Kita semua mencintai dunia karena memang
secara naluri kita diciptakan untuk menyukai, mencintai dan cenderung
kepadanya. Kita semua mencintai harta dalam bentuk rumah yang nyaman, kendaraan
yang membanggakan, anak-anak, wanita, popularitas, dan kekuasaan.
Akan tetapi sayangnya kita lupa bahwa dunia
ini bukan segala-galanya. Dunia adalah ujian yang Allah subhanahu wata'ala
berikan kepada kita, apakah kita akan terlena dengannya ataukah akan
menggunakan dunia sebagai bekal untuk menemui-Nya. Sementara kematian terus
mengintai kita.
Suatu ketika kematian bertanya kepada
kehidupan, ‘kenapa orang-orang mencintamu dan sebaliknya mereka membenciku?’
Maka kehidupan menjawab, ‘karena engkau adalah
kenyataan yang menyakitkan sementara aku adalah dusta yang indah dan menipu.
Kita berada dalam kehidupan dunia dan kematian
akan mengintai kita sehingga kita meninggalkan dunia dan segala isinya.
Sementara ada diantara kita yang masih belum mengecap kebahagiaan walaupun
mati-matian untuk mendapatkannya.
Dunia tak akan pernah memuaskan dahaga kita.
Semakin banyak kita mengecapnya, maka semakin
dahaga kita untuk mereguknya lagi dan lagi. Kita menikmati dunia laksana
mereguk air laut. Semakin direguk, semakin haus kita merasa. Dunia adalah candu
yang terus menerus meminta pemenuhan.
Maka tepatlah jika Rasulullah shallallahu
Alaihi wassalam bersabda
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
"Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)
Dalam lafazh lain disebutkan,
Dari Ibnu ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Ibnu Az Zubair berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438
Padahal, kebahagiaan yang sesungguhnya bukan
pada dunia yang kita miliki, tapi pada iman yang ada di hati. Kebahagiaan yang
sesungguhnya bukan pada harta yang melimpah tapi pada hati dan lisan yang
selalu mengingat-Nya.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. [13:28]
Pemilik kebahagiaan yang sejati adalah Allah
subhanahu wata'ala. Jika kita tidak memiliki Allah subhanahu wata'ala dalam
kehidupan kita maka mustahil kita akan bahagia.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" [20: 124]
Berlarilah kepada Allah sehingga kita menemui
kebahagiaan di dunia berupa ketentraman hati dan kebahagiaan di akhirat berupa
jannah sebagai reward atas keimanan kita yang purna.
No comments:
Post a Comment