15 May 2019

Alih-Alih Menyalahkan Orang lain, Cobalah Untuk Intropeksi Diri




Yasmin Mogahed di dalam bukunya ‘Reclaim Your Heart’ memberikan analogi yang bagus dalam menyebut mereka yang suka menyalahkan pihak lain ketika terjadi suatu masalah yang menghadang kehidupan mereka. Ketika vas bunga yang bagus dan mahal jatuh dari atas meja, akankah kita menyalahkan hukum alam berupa gaya gravitasi yang menyebabkan vas bunga itu jatuh ke lantai hingga pecah berkeping-keping. hanya orang kurang akal seandainya ada yang memang benar-benar menyalahkan gaya gravitasi. Itu artinya, tidak selayaknya kita menyalahkan pihak lain ketika menemukan kekecewaan dan ketidakpuasan di dalam hidup kita.

Ketika kita mulai menudingkan telunjuk kita kepada orang lain ketika menemukan ketidakberesan, maka disanalah kita terjebak pada sikap pengecut. Setiap ada masalah selalu saja mencari celah untuk menyalahkan pihak lain, sementara kita tidak ingin menyalahkan diri kita sendiri. Pun kita tidak mau mencari solusi untuk keluar dari masalah tersebut. Bahkan tidak akan pernah bisa intropeksi diri, barangkali masalah itu juga datang karena kelalaian kita sendiri.

Jangan Lupakan Kebaikan Mereka

Orang yang gampang menyalahkan pihak lain cenderung akan melupakan kebaikan yang pernah dia terima dari pihak yang dia salahkan. Padahal, bisa jadi individu atau kelompok yang dia salahkan pernah berjasa dalam hidupnya dan memberikan banyak kebaikan dalam kehidupannya. Jangan sampai pepatah ‘susu sebelanga rusak  karena setetes nila’ kita terapkan dalam relasi kehidupan sosial kita. Justru ketika kita menemukan ketidaknyamanan, ketidakpuasan dan kekecewaan dari mereka, maka kita harus mengenang kebaikan-kebaikan mereka. Niscaya rasa kesal itu akan hilang dengan sendirinya.  Jangan sampai beribu kebaikan yang mereka berikan kita lupakan hanya karena secuil kesalahan yang dia lakukan. Itu pun barangkali dia lakukan tanpa sengaja.

Seringkali kita marah dan menyalahkan orang lain karena kesalahannya tanpa pernah bertanya kenapa dia bisa salah? Kenapa dia bisa melakukan hal itu dan mengecewakan kita? Harusnya sebelum kita memutuskan untuk kecewa atau marah, tanyakan dulu apakah memang mereka melakukannya dengan sengaja? Atau memang ada faktor lain? Jika memang dia tidak sengaja melakukannya, lalu untuk alasan apa kita marah? Jika memang dia melakukannya dengan sengaja, lalu apakah tidak ada kata maaf untuknnya?

Misalkan temanmu meminjam buku kepadamu. Kemudian beberapa minggu kemudian dia mengembalikan bukumu dalam keadaan rusak parah. Beberapa halamannya sobek dan sampulnya kucel.  Padahal buku tersebut adalah buku favoritemu yang harganya mahal dan hanya satu-satunya yang kamu miliki. Kamu pun marah kepada temanmu. Nah, alih-aliih marah, cobalah berpikir positive. Karena tidak mungkin kan sahabatmu itu sengaja menyobek bukumu atau membuatnya kucel. Justru mungkin ini salah kita karena tidak mewanti-wanti teman kita untuk menjaga buku kita sebaik mungkin. Atau kita sudah memperingatkannya? Mungkin dia tidak sengaja merusak bukumu. Alangkah baiknya kamu menanyakannya langsung.

Ketika kita terlanjur benci maka kita akan mudah menghakimi dan melontarkan kritik tanpa pertimbangan kepada orang yang mengecewakan kita. Misal kamu mengatakan, “Aku tidak menemukan kebaikan di dirimu!”

Padahal nyatanya orang itu sudah banyak berbuat kebaikan dalam hidup kita. Kenapa kita melupakannya? Kita melupakannya karena ketika kita marah kita cenderung melupakan masa lalu dan hanya terfokus pada masa sekarang.


Jangan Putus Harapan, Ada Hari Esok Untuk Memperbaiki Kesalahan

Selama ada hari esok maka itu artinya kau akan menemukan harapan, penebusan dan kesempatan. (Yasmen Mogahed)

Kenapa Thomas alfa Edison tidak pernah menyerah melakukan percobaan demi percobaan selama ratusan kali? Hingga pada tahun tahun 1879, Thomas alfa Edison berhasil menemukan lampu pijar setelah belasan ratusan kali mengamali kegagalan. Ketika ditanya kenapa dia bisa bertahan dengan kegagalan demi kegagalan yang pernah ada, maka Thomas menjawab, “Saya tidak gagal, tapi saya menemukan 999 kali formula yang salah sehingga saya bisa berhasil menemukan formula yang benar.” Hasilnya, hingga saat ini penemuannya berupa lampu pijar telah menerangi dunia. Belum lagi beberapa penemuan lainnya yang telah memberi sumbangsing besar untuk dunia.

Bahkan ustadz saya berseloroh, “Andai Thomas seorang muslim, maka dia akan memborong banyak pahala hingga detik ini, bayangkan saja berapa juta orang yang membaca al-quran, membaca dan belajar dibawah sinar bola lampu hingga saat ini.”

Nah, ini bisa menjadi motivasi untuk kita semua supaya menjadi pribadi yang banyak memberikan manfaat dan kemaslahatan untuk ummat. Lebih-lebih untuk ketinggian kalimatullah di muka bumi.

Jangan pernah putus asa ketika hari ini mengalami kegagalan, karena ada hari esok untuk membuktikan bahwa kita bisa mengulang ikhtiar hingga bertemu dengan kesuksesan.

Jangan pernah takut ketika hari ini mengalami kesalahan, karena ada hari esok sebagai modal untuk menebus kesalahan di hari kemarin.

Jangan pernah sedih ketika kita harus berpisah dengan orang-orang tercinta, karena pada masanya nanti kita dan mereka akan kembali berjumpa di waktu yang barangkali tidak pernah kita duga.


Belajar Dari Kisah Orang yang Dimuliakan

Marilah kita belajar dari orang-orang yang mulia dan dimuliakan lewat kalam-Nya. Betapa kita harus belajar arti penting dari harapan yang tidak pernah putus dari mereka? Betapa kita harus memetik hikmah yang begitu luas arti penting berbaik sangka kepada Allah subhanahu wata'ala sebagai pemutus perkara dan sebagai pemegang takdir dan jiwa kita.

Ingatlah pada kisah Yusuf. Bagaimana  ketika Yusuf bisa kembali kepada ayahnya setelah belasan tahun lamanya berpisah tanpa kabar karena kedengkian para saudara tirinya. Allah subhanahu wata'ala memisahkan antara ayah dan anak tersebut, tapi itu bukan berarti Allah subhanahu wata'ala membiarkan mereka sengsara dengan kerinduan. Karena pada waktu yang tepat Allah subhanahu wata'ala telah mempertemukan mereka berdua.

Ingatlah pada kisah Musa. Bagaimana bayi Musa bisa kembali kepada ibunya yang sedih dan gundah gulana karena harus merelakan bayi mungilnya hanyut bersama aliran air sungai Nil.  Ibu Musa percaya kepada Allah subhanahu wata'ala bahwa Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan dan menelantarkan hamba-Nya,
Ingatlah kepada Hajar dan bayinya Ismail yang ditinggal Ibrahim Alaihi salam di padang pasir nan gersang. Ketika itu Hajar bertanya, “Kenapa kau meninggalkan kami berdua di padang yang gersang ini?” Ibrahim tidak menjawab dan tidak kuasa berpaling untuk melihat wajah istri dan bayinya tercinta untuk yang terakhir kalinya. “Apakah ini perintah Allah subhanahu wata'ala?” Ibrahim menjawab, ‘ya.’ Maka Hajar berkata, ‘Jika memang ini perintah Allah, maka Dia tidak akan menelantarkan kami berdua. dan kelak, tanah tersebu diberkahi tersebab doa Ibrahim dan ketawakalan dan kepasrahan Hajar dan Ismail kepada Allah subhanahu wata'ala.

Ingatlah kepada Ummu Salamah. Dia harus rela ditinggal mati suaminya, Abu Salamah  Radiyallahu anhu. Kemudian dia berdoa kepada Allah subhanahu wata'ala dengan sebaik-baik doa. Berdoa dengan penuh ketawakalan dan kepasrahan dan meminta ganti yang lebih baik dari-Nya. Hingga pada akhirnya Allah subhanahu wata'ala mengabulkan doanya. Ummu Salamah Radiyallahu anha dilamar oleh manusia terbaik di dunia, Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment