Hari
ahad kali ini Nandi kembali mengajak Husni berkunjung ke rumah kakek Hasan.
Apalagi kalau bukan untuk membaca buku-buku koleksi kakek Hasan.
Tapi
sesampai di rumah kakek Hasan, mereka tidak menemukan kakek Hasan di teras
sebagaimana biasanya. Pintu rumah juga dikunci.
“KEK!
KAKEK!!” seru Nandi memanggil kakeknya.
“Mungkin
kakek sedang keluar rumah.”ujar Husni.”Atau mungkin sedang dikebun, ayo kita ke
kebun belakang.”
Mereka
berdua beranjak ke belakang rumah. Ternyata benar apa yang dikatakan Husni, kakek
sedang memanen buah markisa yang ranum dan sudah berwana kuning keemasan.
Sebagian ada yang berwarna jingga.
“Waah..cucu-cucuku
sudah pada datang rupanya. Mau bantu kakek memetik buah markisa?”
Husni
dan Nandi menganggukan kepalanya bersamaan.
“Baiklah,
kalian petik saja markisa yang ada di bawah. Biar kakek yang mengambil yang
tinggi dengan galah.”ujar kakek. Dia beranjak menuju pipir (samping) rumah dan
mengambil galah dari bambu sepanjang empat meter.
Tanaman
markisa kakek merambat di pohon jambu air dan pohon sirsak yang berjajar rapi
di samping dapur rumah kakek.
Banyak
sekali buah-buahan yang ditanam di pekarangan rumah kakek Hasan. Belum lagi
yang ditanam di kebun belakang rumahnya. Ada buah manga, jambu air, jambu batu,
nanas, markisa dan lain sebagainya.
Tanpa
menunggu lama, Husni dan Nandi segera memetik buah markisa yang terjangkau oleh
tangan mereka berdua. Kemudian menyimpannya di keranjang yang terbuat dari
anyaman bambu yang disediakan kakek.
Satu
jam kemudian mereka sudah mengumpulkan dua keranjang buah markisa yang matang
dengan berbagai ukuran.
“Nanti mau dijual kek?”Tanya Husni.
“Bukan
cu. Nanti kita membuat sirup markisa. Setelah jadi sirup baru dijual ke
supermarket.”terang kakek Hasan.
Kakek
Menyuruh Husni dan Nandi membelah buah markisa dan memerasnya menggunakan
saringan. Setelah itu, saringan disaring kembali supaya ampas dan biji buah
tidak terbawa.
Air
perasan markisa tersebut ditampung dalam baskom. Kemudian kakek menambahkan
larutan gula ke dalamnya. Terakhir kakek menambahkan bubuk putih ke dalam air
sari markisa.
“Itu
apa kek?”Tanya Nandi penasaran.
“Ini
namanya natrium benzoate, ditambahkan supaya sirup markisa yang mereka buat
tidak basi dan tahan lama.”
“Oh,
berarti termasuk bahan pengawet buatan ya kek.”kata Nandi dengan mata yang
berbinar.
“Wah,
cucuku ternyata pintar juga.”puji kakek sembari tersenyum lebar.
“Tapi
kek, kata bu guru, bahan tambahan makanan itu tidak baik bagi kesehatan kita.
bisa menyebabkan kanker dan sebagainya.”terang Husni.
Kakek
tersenyum dan menatap Husni.”bahan tambahan makanan itu banyak macamnya cu.
Memang kebanyakan berbahaya bagi tubuh. Tapi tidak semuanya. Nah, kalo yang
kakek tambahkan ini, selama tidak berlebihan, insya Allah aman untuk
kesehatan.”
Setelah
selesai memeras sari buah, kakek mengemasnya ke dalam botol dan memberinya
label. Kemudian menutupnya dan menyegelnya.
“Nanti
siang temani kakek menjualnya ke toko kue ya.”pinta kakek kepada Husni dan
Nandi.
“Baik
kek.”jawab Nandi dan Husni bersamaan.
***
Kakek
merogoh kemejanya dan mengeluarkan dua lembar senilai dua puluh ribuan kemudian
menyerahkannya kepada Husni dan Nandi.”Ini untuk kalian karena telah membantu
kakek memanen markisa.”
Husni
dan Nandi saling berpandangan. Tapi sejurus kemudian tersenyum lebar. Mereka
menerima uang pemberian kakek Hasan dengan perasaan gembira.
Di
rumah emak dan bapak heran melihat Husni pulang sembari mengacung-acungkan uang senilai dua puluh ribuan.
“Uang
darimana Husni?” Tanya emak dengan tatapan heran.
“Dari
kakek Hasan. Ini upah Husni karena sudah membantu kakek Hasan memanen markisa
dan menjual sirupnya tadi siang.”
Bapak
tersenyum bangga.”Rupanya anak bapak sudah mau belajar mandiri ya.”
“Ini
uangnya dikemanain mak?”Tanya husni.
“Ditabung
saja ya.”jawab emak.”uang jajan kan masih ada.”


No comments:
Post a Comment