Betapa kita semua pernah merasakan obat yang begitu pahit di
lidah kita sehingga kita tak suka ketika harus menelannya. Ketika pertama kali
kita meminumnya, kita berpikir bagaimana mungkin saya harus meminum ini setiap
hari selama beberapa minggu. Sementara, sebelumnya dokter pernah berkata kepada
kita bahwa kita akan sembuh jika kita kontinyu meminum obat yang pahit
tersebut.
Suka tidak suka, kita harus melakukannya. Lagi pula, dokter
tidak memberi resep alternative lain selain meminum obat tersebut. Jika kita
nekad mengikuti keinginan kita untuk tidak tersiksa dengan rasa pahit obat,
maka penyakit kita tidak akan sembuh.
Lagi pula, masih ingat di benak kita, bagaimana orang tua
membujuk anak-anaknya yang susah untuk minum obat bahwa mereka hanya merasakan
pahit beberapa detik saja. itu tidak sebanding dengan hasil akhir berupa
terbebasnya badan mereka dari penyakit.
Pada akhirnya, setelah terus menerus mengkonsumsi obat,
dokter menyatakan bahwa kita telah terbebas dari penyakit. Lebih dari pada itu,
kita juga merasakan bahwa kondisi kita lebih baik dari sebelumnya.
Memang, manusia deprogram untuk menghindari ketidaknyamanan
dan segala hal yang mengandung resiko. Tapi kita tahu bahwa resiko tidak minum
obat lebih besar dibanding resiko merasakan pahitnya obat yang sementara.
Begitu pun dengan penyakit-penyakit jiwa yang bersarang di
hati kita. Terkadang hal ini membutuhkan penyembuhan yang pahit dan sulit. Kita
sulit untuk ‘menerima’ obat spiritual karena terasa pahit. Pahit untuk hawa
nafsu kita yang sudah terbiasa berkubang dosa dan ditunggangi setan.
Sifat sombong obatnya adalah berusaha untuk rendah hati dan
tidak berbangga diri. hal ini tentunya ‘pahit’ bagi orang yang sudah terbiasa
dengan karakter angkuh dan ego yang tinggi. Berhubungan haram dengan kekasih
memang menyenangkan, tetapi itu sebuah dosa. maka obatnya adalah menikah. Jika tidak mau dan masih belum bisa
melakukannya, maka memutuskan hubungan itu adalah obatnya. Mungkin ini akan
terasa menyakitkan, tapi itulah obat untuk terhindar dari penyakit syahwat yang
menjerumuskan.
Dan hal ini membutuhkan waktu yang lumayan lama, tergantung
dari tingkat rendah-buruknya penyakit hati yang kita derita. Bahkan mungkin ada
yang membutuhkan waktu berminggu-minggu hingga ia benar-benar tidak lagi
mengecap rasa pahit karena meninggalkan dosa dan maksiat yang biasa dia
kerjakan.


No comments:
Post a Comment