17 Apr 2019

Doyan Baca Buku, Nggak Doyan Beli Buku



Aku seorang kutubuku utukupret. Doyan buku tapi nggak doyan beli buku. Bukan tanpa alasan kenapa aku nggak suka beli buku. Alasan paling fundamental adalah karena tidak memiliki budget untuk rutin membeli buku. Sekalinya mau beli buku jika ada diskonan atau event pameran buku yang harganya disunat gede-gedean. Itu pun tetep harus berkorban uang jajan selama sebulan. Eh, kamu nggak usah sedih mendengar curhatku. Aku bukan tipe orang yang patut dikasihani kok.

Nah, pas awal-awal kuliah aku baru tahu ada buku yang murah semurah-murahnya. Buku bajakan namanya. Biasanya dijual bebas di lapak-lapak buku pinggir jalan atau di kawasan pertokoan. Awalnya aku seneng dapet buku yang murahnya naudzubillah. Aku nggak mau tahu tentang kualitas dan keaslian. Bodo amat, yang penting isinya. Kan ada pepatah bilang, ‘Don’t judge a book by it’s cover. Tapi lambat laun aku sadar bahwa membeli buku bajakan itu dosa dan haram. Yang jual dosa, yang beli juga sama-sama kena dosa. aku ngebayangin gimana perasaan penulis ketika tau karyanya dibajak. Bukannya buku asli yang laku, ini mah bajakan yang laku keras di pasaran. Kan penulis jadi buntung dan rugi serugi-ruginya. Aku juga ngebayangin gimana perasaanku kalo seandainya karyaku dibajak orang. (meski sampai saat ini belum punya satu buku pun yang diterbitkan penerbit mayor.) lagi-lagi curhat ya. kamu nggak usah sok peduli gitu. Aku sudah terbiasa bermelow-melow.
Oke, jadi singkat cerita aku stop beli buku bajakan. Meskipun buku bajakan yang sudah kadung aku beli masih aku simpan.

Setelah itu aku beralih berburu buku-buku bekas. Paling sering aku datang ke pasar senen untuk berburu buku-buku bekas dan buku lama yang berkualitas. Tapi lama-lama aku mikir, mau sampai kapan aku doyan ngoleksi buku. Di rumah rak bututku sudah sesak sama buku-buku yang sudah aku koleksi selama bertahun-tahun. Bahkan emak sempat bilang, “Ni, daripada kamu beli buku terus, mending tuh duit tabungin buat modal nikah.”

Et dah nih emak. Tapi ada benarnya juga sih.

Namanya juga manusia, pasti ada kalanya bosan dengan rutinitas. Pun diriku. Aku mulai bosan mengoleksi buku dengan dua alasan. Pertama, aku sudah nggak punya rak untuk menampung buku. Kedua, ide emak buat nabung modal nikah oke juga. Ketiga, masih banyak koleksi buku yang belum aku baca. Belanja mulu, kapan bacanya?

Beberapa tahun kemudian, blog-blog ebook bermunculan dan orang-orang bisa mengunduh ebook pdf dengan begitu mudah. Termasuk diriku. Bahkan aku mulai keranjingan baca ebook. Lebih praktis dan tentunya gratis tanpa keluar uang sepeser pun. Bahkan aku mulai membuat blog untuk berbagi ebook-ebook koleksiku.

Hingga suatu hari aku mendapatkan warning dan peringatan dari salahsatu pihak penerbit yang merasa dirugikan dengan kehadiran blogku. Aku speechless. Mau buku bajakan, mau ebook, sama-sama illegal. Begitulah pemirsah. Aku tobat dari menyebarkan ebook-ebook bajakan. Sejak saat itu aku berkompromi untuk tidak lagi berbagi ebook bajakan. Tapi Alhamdulillah aku nggak pernah kehabisan buku. Aku bisa pinjam buku di perpustakaan.

INI PERPUSTAKAAN APA TOKO BUKU

Ada pengalaman menarik ketika aku bekerja di rumah Yatim Indonesia. Waktu itu aku dan temanku, Rasyid kebagian jadwal menjaga stand Rumah yatim di Asia Plaza, Tasikmalaya. Kami kebagian jadwal jaga stand dari bakda maghrib hingga jam Sembilan malam.

Nah, di  Asia Plaza ini ada toko buku gramedia yang lumayan gede. Koleksi bukunya lengkap banget deh pokoknya. Sebagai kutubuku sejati, tentunya aku selalu panas dingin ketika melihat deretan buku. Makanya aku nyiasatin gimana caranya aku bisa baca buku di gramedia.

“Cid, aku mau ke toilet dulu ya.”

Rasyid temanku mengangguk sembari memainkan ponselnya. Aku segera melesat, menaiki escalator menuju lantai dua dimana toko buku gramedia berada. Aku segera masuk dan mulai mencari zona nyaman untuk membaca buku. Perlu kamu tahu, biasanya gramedia menyediakan satu eksemplar yang sudah dibuka plastiknya dari setiap judul yang ada. tujuannya supaya pembeli bisa ‘mengintip’ seperti apa isi buku yang akan dia beli. Tapi nyatanya, ini sangat menguntungkan orang-orang ‘muka gratisan’.

Aku segera mencomot satu novel yang sudah aku incar seminggu yang lalu dan mulai mengambil tempat duduk di sampingnya. Jika sudah bosan duduk, maka aku berdiri. Satu jam berlalu, dua jam telah lewat, baru aku keluar dari toko buku gramedia untuk kembali menjaga stand.

“Lama amat..”

“Mules cid.” Dustaku. Mohon jangan ditiru. Kedustaan ini adalah contoh yang sama sekali nggak baik dalam hubungan persahabatan.

Hari berikutnya aku keranjingan mengunjungi gramedia hanya untuk menuntaskan novel yang kemarin saya baca. Satu kali, dua kali, tiga kali, hingga saya sadar si mbak-mbak di meja kasir melirik saya. Mungkin dia berpikir, ‘Perasaan gue sering lihat nih orang masuk. tapi belum pernah gue lihat dia datang ke meja kasir.’

Karena aku nggak enak hati, besoknya aku nggak berkunjung lagi dengan dua alasan. Pertama, novel itu sudah tamat saya baca dalam tiga kali kunjungan. Kedua, temanku diam-diam tahu aku selalu ke gramedia dan membohongi dia dengan alasan mulas. Ketiga, tugas di stand sudah selesai karena sebentar lagi lebaran.

Tapi sekarang aku nggak separah itu. aku bisa beli buku. Etapi dipikir-pikir, buat apa beli buku. Mending pinjam. Iya nggak?
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment