16 Apr 2019

Menolak Gagasan Islam Nusantara



Tadi pagi saya membaca postingan dari saudara Adib Shofawi di KBM. Dalam postingannya saudara Adib menyatakan bahwa islam nusantara adalah Islam yang santun dan itu artinya islam yang sangat ideal dibanding ‘islam-islam’ lainnya. Kenapa saya mengatakan ada ‘islam-islam lainnya?’ Jika penulis mengatakan islam nusantara islam yang santun dan rahmatan lil alamin, maka secara tersirat dan secara tidak langsung menuduh bahwa ‘islam-islam selain islam nusantara’ adalah islam yang tidak santun, tidak tasamuh dan tidak rahmatan lil alamin. Dari sini saja kita sudah menangkap bahaya dari gagasan islam nusantara. Islam nusantara, bagi saya, hanya gagasan yang bisa memperkeruh ukhuwah islamiyah di tanah air khususnya, dan dunia pada umumnya.

Islam nusantara secara tidak langsung membatasi islam dengan sudut pandang geografis dan kultural. Sehingga islam yang tidak terbatas geografis dan tidak ‘terkontaminasi’ kultur setempat bisa jadi dipinggirkan dan dianggap tidak layak berada di nusantara.

Bahkan ada tokoh NU sendiri yang menolak gagasan Islam Nusantara. Beliau adalah KH. Hasyim Muzadi rahimahullah. Menurut KH. Hasyim, jika memang esensi islam nusantara adalah sikap santun dan tasamuh, kenapa tidak memakai istilah islam rahmatan lil alamin saja? bukanlah islam rahmatan lil alamin sudah kadung dikenal sejak dahulu? Bukankah dia tidak terbatas teritori dan kungkungan wilayah?

Oleh karena itu KH. Hasyim lebih sreg menyebut  Islam di Nusantara, bukan Islam Nusantara. Supaya tidak membedakan diri dengan Islam di lain negara. Hal ini sebagaimana dikutip laman hidayatullah.com. Nusantara tidak bisa dipakai dan ditempelkan dalam kata islam. Karena islam itu universal sementara nusantara itu lokal.

Kubu pro Islam Nusantara seringkali melontarkan pembelaan terhadap gagasan islam nusantara dengan alasan bahwa Islam nusantara adalah islam yang terbingkai dalam bingkai aswaja, santun, ramah dan mengedepankan pendekatan budaya dalam dakwah.

Tapi nyatanya, islam nusantara berbeda bungkus dengan teori. Berbeda antara substansi dengan realita yang ada pada saat ini. Seringkali Islam Nusantara ditunggangi oleh kelompok liberal untuk mengkampanyekan kebencian kepada pihak yang mereka sebut sebagai ‘islam arab.’ Sehingga terjadi benturan antara ‘islam nusantara’ dengan ‘islam arab.’

Kami yang mereka sebut sebagai ‘islam arab’ tidak pernah melabeli diri kami dengan sebutan ‘islam arab.’ Label itu dilontarkan oleh mereka untuk mengejek kami yang mereka katakan radikal. Hanya karena beda mazhab dan beda pemahaman, mereka gampang mengatakan radikal dan semacamnya. Ada tokoh-tokoh Islam Nusantara menganggap ajaran Islam seperti Cadar,  Gamis, dan Jenggot, sebagai Budaya Arab, hingga menebar kebencian

Lalu siapa yang radikal disini? Siapa yang tidak santun disini? Dari sini saja kita bisa melihat betapa tidak santun dan tidak tolerannya mereka yang mengaku paling santun dan toleran dalam berislam. Siapa lagi kalau bukan mereka yang menyebut diri ‘islam nusantara.’

Islam Nusantara secara tidak langsung melontarkan tuduhan menyakitkan kepada islam-islam di luar nusantara sebagai islam yang gagal dalam menerapkan kesantunan dan rahmatan lil alamin. Dalam pandangan mereka, Islam diluar islam nusantara telah gagal menerapkan kelembutan. Klaim ini didasarkan pada klaim-klaim tidak berbasis data. Mereka menganggap bahwa Negara konflik semacam di Suriah, Yaman dan Palestina menjadi contoh betapa ‘islam mereka tidak bisa mewujudkan perdamaian. Padahal, konflik yang terjadi di Negara-negara tersebut tidak lepas dari faktor politik, ideology dan sosial, bukan pada islamnya. Palestina bergolak karena melawan penjajah Israel, Suriah bergolak karena melawan rezim Syiah, pun dengan Yaman. Bukankah di nusantara sendiri pernah terjadi pergolakan dalam mengusir penjajah yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari??

Ini juga pencideraan terhadap ukhuwwah Islamiyyah antara kaum muslimin di dunia, karena perjuangan yang dilakukan oleh sebagian kamum muslimin seperti Palestina, sangat tidak pantas dilabeli dengan radikalisme dan kekerasan

Mereka bilang, islam nusantara adalah islam yang santun dan tak lepas dari spirit tasamuh, sementara islam arab adalah islamnya penjajah.

Masya Allah! Apakah mereka mengira Nabi shallallahu Alaihi wassalam dan para sahabat adalah penjajah? Apakah mereka mengira para khilafah islam penjajah? Mereka mencela arab dengan konotasi penjajah, disisi lain mereka bermesraan dengan penjajah. Masih ingat bagaimana tokoh Islam Nusantara diundang oleh Israel penjajah untuk menjadi pembicara di Yerusalem? Sungguh paradox!

Kita tahu bahwa bangsa Arab yang Allah subhanahu wata'ala pilih untuk mengawali mengemban islam. Bukan berarti Allah subhanahu wata'ala tidak memperhitungkan orang-orang non-Arab, karena ras dan darah tidak ada apa-apanya dibanding ketakwaan. Itu yang Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam ajarkan.

Tapi kedengkian telah membuat kita buta dan membenci semua warna dan corak arab, sehingga syariat pun dilecehkan karena kedengkian atas corak arab. Kenapa kita harus dengki? Bisa saja islam bangkit dan diawali oleh orang-orang pilihan dari bangsa Arab, tapi siapa yang tahu jika Allah subhanahu wata'ala berkehendak untuk menjadikan kita bangsa pembangkit islam di akhir masa.

Entahlah, baru di negeri kita ada orang yang berani membagi islam menjadi islam nusantara dan islam arab. Karena sebelumnya belum pernah kita dengar istilah ‘islam Hindustan’ untuk orang-orang india, ‘Islam Jazirah’ untuk kaum muslimin di tanah arab dan islam-islam lainnya. ‘Islam America’ untuk kaum muslimin di Amerika. Mereka hanya menyebut diri mereka muslim karena mereka memegang ajaran tauhid. Ajaran islam.

Tidak ada nusantara, islam arab,  islam progresif, islam modern, islam liberal, dan islam-islam lainnya. Hanya ada satu islam. Yakni islam yang dibawa oleh sang Utusan Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam dengan berpegang kepada al-Quran dan As-Sunnah.

Islam akan selalu sama dari awal diturunkannya hingga hari akhir nanti. Tetapi, jika ada penyelewengan dari keadaan yang semula, maka penyelewengan itu adalah kesesatan, dan itu bukan manifestasi islam yang sesungguhnya. karena islam yang benar hanya ada satu; yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam dan generasi salam serta warisan-warisan para ulama dengan lautan hikmah yang mereka bawa.

Islam adalah harga mati, yang lain boleh berganti. Oleh karena itu, jangan bawa fanatisme ke dalam islam dan memoles islam dengan fanatisme busuk. Karena islam adalah islam.

ISLAM KULTURAL?

Terlepas dari perdebatan itu, yang saya tahu, islam nusantara adalah islam yang dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kulutral budaya. Dari sini saya sudah menilai kejanggalannya. Seharusnya islam itu tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai lain selain dari syariat islam itu sendiri. memberi embel-embel islam berarti menandakan bahwa mereka menganggap islam itu masih kurang sehingga harus ditambal di sana sini.

Perlu diketahui bahwa islam memiliki agenda-agenda perkembangannya sendiri. islam punya ‘kurikulum’ abadi yang tidak bisa digubah disana-sini. Islam tidak dipengaruhi oleh keadaan sekitar, wilayah territorial dan juga keinginan. Islam itu tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal, sebaliknya islam mempengaruhi dan mewarnai.

Sudahlah, tidak perlu memaksakan diri dengan konsel ‘Islam Nusantara’ yang terbukti menimbulkan ketidaknyamanan diantara kita. islam tetap islam.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment