Tadi pagi saya membaca postingan dari saudara Adib Shofawi
di KBM. Dalam postingannya saudara Adib menyatakan bahwa islam nusantara adalah
Islam yang santun dan itu artinya islam yang sangat ideal dibanding ‘islam-islam’
lainnya. Kenapa saya mengatakan ada ‘islam-islam lainnya?’ Jika penulis
mengatakan islam nusantara islam yang santun dan rahmatan lil alamin, maka
secara tersirat dan secara tidak langsung menuduh bahwa ‘islam-islam selain
islam nusantara’ adalah islam yang tidak santun, tidak tasamuh dan tidak
rahmatan lil alamin. Dari sini saja kita sudah menangkap bahaya dari gagasan
islam nusantara. Islam nusantara, bagi saya, hanya gagasan yang bisa
memperkeruh ukhuwah islamiyah di tanah air khususnya, dan dunia pada umumnya.
Islam nusantara secara tidak langsung membatasi islam dengan
sudut pandang geografis dan kultural. Sehingga islam yang tidak terbatas
geografis dan tidak ‘terkontaminasi’ kultur setempat bisa jadi dipinggirkan dan
dianggap tidak layak berada di nusantara.
Bahkan ada tokoh NU sendiri yang menolak gagasan Islam
Nusantara. Beliau adalah KH. Hasyim Muzadi rahimahullah. Menurut KH. Hasyim,
jika memang esensi islam nusantara adalah sikap santun dan tasamuh, kenapa
tidak memakai istilah islam rahmatan lil alamin saja? bukanlah islam rahmatan
lil alamin sudah kadung dikenal sejak dahulu? Bukankah dia tidak terbatas
teritori dan kungkungan wilayah?
Oleh karena itu KH. Hasyim lebih sreg menyebut Islam di Nusantara, bukan Islam Nusantara.
Supaya tidak membedakan diri dengan Islam di lain negara. Hal ini sebagaimana dikutip
laman hidayatullah.com. Nusantara tidak bisa dipakai dan ditempelkan dalam kata
islam. Karena islam itu universal sementara nusantara itu lokal.
Kubu pro Islam Nusantara seringkali melontarkan pembelaan
terhadap gagasan islam nusantara dengan alasan bahwa Islam nusantara adalah
islam yang terbingkai dalam bingkai aswaja, santun, ramah dan mengedepankan
pendekatan budaya dalam dakwah.
Tapi nyatanya, islam nusantara berbeda bungkus dengan teori.
Berbeda antara substansi dengan realita yang ada pada saat ini. Seringkali Islam
Nusantara ditunggangi oleh kelompok liberal untuk mengkampanyekan kebencian
kepada pihak yang mereka sebut sebagai ‘islam arab.’ Sehingga terjadi benturan
antara ‘islam nusantara’ dengan ‘islam arab.’
Kami yang mereka sebut sebagai ‘islam arab’ tidak pernah
melabeli diri kami dengan sebutan ‘islam arab.’ Label itu dilontarkan oleh
mereka untuk mengejek kami yang mereka katakan radikal. Hanya karena beda
mazhab dan beda pemahaman, mereka gampang mengatakan radikal dan semacamnya. Ada
tokoh-tokoh Islam Nusantara menganggap ajaran Islam seperti Cadar, Gamis, dan Jenggot, sebagai Budaya Arab,
hingga menebar kebencian
Lalu siapa yang radikal disini? Siapa yang tidak santun
disini? Dari sini saja kita bisa melihat betapa tidak santun dan tidak
tolerannya mereka yang mengaku paling santun dan toleran dalam berislam. Siapa lagi
kalau bukan mereka yang menyebut diri ‘islam nusantara.’
Islam Nusantara secara tidak langsung melontarkan tuduhan
menyakitkan kepada islam-islam di luar nusantara sebagai islam yang gagal dalam
menerapkan kesantunan dan rahmatan lil alamin. Dalam pandangan mereka, Islam diluar
islam nusantara telah gagal menerapkan kelembutan. Klaim ini didasarkan pada
klaim-klaim tidak berbasis data. Mereka menganggap bahwa Negara konflik semacam
di Suriah, Yaman dan Palestina menjadi contoh betapa ‘islam mereka tidak bisa
mewujudkan perdamaian. Padahal, konflik yang terjadi di Negara-negara tersebut
tidak lepas dari faktor politik, ideology dan sosial, bukan pada islamnya.
Palestina bergolak karena melawan penjajah Israel, Suriah bergolak karena
melawan rezim Syiah, pun dengan Yaman. Bukankah di nusantara sendiri pernah
terjadi pergolakan dalam mengusir penjajah yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari??
Ini juga pencideraan terhadap ukhuwwah Islamiyyah antara
kaum muslimin di dunia, karena perjuangan yang dilakukan oleh sebagian kamum
muslimin seperti Palestina, sangat tidak pantas dilabeli dengan radikalisme dan
kekerasan
Mereka bilang, islam nusantara adalah islam yang santun dan
tak lepas dari spirit tasamuh, sementara islam arab adalah islamnya penjajah.
Masya Allah! Apakah mereka mengira Nabi shallallahu Alaihi
wassalam dan para sahabat adalah penjajah? Apakah mereka mengira para khilafah
islam penjajah? Mereka mencela arab dengan konotasi penjajah, disisi lain
mereka bermesraan dengan penjajah. Masih ingat bagaimana tokoh Islam Nusantara
diundang oleh Israel penjajah untuk menjadi pembicara di Yerusalem? Sungguh paradox!
Kita tahu bahwa bangsa Arab yang Allah subhanahu wata'ala
pilih untuk mengawali mengemban islam. Bukan berarti Allah subhanahu wata'ala
tidak memperhitungkan orang-orang non-Arab, karena ras dan darah tidak ada
apa-apanya dibanding ketakwaan. Itu yang Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam
ajarkan.
Tapi kedengkian telah membuat kita buta dan membenci semua
warna dan corak arab, sehingga syariat pun dilecehkan karena kedengkian atas
corak arab. Kenapa kita harus dengki? Bisa saja islam bangkit dan diawali oleh
orang-orang pilihan dari bangsa Arab, tapi siapa yang tahu jika Allah subhanahu
wata'ala berkehendak untuk menjadikan kita bangsa pembangkit islam di akhir
masa.
Entahlah, baru di negeri kita ada orang yang berani membagi
islam menjadi islam nusantara dan islam arab. Karena sebelumnya belum pernah
kita dengar istilah ‘islam Hindustan’ untuk orang-orang india, ‘Islam Jazirah’
untuk kaum muslimin di tanah arab dan islam-islam lainnya. ‘Islam America’
untuk kaum muslimin di Amerika. Mereka hanya menyebut diri mereka muslim karena
mereka memegang ajaran tauhid. Ajaran islam.
Tidak ada nusantara, islam arab, islam progresif, islam modern, islam liberal,
dan islam-islam lainnya. Hanya ada satu islam. Yakni islam yang dibawa oleh
sang Utusan Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam dengan berpegang kepada
al-Quran dan As-Sunnah.
Islam akan selalu sama dari awal diturunkannya hingga hari
akhir nanti. Tetapi, jika ada penyelewengan dari keadaan yang semula, maka
penyelewengan itu adalah kesesatan, dan itu bukan manifestasi islam yang
sesungguhnya. karena islam yang benar hanya ada satu; yang dibawa oleh
Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam dan generasi salam serta warisan-warisan
para ulama dengan lautan hikmah yang mereka bawa.
Islam adalah harga mati, yang lain boleh berganti. Oleh
karena itu, jangan bawa fanatisme ke dalam islam dan memoles islam dengan
fanatisme busuk. Karena islam adalah islam.
ISLAM KULTURAL?
Terlepas dari perdebatan itu, yang saya tahu, islam
nusantara adalah islam yang dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kulutral budaya.
Dari sini saya sudah menilai kejanggalannya. Seharusnya islam itu tidak
dipengaruhi oleh nilai-nilai lain selain dari syariat islam itu sendiri.
memberi embel-embel islam berarti menandakan bahwa mereka menganggap islam itu
masih kurang sehingga harus ditambal di sana sini.
Perlu diketahui bahwa islam memiliki agenda-agenda
perkembangannya sendiri. islam punya ‘kurikulum’ abadi yang tidak bisa digubah
disana-sini. Islam tidak dipengaruhi oleh keadaan sekitar, wilayah territorial
dan juga keinginan. Islam itu tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal, sebaliknya
islam mempengaruhi dan mewarnai.
Sudahlah, tidak perlu memaksakan diri dengan konsel ‘Islam
Nusantara’ yang terbukti menimbulkan ketidaknyamanan diantara kita. islam tetap
islam.
No comments:
Post a Comment