19 Nov 2020

GAMIS EMAK YANG KUSAM

Emak tidak pernah meminta saya untuk membelikannya gamis atau kerudung baru, bahkan ketika menjelang lebaran sekalipun. Emak juga tidak pernah meminta saya membawa oleh-oleh atau buah tangan ketika saya pulang Kampung. Tapi, sebagai seorang anak yang tahu diri, saya selalu membawa buah tangan ala kadar dan baju-baju yang boleh dikatakan murah meriah (menyesuaikan isi dompet) untuk adik-adik.

"Mak mau apa?" tanya saya suatu hari lewat telpon. Tadinya saya mau membelikan emak gamis baru lewat market place tempat saya dan istri belanja baju.

"Ah, emak mah nggak mau apa-apa," jawab emak saya dari seberang sana.

"Emak mau nggak kalo husni beliin gamis baru?" tanya saya lagi.

"Ah, jangan. Kamu aja masih butuh duit. Simpan saja duitnya buat belanja istri kamu, buat uang kuliah kamu, buat makan kamu," jawab emak dengan suara yang begitu merdu. Lebih merdu dari lantunan empuk suara Maher Zain yang tengah saya dengar ketika menulis artikel ini. Lihatlah, bahkan mata saya berkaca-kaca. (Oh, kalian tentu saja tidak bisa melihatku).  

Selalu. Selalu itu yang emak katakan ketika saya menawari emak ini dan itu. Saya berpikir, barangkali emak menginginkan gamis baru, kerudung baru atau apa pun itu. Tapi tetap saja jawabannya sama, 'Tidak usah, Husni!' Pernah sekali dua kali emak mengiyakan, itu pun ketika saya menawarkan beli baju dan sepatu untuk adik-adik. Bukan untuk dirinya.

Ah! betapa bodohnya saya yang tidak peka. Betapa tololnya saya yang begitu saja percaya dengan mantra emak yang berbunyi, 'Tidak usah.' Seharusnya saya tahu bahwa meskipun emak mengatakan dia tidak butuh gamis, dia sebenarnya membutuhkannya. Seharusnya saya tahu meskipun emak menolak tawaran saya, diam-diam di hatinya emak sangat menginginkannya. Hanya saja, emak tidak tega 'merepotkan' anaknya yang gajinya saja terkadang masih kurang untuk biaya hidup sebulan jika tidak digabung dengan gaji sang istri.

Kemudian satu hari itu saya tidak peduli. Meskipun emak bilang 'tidak usah' ketika saya menawarinya kerudung baru, toh saya tetap membelikannya.

"Emang kamu punya uang lebih?" tanya emak.

"Punya mak," jawab saya berbohong. Padahal uang kuliah aja belum dibayar.

"Jangan Husni, lebih baik uangnya disimpan saja,"

"Udah dikirim mak, tunggu aja, paling tiga hari juga nyampe."

Ternyata benar dugaan saya. Tiga hari kemudian emak kembali menelpon dan memberitahukan kepadaku bahwa kerudung berwarna merah yang telah saya beli di marketplace sudah tiba dengan selamat. Emak sudah mencobanya dan merasa jatuh cinta dengan motifnya.

"Emak suka kerudungnya," seru emak dengan nada sumringah.

Mataku berkaca-kaca. Ah! kenapa baru sekarang saya menjadi anak yang peka. Maafkan anakmu yang ndableg ini mak....

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment