Aku seorang kutubuku utukupret. Doyan buku tapi nggak doyan
beli buku. Bukan tanpa alasan kenapa aku nggak suka beli buku. Alasan paling
fundamental adalah karena tidak memiliki budget untuk rutin membeli buku. Sekalinya
mau beli buku jika ada diskonan atau event pameran buku yang harganya disunat
gede-gedean. Itu pun tetep harus berkorban uang jajan selama sebulan. Eh, kamu
nggak usah sedih mendengar curhatku. Aku bukan tipe orang yang patut dikasihani
kok.
Nah, pas awal-awal kuliah aku baru tahu ada buku yang murah
semurah-murahnya. Buku bajakan namanya. Biasanya dijual bebas di lapak-lapak
buku pinggir jalan atau di kawasan pertokoan. Awalnya aku seneng dapet buku
yang murahnya naudzubillah. Aku nggak mau tahu tentang kualitas dan keaslian. Bodo
amat, yang penting isinya. Kan ada pepatah bilang, ‘Don’t judge a book by it’s
cover. Tapi lambat laun aku sadar bahwa membeli buku bajakan itu dosa dan
haram. Yang jual dosa, yang beli juga sama-sama kena dosa. aku ngebayangin
gimana perasaan penulis ketika tau karyanya dibajak. Bukannya buku asli yang
laku, ini mah bajakan yang laku keras di pasaran. Kan penulis jadi buntung dan
rugi serugi-ruginya. Aku juga ngebayangin gimana perasaanku kalo seandainya
karyaku dibajak orang. (meski sampai saat ini belum punya satu buku pun yang
diterbitkan penerbit mayor.) lagi-lagi curhat ya. kamu nggak usah sok peduli
gitu. Aku sudah terbiasa bermelow-melow.
Oke, jadi singkat cerita aku stop beli buku bajakan. Meskipun
buku bajakan yang sudah kadung aku beli masih aku simpan.
Setelah itu aku beralih berburu buku-buku bekas. Paling
sering aku datang ke pasar senen untuk berburu buku-buku bekas dan buku lama
yang berkualitas. Tapi lama-lama aku mikir, mau sampai kapan aku doyan ngoleksi
buku. Di rumah rak bututku sudah sesak sama buku-buku yang sudah aku koleksi
selama bertahun-tahun. Bahkan emak sempat bilang, “Ni, daripada kamu beli buku
terus, mending tuh duit tabungin buat modal nikah.”
Et dah nih emak. Tapi ada benarnya juga sih.
Namanya juga manusia, pasti ada kalanya bosan dengan
rutinitas. Pun diriku. Aku mulai bosan mengoleksi buku dengan dua alasan. Pertama,
aku sudah nggak punya rak untuk menampung buku. Kedua, ide emak buat nabung
modal nikah oke juga. Ketiga, masih banyak koleksi buku yang belum aku baca. Belanja
mulu, kapan bacanya?
Beberapa tahun kemudian, blog-blog ebook bermunculan dan
orang-orang bisa mengunduh ebook pdf dengan begitu mudah. Termasuk diriku. Bahkan
aku mulai keranjingan baca ebook. Lebih praktis dan tentunya gratis tanpa
keluar uang sepeser pun. Bahkan aku mulai membuat blog untuk berbagi
ebook-ebook koleksiku.
Hingga suatu hari aku mendapatkan warning dan peringatan
dari salahsatu pihak penerbit yang merasa dirugikan dengan kehadiran blogku. Aku
speechless. Mau buku bajakan, mau ebook, sama-sama illegal. Begitulah pemirsah.
Aku tobat dari menyebarkan ebook-ebook bajakan. Sejak saat itu aku berkompromi
untuk tidak lagi berbagi ebook bajakan. Tapi Alhamdulillah aku nggak pernah
kehabisan buku. Aku bisa pinjam buku di perpustakaan.
INI PERPUSTAKAAN APA TOKO BUKU
Ada pengalaman menarik ketika aku bekerja di rumah Yatim
Indonesia. Waktu itu aku dan temanku, Rasyid kebagian jadwal menjaga stand
Rumah yatim di Asia Plaza, Tasikmalaya. Kami kebagian jadwal jaga stand dari
bakda maghrib hingga jam Sembilan malam.
Nah, di Asia Plaza
ini ada toko buku gramedia yang lumayan gede. Koleksi bukunya lengkap banget
deh pokoknya. Sebagai kutubuku sejati, tentunya aku selalu panas dingin ketika
melihat deretan buku. Makanya aku nyiasatin gimana caranya aku bisa baca buku
di gramedia.
“Cid, aku mau ke toilet dulu ya.”
Rasyid temanku mengangguk sembari memainkan ponselnya. Aku segera
melesat, menaiki escalator menuju lantai dua dimana toko buku gramedia berada. Aku
segera masuk dan mulai mencari zona nyaman untuk membaca buku. Perlu kamu tahu,
biasanya gramedia menyediakan satu eksemplar yang sudah dibuka plastiknya dari
setiap judul yang ada. tujuannya supaya pembeli bisa ‘mengintip’ seperti apa
isi buku yang akan dia beli. Tapi nyatanya, ini sangat menguntungkan
orang-orang ‘muka gratisan’.
Aku segera mencomot satu novel yang sudah aku incar seminggu
yang lalu dan mulai mengambil tempat duduk di sampingnya. Jika sudah bosan
duduk, maka aku berdiri. Satu jam berlalu, dua jam telah lewat, baru aku keluar
dari toko buku gramedia untuk kembali menjaga stand.
“Lama amat..”
“Mules cid.” Dustaku. Mohon jangan ditiru. Kedustaan ini
adalah contoh yang sama sekali nggak baik dalam hubungan persahabatan.
Hari berikutnya aku keranjingan mengunjungi gramedia hanya
untuk menuntaskan novel yang kemarin saya baca. Satu kali, dua kali, tiga kali,
hingga saya sadar si mbak-mbak di meja kasir melirik saya. Mungkin dia
berpikir, ‘Perasaan gue sering lihat nih orang masuk. tapi belum pernah gue
lihat dia datang ke meja kasir.’
Karena aku nggak enak hati, besoknya aku nggak berkunjung
lagi dengan dua alasan. Pertama, novel itu sudah tamat saya baca dalam tiga
kali kunjungan. Kedua, temanku diam-diam tahu aku selalu ke gramedia dan
membohongi dia dengan alasan mulas. Ketiga, tugas di stand sudah selesai karena
sebentar lagi lebaran.
Tapi sekarang aku nggak separah itu. aku bisa beli buku. Etapi
dipikir-pikir, buat apa beli buku. Mending pinjam. Iya nggak?
No comments:
Post a Comment