Jika standar ulama itu bisa baca arab gundul, maka orang Kristen arab pun pantas disebut ulama
Beberapa
hari yang lalu saya mampir di postingan seorang teman yang berbagi video kajian
tokoh JIL (Jaringan Islam Liberal) –kalau saya lebih enak menyebutnya dengan
sebutan Jaringan Iblis Laknatullah. Karena bagi saya tidak ada liberalism dalam
islam.
Siapa tokoh
islam liberal? Siapa lagi kalau bukan Ulil Absar Abdala. Seorang yang memiliki
pemikiran yang nyeleneh dan ditentang oleh banyak ulama.
Singkat
cerita, saya memperingatkan si teman bahwa si Ulil ini tokoh sesat dengan
pemikirannya yang liberal. Sontak dia mengejek saya sebagai orang yang songong.
‘Dia itu
ulama, bisa baca arab gundul. Kamu bisa baca arab gundul nggak?’ tanyanya
dengan penuh nada ejekan.
Wow!
Andai syarat
menjadi ulama itu hanya dilihat dari pintar atau tidak pintarnya dia dalam
membaca arab gundul, maka orang Kristen arab pun bisa dikatan ulama, orang
yahudi di Jerusalem pun belajar bahasa arab dan mereka juga bisa disebut ulama.
Karena mereka berbahasa arab. Hehe.
Saya jadi
ingat tokoh Snouck Hugronje. Dia pria Belanda totok yang pura-pura masuk islam
dan mengganti namanya menjadi Abdul Ghofar. Si Snouck ini nggak
tanggung-tanggung belajar islam di Mekah, bisa bahasa arab dan memahami hukum
islam. Tapi dia mempelajari itu semua untuk menggembosi islam dari dalam.
Menjadi penasihat penjajah untuk menjauhkan umat islam dari kehidupan politik.
Dan bagi
saya, si Ulil ini tak lebih seperti reinkarnasi’ Snouck era modern. Di didik
oleh orientalis barat untuk menghancurkan islam dari dalam.
Menjadi
ulama itu tidak cukup hanya dengan pintar Nahwu sharaf dan ilmu balaghoh, tapi
juga harus diimbangi dengan aqidah yang bersih, memahami alquran dan hadits
yang benar sesuai dengan jalan salafush shalih. Iya kali belajar di Barat sama
orang-orang orientalis non-muslim, pulang-pulang membawa paham sesat, dipuja
jadi ulama. Keblinger!
No comments:
Post a Comment