Akhir-akhir ini masih hangat berita tentang kerusuhan di
tanah Papua. Kerusuhan ini akibat dari aksi para separatis yang mendukung
pemisahan Papua dari NKRI. Sementara aksi kemarahan ini sendiri diawali dengan
aksi rasisme terhadap orang Papua di Surabaya. Tentunya, sebagai umat muslim,
kita berharap Papua akan tetap berada dalam pangkuan NKRI, dan berharap kisruh
di Papua segera berakhir. Bagaimana pun juga, kita khawatir jika Papua lepas
dari NKRI, maka islam tidak memiliki kesempatan yang bagus untuk berkembang di
sana.
Akan tetapi, di kesempatan kali ini kita akan membahas
tentang perkembangan islam dan dakwah islam di tanah cenderawasih tersebut.
Pada dasarnya, penduduk Asli Papua sekali lagi bukan tipe
yang memiliki sentimen keagamaan bahkan mereka antusias terhadap Islam. Selain
itu, kebanyakan penduduk asli dipedalaman masih belum beragama atau menganut
kepercayaan animism.
Namun, perkembangan
Islam di Papua mulai berjalan marak dan dinamis sejak irian jaya berintegrasi
ke Indonesia, pada saat ini mulai muncul pergerakan dakwah Islam, berbagai
institusi atau individu-individu penduduk Papua sendiri atau yang berasal dari
luar Papua yang telah mendorong proses penyebaran Islam yang cepat di seluruh
kota-kota di Papua. Kemudian islam semakin bersinar dengan hadirnya organisasi
keagamaan Islam di Papua, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, DDII,
Hidayatullah dan pesantren-pesantren yang berdiri.
Selama ini banyak diantara kita yang beranggapan bahwa Papua
adalah sebuah wilayah yang didominasi oleh Kristen. Banyak orang yang
bertanya-tanya, adakah orang Islam di Papua? Adakah komunitas muslim pribumi
(penduduk asli Papua) yang memeluk Islam sebagai agama mereka? Ironisnya, belum
lagi pertanyaan itu terjawab, seolah ada ungkapan bahwa papua identik dengan
Kristen. Atau dengan bahasa yang lebih lugas lagi, setiap orang Papua ya mesti
Kristen.
Padahal, faktanya, hingga saat ini, muslim di Papua mencapai
40% dari total jumlah penduduk papua. 60 Persen sisanya merupakan gabungan
pemeluk agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Animisme, dan mayoritas dari
60 persen ini adalah animisme dipedalaman. Bahkan saat ini jumlah komunitas
Muslim di Papua sudah mencapai angka 900 ribu jiwa dari total jumlah penduduk
sekitar 2.4 juta jiwa.
Islam terus tumbuh dan menyinari bumi cenderawasih atau Nuu
war, nama yang diberikan oleh da’I papua, ustadz Fadzlan Garamathan. Dari waktu
ke waktu dakwah islam semakin menyebar hingga pedalaman. Oleh karena itu,
cakrawala islam edisi kali ini akan membahas 5 fakta tentang islam di papua.
Pertama, Islam membawa kepada kemajuan bagi Muslim
Papua
Islam datang ke Papua untuk membawa kemajuan dari tradisi
primitive menuju kemajuan dan peradaban. Seorang dai mantan Kristen bernama Ismail Saul
Yenu mengatakan bahwa islam berkebalikan dengan misionaris Kristen. Ismail Saul
mengatakan bahwa Misionaris kristen tidak melakukan perubahan kearah kemajuan,
peradaban primitif mereka biarkan dianggap sebagai peninggalan budaya
Setelah masuk Islam Ismail nyantri beberapa waktu di
pesantren Ust. Fadzlan di bekasi, setelah itu kembali kekampungnya untuk
mendakwahkan Islam, banyak anggota suku yang bersyahadat lewat dakwahnya.
Kedua, keterbatasan Dai yang berdakwah di
Papua
Hingga saat ini, da’I yang berdakwah di papua sangat terbatas
sehingga hal ini sangat disayangkan mengingat betapa dakwah dan pembinaan
keislaman sangat dibutuhkan.
Pihak MUI papua sendiri mengakui bahwa papua kekurangan dai.
Burhanuddin Marzuki, ketua MUI Kabupatern Jayawijaya yang sudah 30 tahun
tinggal di Lembah Baliem Papua mengatakan bahwa tidak sedikit penduduk asli
yang ingin masuk Islam, tapi pihaknya kekurangan dai.
Ketiga, keislaman ketua suku biasanya diikuti oleh
semua anggota suku
Kepala suku memiliki pengaruh yang besar terhadap anggota
sukunya. Bahkan setiap yang dilakukan oleh kepala suku selalu diikuti oleh
semua anggota sukunya. Sebut misalnya keislaman tetua suku bernama Aipon Asso pada tahun 1974. Keislaman Aipon
Asso lalu diikuti oleh 600 orang warganya di desa Walesi. Aipon yang kini sudah
berusia 70 tahun menjadi kepala suku yang sangat di segani di seluruh lembah
Baliem. Wilayah kekuasaannya membentang hampir 2/3 cekungan mangkuk lembah
Baliem.
Keempat, islam semakin semarak dengan adanya para
pendatang muslim yang hidup di papua
Di ibukota provinsi Papua, Jayapura, seperti juga di
kota-kota lain seperti Fak-Fak, Sorong, Wamena, Manukwari, Kaimana, Merauke,
Timika, Biak dan Merauke, suasana keislaman semakin tampak, khususnya di
kalangan pendatang. Selain jumlah rumah ibadah yang semakin bertambah, kegiatan
pengajian juga tumbuh subur.
Penduduk Muslim di kota terdiri dari para pedagang, pagawai,
pengusaha, pelajar/mahasiswa, guru, atau buruh yang datang dari berbagai
wilayah di Indonesia.
Kelima, Islam datang ke Papua lewat para pedagang
Muslim dari Kerajaan Islam Maluku dan Bugis
Secara historis, ummat Islam adalah pendatang awal di Tanah
Papua. Bahkan islam datang sebelum kedatangan misionaris kristen tahun 1855.
Contohnya adalah sultan Ternate Tidore yang yang sebelum misionaris tiba di
Papua telah bolak balik Tidore - Papua pada abad ke 15. Islam hadir di Papua
abad ke-15 sedang Kristen masuk Papua pertengahan abad ke-18.
Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke
16 sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo,
Missool, Waigama, dan Salawati tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.
Berdasarkan cerita populer dari masyarakat Islam Sorong dan Fakfak, agama Islam
masuk di Papua sekitar abad ke 15 yang dilalui oleh pedagang–pedagang muslim.
Perdagangan antara lain dilakukan oleh para pedagang–pedagang suku Bugis
melalui Banda (Maluku Tengah) dan oleh para pedagang Arab dari Ambon yang
melalui Seram Timur.
Selain itu, tentunya kita tidak asing lagi dengan daerah
bernama Raja Ampat. Nama Raja Ampat diambil dari eksistensi kerajaah-kerajaan
Islam yang berkuasa di kawasan Indonesia timur saat itu yakni: Ternate, Tidore,
Jailolo dan Bacan. Hal ini sebagaimana diungkapkan seorang mahasiswa muslim
Papua, Toni yang mengambil desertasinya tentang ‘Rekontruksi Sejarah Islam
Papua’.
Selain melalui jalur perdagangan, di daerah Merauke Islam
dikenal melalui perantara orang-orang buangan yang beragama Islam, yang berasal
dari Sumatra, Kalimantan, Maluku dan Jawa. Terdapat istilah yang populer di
Merauke, yaitu "Jamer" (dari kata Jawa-Merauke), untuk menyebut
orang-orang keturunan Jawa baik yang merupakan keturunan orang-orang yang
dipindahkan pada zaman penjajahan Belanda ataupun keturunan penduduk program
transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan Indonesia.
Itulah 5 fakta yang harus kita ketahui tentang muslim dan
perkembangan islam di tanah Papua. Semoga pemaparan ini bisa menambah cakrawala
keislaman anda.
Semoga bermanfaat
No comments:
Post a Comment