28 May 2019

Hakikat Dunia


Dikisahkan bahwa suatu hari Ibnu as-Samak menemui al-Rasyid untuk memberikan nasihat. Adalah kebiasaan sang Khalifah meminta nasihat dari para ulama. Maka dihidangkanlah makanan yang lezat dan minuman dingin yang menyegarkan ke hadapan Ibnu as -Samak. Sebelum sesi memberikan nasihat dimulai, sang Khalifah ingin Ibnu as-Samak makan terlebih dahulu.

Tapi alih-alih menyentuh makanan, Ibnu as-Samak malah berkata, “Wahai Amirul Mukminin, seandainya Anda terhalangi meminum minuman ini, dengan apa Anda akan membelinya?”

“Dengan setengah kerajaanku,” jawab al-Rasyid.

“Minumlah, semoga Allah memberimu ketenangan,” kata Ibnu as-Samak.

Setelah al-Rasyid selesai meminum air itu, Ibnu as-Samak kembali berkata, “Seandainya air ini dihalangi keluar dari badan Anda, dengan apa Anda akan menebusnya agar ia bisa keluar?”

“Dengan seluruh wilayah kerajaanku,” jawab al-Rasyid. Ibnu as-Samak melanjutkan, “Sesungguhnya harga sebuah kerajaan hanya dengan seteguk air dan kencingnya. Sungguh tidak pantas seorang berlomba-lomba memperebutkannya.”

Harun al-Rasyid pun menangis tersedu-sedu karena tersentuh oleh nasihat Ibnu as-Samak.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kita semua memiliki kecenderungan untuk mencintai dunia ini. Siapa yang tidak menyukai tempat tinggal yang nyaman, kendaraan yang mewah, gadget yang canggih dan dompet yang tebal? Semua orang mengharapkannya. Siapa yang tidak mengharapan memiliki pasangan yang cantik/ganteng? Setiap orang mengangankannya.

Pun banyak orang yang mengejar ketenaran, kehormatan dan status sosial yang tinggi sehingga apa pun dilakukan untuk mendapatkan kekuasaan ditengah-tengah manusia.

Ketika semua itu kita dapatkan kita akan merasakan kebahagiaan. Dan ketika semua itu dicabut dari kehidupan kita, kita merasa sedih dan kehilangan. Bahkan putus asa dan tak tahu harus berbuat apa.
Kita mencintai dunia tapi dunia ini tidak mencintai kita. kita bisa memberikan apa pun yang kita bisa berikan untuk dunia ini supaya dunia itu mendekat kepada kita, tapi ternyata dunia semakin jauh dari kita. kita habiskan tenaga dan waktu serta usaha demi dunia, nyatanya dunia selalu terasa kurang dimata kita. maka benarlah apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayim rahimahullah, “Dunia itu ibarat bayangan, kejar dia dan engkau tidak akan pernah bisa menangkapnya. Balikkan badanmu darinya dan dia tidak punya pilihan lain kecuali mengikutimu.”

Kita tidak pernah merasa puas untuk mendapatkan dunia karena memang dunia tidak bisa memuaskan kita. ketika kita sudah mendapatkan A, maka kita akan segara mengharapkan B. ketika B telah ada dalam genggaman, maka C berada di dalam angan. Begitu seterusnya sehingga semua yang berputar di benak kita tentang bagaimana cara memuaskan diri dengan semua yang menjadi harapan dan impian kita dari kehidupan dunia.

Karena sikap tidak puas inilah maka timbul sifat rakus dan serakah. Apa pun dilakukan demi meraup untung banyak dan mengoleksi harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Maka tak heran jika kita sering melihat kasus korupsi yang dilakukan para pejabat. Kita mungkin bertanya-tanya bagaimana mungkin seorang pejabat yang gajinya puluhan juta masih korupsi. Apakah gaji puluhan juta itu belum cukup baginya? Inilah contoh sesungguhnya dari hakikat dunia. Karena bermain-main dengan dunia itu bagai meminum air laut. Semakin banyak kau meminumnya maka semakin haus kau rasa.
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,

Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, dia akan berkeinginan untuk mendapatkan dua lembah, dan tidak ada yang akan memenuhi mulutnya melainkan tanah dan Allah swt akan menerima taubat orang yang bertaubat (HR. Bukhori dan Muslim)

Perlu kita sadari bahwa keinginan manusia tidak pernah berakhir. Bahkan ketika keinginan telah terpenuhi pun akan muncul keinginan yang lain. Satu-satunya yang mampu mengakhiri keinginan-keinginan yang tidak berkesudahan adalah Kematian. Maka dari itu, Jangan mati-matian mengejar sesuatu yagn tidak dibawa mati. Karena toh dunia itu pada akhirnya akan kita tinggalkan. Untuk apa berlelah-lelah menggunakan semua waktu, tenaga dan usaha untuk sesuatu yang akan kita tinggalkan.
Jika pandangan kita selalu diarahkan pada urusan duniawi, maka yang akan dirasakan hanyalah kelelahan. Sebaliknya ketika pandangan kita ditujukan kepada akhirat dan kematian yang pasti akan datang, maka kita akan selalu berusaha mendekat kepada Allah subhanahu wata'ala.

Hakikat Dunia

Orang-orang mencari kebahagiaan dari gemerlap dunia, padahal justru sumber kebahagiaan itu datang dari kedekatan mereka kepada Allah subhanahu wata'ala dengan keimanan dan ketakwaan. Tapi berapa banyak dari mereka yang justru mencari kebahagiaan dari kubangan dunia sehingga lupa kepada Rabb-nya.

Orang-orang yang mabuk dengan gemerlap dunia tidak menyadari bahwa dunia ini hanyalah permainan yang melalaikan. Mereka sibuk dengan memainkannya hingga lupa bahwa permainan itu akan berakhir atau membuatnya bosan. Bosan tapi terus bermain dengannya.

Lalu bagaimana hakikat dari dunia? Setidaknya ada beberapa hal yang harus kita ketahui tentang hakikat dunia yang menipu angan kita.

Dunia bagai Fatamorgana

Bayangkanlah di benakmu tentang seorang pengembara yang tersesat di padang sahara yang luas. Dia terseok-seok di bawah teriknya matahari, sementara kakinya melepuh karena pasir yang panas. Bekalnya sudah habis dan dia berpikir bahwa kematian berada di ambang mata. Kemudian pengembara tersebut melihat bayangan air di kejauhan yang ternyata itu hanyalah fatamorgana. Dia merasa bahagia karena menemukan mata air yang dia harapkan. Dia pun melangkah dengan semangat baru. Tapi semakin jauh dia melangkah, oase itu tidak dia temukan. justru oase yang dia lihat itu semakin menjauh. Dia seakan dipermainkan. Di ambang kematiannya baru dia sadar bahwa itu adalah fatamorgana padang pasir. Begitulah hakikat dunia yang menipu kehidupan banyak manusia sehingga mereka terjatuh pada kesibukan mengejarnya dengan melupakan kehidupan akhirat.

Dunia Lebih Hina dari Sehelai Sayap Nyamuk

Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi)

Dunia Lebih Hina dari Bangkai Kambing

Dikisahkan di dalam hadits shahih Muslim, bahwa suatu ketika Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam berjalan melewati pasar. Sementara saat itu banyak orang yang berada di dekat Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam.

Beliau berjalan melewati bangkai anak kambing jantan yang kedua telinganya kecil. Kemudian Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam membungkung dan memegang bangkai anak kambing jantan yang cacat telinganya itu. kemudian beliau bersabda, “Siapa diantara kalian yang berkenan membeli ini seharga satu dirham?”

Orang-orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau jika ini menjadi milik kalian?”

Orang-orang berkata, “Demi Alloh, kalau anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Alloh, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Alloh daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.”

Cinta Dunia Menjadi Sebab Kekalahan dan Kehancuran

Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”.

Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?”

Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’.

Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?”

Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.”

(HR. Abu Daud)

Di dalam hadits yang lain Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda
“Demi Allah. Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian kalian pun berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang terdahulu itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa sebagaimana mereka dibinasakan olehnya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nilai Dunia Bagai Setetes Air dari Samudera

Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Demi Allah! Tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, lalu hendaklah dia melihat apa yang dibawa jarinya itu (HR. Muslim)

Dunia adalah tempat menanam untuk musim panen di akhirat

Dikisahkan ada sebuah rombongan yang akan berangkat menyeberangi lautan untuk mencari pulau impian. Mereka menggunakan bahtera untuk mencari pulau impian yang telah mereka temukan pada sebuah peta.

Di tengah perjalanan mereka singgah pada sebuah pulau kecil untuk mengumpulkan bekal. Kapten memperingatkan para penumpang untuk tidak masuk terlalu ke dalam pulau karena khawatir akan tertinggal rombongan. Dia juga mengingatkan bahwa tempat yang mereka tuju lebih subur dan lebih besar dari pulau kecil tersebut.

“Kita singgah hanya untuk mengumpulkan bekal kita dalam sisa perjalanan ini.” Pesan sang kapten mewanti-wanti kepada para awak kapal dan penumpang. Mereka diberi waktu beberapa jam untuk mengumpulkan bekal.

Singkat cerita, orang-orang pun turun untuk mencari bekal. Hanya saja, ada sebagian kecil penumpang yang tergoda dengan kesuburan pulau itu sehingga masuk terlalu dalam. Mereka merasa takjub dengan buah-buahan yang ada di dalam hutan serta berbagai jenis flora dan faunanya. Mereka terus melangkah sehingga tanpa sadar sudah jauh dari kapal. Ketika mereka sudah masuk ke rimba, barulah mereka sadar mereka telah melangkah terlalu jauh. Sebagian dari mereka segera sadar dan kembali. Beruntung mereka tidak tertinggal. Sebagian lagi tersesat dan tidak tahu jalan pulang. Kemudian mereka  kembali ke garis pantai, tapi ternyata kapal telah berangkat meninggalkan mereka.
Begitulah hakikat dunia. Dunia hanyalah tempat persinggahan untuk mengumpulan bekal. Dunia adalah tempat menyemai benih untuk musim panen di akhirat kelak. Siapa yang tidak menyemai benih dan tidak menanam, maka siap-siaplah gigit jari di musim panen kelak.

Dunia bukan tempat untuk bersuka cita, tapi untuk merajut cita-cita. Maka sudah sepatutnya seorang muslim memiliki rencana dan terus melangkah menuju akhiratnya. Karena dunia adalah jalan menuju akhirat.

Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah orang yang asing dan seorang pengembara.” (HR. Bukhari).


“Apakah urusanku dengan dunia ini, sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia ibarat seorang pengembara yang sedang tidur di bawah naungan pohon pada hari yang panas, kemudian beristirahat lalu meninggalkannya.” (HR Turmudzi)

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment