kebutuhan mendesak yang menuntutnya
untuk pergi ke Bashrah.
Akhirnya Imam Ahmad berangkat sendiri menuju kota Bashrah. Imam
Ahmad tiba di sana ketika waktu isya menjelang. Setelah menunaikan shalat isya,
beliau merebahkan tubuhnya di lantai masjid karena rasa lelah yang sangat. Begitu
jamaah telah bubar, Imam Ahmad memutuskan untuk tidur.
Tiba-tiba datang marbot masjid dan bertanya, “Kenapa syaikh masih
berada di sini?”
Pada kultur arab, panggilan ‘syaikh’ dipakai untuk memanggil orang
tua, disamping juga dipakai untuk memanggil orang yang berilmu. Panggilan
Syaikh dikisah ini panggilan sebagai orang tua, karena imam Ahmad kelihatan
sebagai orang tua.
Marbot itu tidak tahu bahwa orang yang dia tegur itu adalah Imam
Ahmad yang tersohor dengan ilmu haditsnya itu. pun Imam Ahmad tidak
memperkenalkan dirinya, bahwa dia Imam Ahmad yang tersohor. Di Irak, semua
orang mengenal dirinya sebagai ulama besar, ahli hadis,dan juga shalih dan
zuhud. Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tahu wajah orang yang
biasa disebut-sebut namanya. Mengenal nama tapi tak mengenal rupa.
Kemudian Imam Ahmad menjawab, “Saya ingin istirahat disini. Saya seorang
musafir.”
Marbot masjid itu berkata, “Tidak boleh! Syaikh tidak boleh tidur
di masjid!”
Imam Ahmad pun didorong-dorong oleh orang tersebut dan menyuruh
saya untuk keluar dari masjid. Beliau pun keluar dan orang itu mengunci masjid.
Karena tidak ada pilihan lain, maka Imam Ahmad terpaksa tidur di teras masjid yang berdebu.
Ketika sudah berbaring di teras, Marbot masjid itu datang dan
marah-marah. “Mau apa lagi, Syaikh?”
“Mau tidur, saya musafir.”
Marbot itu menjawab, “Tidak boleh. Didalam tidak boleh, diluar juga
tidak boleh.” Sembari mendorong tubuh Imam Ahmad menuju jalan.
Imam Ahmad melihat di samping masjid ada kedai penjual roti. Penjual
roti itu sedang membuat adonan ketika dia melihatnya didorong oleh marbot
masjid. Ketika Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari
kedainya, “Mari syaikh, Anda boleh menginap di tempat saya. Saya punya tempat
meski kecil.”
Imam Ahmad pun masuk ke dalam kedai tersebut sembari mengucapkan
terimakasih atas tawarannya, kemudian duduk di belakang si tukang roti. Lagi-lagi
Imam Ahmad tidak memperkenalkan siapa dirinya. Tukang roti itu sungguh unik. Jika
Imam Ahmad mengajaknya mengobrol, dia menjawabnya. Tetapi jika Imam Ahmad diam,
dia melanjutkan aktifitasnya sembari melafalkan istighfar. “Astaghfirullah….astaghfirullah…”
Ketika menaburkan garam, mulutnya beristighfar. Pun ketika memecah
telur, mencampur gandum dan mengaduknya.
Imam Ahmad memperhatikan orang tersebut, kemudian beliau bertanya, “Sudah
berapa lama kamu melakukan ini?”
“Sudah lama sekali syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun. Jadi,
semenjak itu saya biasa melafalkan istighfar.”
“Lalu apa hasil dari amalanmu ini?”
“Lantaran wasilah istighfar ini, tidak ada kebutuhan atau hajat
yang sama minta, kecuali pasti dikabulkan Allah. Semua yang saya minta langsung
Allah berikan. Kecuali satu yang belum Allah subhanahu wata'ala kabulkan.”
“Permintaan apa itu?” tanya Imam Ahmad penasaran.
Orang itu menjawab, “Saya meminta kepada Allah supaya dipertemukan
dengan Imam Ahmad.”
Seketika itu juga Imam Ahmad bertakbir, “Allahu akbar! Allah telah
mendatangkan saya jauh dari Baghdad ke Bashrah, bahkan sampai didorong-dorong
oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan karena istighfarmu.”
Penjual roti itu terperanjat dan saat itu juga dia sadar bahwa
orang yang berada di kedainya itu adalah Imam Ahmad bin Hambal.
Memang benar apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah shollallahu
'alaihi wasallam, bahwa Allah subhanahu wata'ala akan menjadikan dan memberikan
jalan keluar dari semua masalah bagi mereka yang beristighfar. Lebih dari itu
Allah subhanahu wata'ala akan memberikannya rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangka.
Mari kita pungkas dengan satu kisah yang tak kalah menariknya. Jika
tadi kita menyimak kisah Imam Ahmad, maka kali ini kita akan menyimak kisah
penuh hikmah dari seorang tabiin bernama Hasan al-Basri rahimahullah. Terdapat
sebuah atsar dari Hasan Al Bashri rahimahullah yang menunjukkan bagaimana
faedah istighfar yang luar biasa.
Diriwayatkan bahwa seseorang pernah mengadukan kepada Al Hasan
tentang musim paceklik yang terjadi. Lalu Al Hasan menasehatkan,
“Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang
kemiskinannya. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah)
kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kekeringan
pada lahan (kebunnya). Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon
ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau karena sampai waktu
itu belum memiliki anak. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon
ampunlah) kepada Allah”.
Melihat hal itu, sahabatnya Rabii’ bin Subaih bertanya, ‘Tadi
orang-orang berdatangan kepadamu mengadukan berbagai permasalahan, dan engkau
memerintahkan mereka semua agar beristighfar, mengapa demikian?’ Hasan
al-Bashri rahimahullah menjawab, ‘Aku tidak menjawab dari diriku pribadi,
karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengatakan dalam firman-Nya (yang
artinya),
“Maka, Aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah amounan kepada Rabb-mu,
-seseunnguhnya dia adalah Maha Pengampun-, niscaya dia akan mengirimkan hujan
kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan
untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.’”
(QS. Nuh [71]: 10-12)
Dari sini kita bisa mengambil hikmah bahwa betapa dahsyatnya
kekuatan istighfar. Maka, dengan istighfar itulah Allah subhanahu wata'ala akan
menurunkan banyak anugerah dan rezekinya kepada kita. dengan istighfar itulah
Allah subhanahu wata'ala akan menurunkan hujan sebagai sumber mata air, sumber
kehidupan hewan ternak dan tumbuh-tumbuhan yang kita tanam dan penyubur bumi. Dengan
istighfar itu juga dilimpahkan keberkahan serta keturunan. Subhanallah…
Oleh karena itu, tak ada alasan untuk tidak beristighfar. Kapan pun
dan dimana pun, (selain di tempat kotor seperti WC) basahilah bibir kita dengan
kalimat istighfar. Ketika kita pulang dari kantor dan terjebak macet, maka
alih-alih mengeluh tentang betapa menjengkelkannya terjebak dalam macet,
istighfar menjadi pilihan yang bisa menenangkan jiwa. Ketika sedang memasak di
dapur, maka taka da ruginya melantunkan istighfar. Sembari berangkat ke kantor
atau ke sekolah, mari biasakan dengan istighfar. Pun jangan lupa untuk
membiasakan istighfar setiap selepas shalat fardhu. Berikan kekuatan pada
jiwamu dengan istighfar di pagi hari dan penutup hari dengan melantunkannya
sebelum beranjak tidur. Semoga dengan istighfar yang kita lantunkan Allah akan
memberi keberkahan dan merahmati hidup kita.
No comments:
Post a Comment