Tidak ada akhir yang menyedihkan bagi mereka yang yakin kepada Allah.
Tawakkal adalah merelakan sepenuhnya segala sesuatu yang kamu cintai, namun dengan keyakinan bahwa Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.
Kamu bisa
merasa tenang di pesawat terbang meskipun kamu tidak mengenal pilotnya. Kamu
bisa merasa tenang di kapal meskipun kamu tidak mengenal sang kapten. Kamu bisa
merasa tenang di bus meski tidak tahu sopirnya. Lalu mengapa kamu tidak merasa
tenang dalam hidup padahal kamu tahu bahwa Allah yang mengendalikannya?
Ketika kita
berada di pesawat terbang, apakah kita merasa khawatir? Kebanyakan kita tentu
akan merasa tenang walaupun kita tidak tahu siapa pilot yang mengendalikan
pesawat tersebut. Kita juga tidak tahu sejauh mana kemampuan pilot itu dalam
mengendalikan pesawat. Tapi kita percaya bahwa pilot itu cukup kapabel. Begitu juga
ketika kita berada di kapal. Kita merasa tenang meskipun tidak tahu siapa
kapten yang mengendalikan kapal. Ketika kita berada di bus, kita tenang meski
tidak tahu siapa sopirnya.
Lalu seberapa
sering kita merasa tidak tenang dalam hidup kita. kita merasa khawatir menatap
masa depan kita dengan alasan bahwa masa depan kita bisa saja suram dan menyedihkan.
Kita merasa resah dengan karir yang tidak menanjak, uang yang selalu tak cukup
dan segala keinginan yang belum tercapai. Kenapa kita tidak merasa tenang,
padahal Allah yang mengendalikan hidup kita. Jika kita merasa tenang ketika
menaiki pesawat, kapal dan bus tanpa kita tahu siapa pilot, kapten dan
sopirnya, lalu kenapa sikap kita kepada Allah subhanahu wata'ala berbeda. Bukankah
Allah subhanahu wata'ala sebagai pengendali dan pengatur hidup kita?
Ketika kita
yakin pada kuasa Allah subhanahu wata'ala, maka kita akan mendapati bahwa hati
kita tenang dan jauh dari gundah gulana. Tidak peduli dalam kondisi lapang atau
sempit, dalam kondisi bahagia atau sengsara, kita akan selalu menyandarkan jiwa
kita kepada Allah subhanahu wata'ala. Urusan ini bukan karena soal segala sesuatu
berjalan baik-baik saja. Akan tetapi ini soal tentang tetap merasa baik-baik
saja tanpa peduli bagaimana pun keadaannya. Karena apa ini bisa terjadi? Karena
dia bertawakal kepada Allah subhanahu wata'ala.
Tawakkal adalah
memiliki keyakinan penuh bahwa Allah akan menjaga, bahkan di saat segala
sesuatu terlihat tidak mungkin sekalipun. Dia yakin dengan apa yang telah Allah
subhanahu wata'ala firmankan di dalam al-Quran,
Dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara. (Q.S Al-Ahzab: 3)
Mari kita
bertanya kepada diri kita sendiri, apakah selama ini kita sering merasakan
gundah gulana, resah, gelisah dan sedih yang berkepanjangan sehingga
seakan-akan kita adalah orang yang paling menderita di muka bumi? Barangkali rasa
itu timbul karena kita jauh dari Allah subhanahu wata'ala dan tidak
menyandarkan urusan hidup kita kepada-Nya. Jika memang benar demikian
keadaannya, maka segeralah kembali kepada Allah subhanahu wata'ala dengan
kepasrahan dan ketawakalan yang purna.
Betapa kita
sering mendengar berita tentang orang yang bunuh diri karena tekanan hidup. Baik
itu dengan bunuh diri dengan menenggak racun, menggantung diri, membakar diri
atau menjatuhkan diri ke jurang atau dari atas bangunan dan lain semacamnya. Betapa
kita bertanya-tanya bahwa betapa sempitnya pola pikir mereka yang mengahiri
hidup mereka dengan menjemput kematian. Bahkan ada beberapa kasus yang terkesan
konyol. Misal, bunuh diri karena diputus pacar atau karena tidak lulus ujian di
sekolah.
Mari kita
tinggalkan tentang berita bunuh diri, sekarang kita lihat data tentang Negara yang
paling banyak kasus bunuh dirinya.
Sebagaimana dikutip
BBC, Jepang dan Korea Selatan, dua Negara yang dijuluki macan Asia adalah Negara
yang tingkat bunuh dirinya tinggi. Tak ketinggalan Amerika serikat juga
tercatat sebagai Negara yang tingkat kasus bunuh dirinya tinggi.
Sementara itu
laman Kompas menyatakan bahwa kebanyakan kasus bunuh diri di Jepang terjadi
karena merasa terisolasi dari lingkungan sosial dan karena masalah keuangan. Sementara
di Korea Selatan para pelaku bunuh diri cenderung berasal dari public figure
seperti selebriti, dan anak muda yang sukses dalam karir dan orang-orang yang
punya jabatan penting. Bunuh diri juga ditemukan di kalangan pelajar dan orang
lanjut usia. Menurut Hwang San-Min, psikolog di Universitas Yonsei, Seoul,
kecenderungan bunuh diri di kalangan orang-orang terkenal yang masih muda
umumnya karena tekanan karir dan popularitas.
Sementara itu
di Amerika serikat kasus bunuh diri kebanyakan karena masalah keuangan dan
hubungan yang tidak harmonis.
Dari data-data
itu kita kemudian bertanya-tanya, bagaimana mungkin Negara-negara yang kita
anggap sebagai Negara maju memiliki angka bunuh diri yang tinggi? Apakah
kemajuan ekonomi dan teknologi tidak cukup membuat mereka bahagia? Saya tidak
ingin menghakimi, tapi mau tidak mau saya harus mengungkapkan bahwa kita
meyakini tiga Negara yang kita sebut di awal tidak kita anggap sebagai Negara yang
religious. Sebaliknya, kita tidak menemukan tingginya kasus bunuh diri pada Negara-negara
yang terlihat religious. Meskipun PBB menggolongkan Negara-negara tersebut
sebagai Negara berkembang (sebutan halus untuk Negara yang tidak atau kurang
maju).
Dari sini kita
bisa memahami bahwa kebahagiaan, ketentraman dan penerimaan akan kehidupan yang
dijalani sejalan dengan nilai ketawakalan dan kepasrahan kepada Allah subhanahu
wata'ala sebagai Pengatur kehidupan itu sendiri.
No comments:
Post a Comment