Dikisahkan bahwa suatu hari Ibnu as-Samak menemui al-Rasyid untuk
memberikan nasihat. Adalah kebiasaan sang Khalifah meminta nasihat dari para
ulama. Maka dihidangkanlah makanan yang lezat dan minuman dingin yang
menyegarkan ke hadapan Ibnu as -Samak. Sebelum sesi memberikan nasihat dimulai,
sang Khalifah ingin Ibnu as-Samak makan terlebih dahulu.
Tapi alih-alih menyentuh makanan, Ibnu as-Samak malah berkata,
“Wahai Amirul Mukminin, seandainya Anda terhalangi meminum minuman ini, dengan
apa Anda akan membelinya?”
“Dengan setengah kerajaanku,” jawab al-Rasyid.
“Minumlah, semoga Allah memberimu ketenangan,” kata Ibnu as-Samak.
Setelah al-Rasyid selesai meminum air itu, Ibnu as-Samak kembali
berkata, “Seandainya air ini dihalangi keluar dari badan Anda, dengan apa Anda
akan menebusnya agar ia bisa keluar?”
“Dengan seluruh wilayah kerajaanku,” jawab al-Rasyid. Ibnu as-Samak
melanjutkan, “Sesungguhnya harga sebuah kerajaan hanya dengan seteguk air dan
kencingnya. Sungguh tidak pantas seorang berlomba-lomba memperebutkannya.”
Harun al-Rasyid pun menangis tersedu-sedu karena tersentuh oleh
nasihat Ibnu as-Samak.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kita semua memiliki kecenderungan untuk
mencintai dunia ini. Siapa yang tidak menyukai tempat tinggal yang nyaman,
kendaraan yang mewah, gadget yang canggih dan dompet yang tebal? Semua orang
mengharapkannya. Siapa yang tidak mengharapan memiliki pasangan yang
cantik/ganteng? Setiap orang mengangankannya.
Pun banyak orang yang mengejar ketenaran, kehormatan dan status
sosial yang tinggi sehingga apa pun dilakukan untuk mendapatkan kekuasaan
ditengah-tengah manusia.
Ketika semua itu kita dapatkan kita akan merasakan kebahagiaan. Dan
ketika semua itu dicabut dari kehidupan kita, kita merasa sedih dan kehilangan.
Bahkan putus asa dan tak tahu harus berbuat apa.
Kita mencintai dunia tapi dunia ini tidak mencintai kita. kita bisa
memberikan apa pun yang kita bisa berikan untuk dunia ini supaya dunia itu
mendekat kepada kita, tapi ternyata dunia semakin jauh dari kita. kita habiskan
tenaga dan waktu serta usaha demi dunia, nyatanya dunia selalu terasa kurang
dimata kita. maka benarlah apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayim rahimahullah, “Dunia
itu ibarat bayangan, kejar dia dan engkau tidak akan pernah bisa menangkapnya.
Balikkan badanmu darinya dan dia tidak punya pilihan lain kecuali mengikutimu.”
Kita tidak pernah merasa puas untuk mendapatkan dunia karena memang
dunia tidak bisa memuaskan kita. ketika kita sudah mendapatkan A, maka kita
akan segara mengharapkan B. ketika B telah ada dalam genggaman, maka C berada
di dalam angan. Begitu seterusnya sehingga semua yang berputar di benak kita
tentang bagaimana cara memuaskan diri dengan semua yang menjadi harapan dan impian
kita dari kehidupan dunia.
Karena sikap tidak puas inilah maka timbul sifat rakus dan serakah.
Apa pun dilakukan demi meraup untung banyak dan mengoleksi harta kekayaan
sebanyak-banyaknya. Maka tak heran jika kita sering melihat kasus korupsi yang
dilakukan para pejabat. Kita mungkin bertanya-tanya bagaimana mungkin seorang
pejabat yang gajinya puluhan juta masih korupsi. Apakah gaji puluhan juta itu
belum cukup baginya? Inilah contoh sesungguhnya dari hakikat dunia. Karena bermain-main
dengan dunia itu bagai meminum air laut. Semakin banyak kau meminumnya maka
semakin haus kau rasa.
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,
Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, dia akan
berkeinginan untuk mendapatkan dua lembah, dan tidak ada yang akan memenuhi
mulutnya melainkan tanah dan Allah swt akan menerima taubat orang yang
bertaubat (HR. Bukhori dan Muslim)
Perlu kita sadari bahwa keinginan manusia tidak pernah berakhir.
Bahkan ketika keinginan telah terpenuhi pun akan muncul keinginan yang lain.
Satu-satunya yang mampu mengakhiri keinginan-keinginan yang tidak berkesudahan
adalah Kematian. Maka dari itu, Jangan mati-matian mengejar sesuatu yagn tidak
dibawa mati. Karena toh dunia itu pada akhirnya akan kita tinggalkan. Untuk apa
berlelah-lelah menggunakan semua waktu, tenaga dan usaha untuk sesuatu yang
akan kita tinggalkan.
Jika pandangan kita selalu diarahkan pada urusan duniawi, maka yang
akan dirasakan hanyalah kelelahan. Sebaliknya ketika pandangan kita ditujukan
kepada akhirat dan kematian yang pasti akan datang, maka kita akan selalu
berusaha mendekat kepada Allah subhanahu wata'ala.
Hakikat Dunia
Orang-orang mencari kebahagiaan dari gemerlap dunia, padahal justru
sumber kebahagiaan itu datang dari kedekatan mereka kepada Allah subhanahu
wata'ala dengan keimanan dan ketakwaan. Tapi berapa banyak dari mereka yang
justru mencari kebahagiaan dari kubangan dunia sehingga lupa kepada Rabb-nya.
Orang-orang yang mabuk dengan gemerlap dunia tidak menyadari bahwa
dunia ini hanyalah permainan yang melalaikan. Mereka sibuk dengan memainkannya
hingga lupa bahwa permainan itu akan berakhir atau membuatnya bosan. Bosan tapi
terus bermain dengannya.
Lalu bagaimana hakikat dari dunia? Setidaknya ada beberapa hal yang
harus kita ketahui tentang hakikat dunia yang menipu angan kita.
Dunia bagai Fatamorgana
Bayangkanlah di benakmu tentang seorang pengembara yang tersesat di
padang sahara yang luas. Dia terseok-seok di bawah teriknya matahari, sementara
kakinya melepuh karena pasir yang panas. Bekalnya sudah habis dan dia berpikir
bahwa kematian berada di ambang mata. Kemudian pengembara tersebut melihat
bayangan air di kejauhan yang ternyata itu hanyalah fatamorgana. Dia merasa bahagia
karena menemukan mata air yang dia harapkan. Dia pun melangkah dengan semangat
baru. Tapi semakin jauh dia melangkah, oase itu tidak dia temukan. justru oase
yang dia lihat itu semakin menjauh. Dia seakan dipermainkan. Di ambang
kematiannya baru dia sadar bahwa itu adalah fatamorgana padang pasir. Begitulah
hakikat dunia yang menipu kehidupan banyak manusia sehingga mereka terjatuh pada
kesibukan mengejarnya dengan melupakan kehidupan akhirat.
Dunia Lebih Hina dari Sehelai Sayap Nyamuk
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Seandainya dunia
ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan
memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi)
Dunia Lebih Hina dari Bangkai Kambing
Dikisahkan di dalam hadits shahih Muslim, bahwa suatu ketika Rasulullah
shollallahu 'alaihi wasallam berjalan melewati pasar. Sementara saat itu banyak
orang yang berada di dekat Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam.
Beliau berjalan melewati bangkai anak kambing jantan yang kedua
telinganya kecil. Kemudian Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam membungkung
dan memegang bangkai anak kambing jantan yang cacat telinganya itu. kemudian
beliau bersabda, “Siapa diantara kalian yang berkenan membeli ini seharga satu
dirham?”
Orang-orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya.
Apa yang bisa kami perbuat dengannya?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau
jika ini menjadi milik kalian?”
Orang-orang berkata, “Demi Alloh, kalau anak kambing jantan ini
hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Alloh, sungguh,
dunia itu lebih hina bagi Alloh daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.”
Cinta Dunia Menjadi Sebab Kekalahan dan Kehancuran
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian
dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam
piring”.
Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah
kami pada saat itu sedikit?”
Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi
kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa
takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’.
Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?”
Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.”
(HR. Abu Daud)
Di dalam hadits yang lain Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda
“Demi Allah. Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa
kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia
sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian kalian
pun berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang terdahulu
itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa sebagaimana mereka
dibinasakan olehnya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nilai Dunia Bagai Setetes Air dari Samudera
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Demi Allah! Tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti
salah seorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, lalu hendaklah dia
melihat apa yang dibawa jarinya itu (HR. Muslim)
Dunia adalah tempat menanam untuk musim panen di akhirat
Dikisahkan ada sebuah rombongan yang akan berangkat menyeberangi
lautan untuk mencari pulau impian. Mereka menggunakan bahtera untuk mencari
pulau impian yang telah mereka temukan pada sebuah peta.
Di tengah perjalanan mereka singgah pada sebuah pulau kecil untuk
mengumpulkan bekal. Kapten memperingatkan para penumpang untuk tidak masuk
terlalu ke dalam pulau karena khawatir akan tertinggal rombongan. Dia juga
mengingatkan bahwa tempat yang mereka tuju lebih subur dan lebih besar dari
pulau kecil tersebut.
“Kita singgah hanya untuk mengumpulkan bekal kita dalam sisa
perjalanan ini.” Pesan sang kapten mewanti-wanti kepada para awak kapal dan
penumpang. Mereka diberi waktu beberapa jam untuk mengumpulkan bekal.
Singkat cerita, orang-orang pun turun untuk mencari bekal. Hanya saja,
ada sebagian kecil penumpang yang tergoda dengan kesuburan pulau itu sehingga
masuk terlalu dalam. Mereka merasa takjub dengan buah-buahan yang ada di dalam
hutan serta berbagai jenis flora dan faunanya. Mereka terus melangkah sehingga
tanpa sadar sudah jauh dari kapal. Ketika mereka sudah masuk ke rimba, barulah
mereka sadar mereka telah melangkah terlalu jauh. Sebagian dari mereka segera
sadar dan kembali. Beruntung mereka tidak tertinggal. Sebagian lagi tersesat
dan tidak tahu jalan pulang. Kemudian mereka kembali ke garis pantai, tapi ternyata kapal
telah berangkat meninggalkan mereka.
Begitulah hakikat dunia. Dunia hanyalah tempat persinggahan untuk
mengumpulan bekal. Dunia adalah tempat menyemai benih untuk musim panen di
akhirat kelak. Siapa yang tidak menyemai benih dan tidak menanam, maka
siap-siaplah gigit jari di musim panen kelak.
Dunia bukan tempat untuk bersuka cita, tapi untuk merajut
cita-cita. Maka sudah sepatutnya seorang muslim memiliki rencana dan terus
melangkah menuju akhiratnya. Karena dunia adalah jalan menuju akhirat.
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Jadilah engkau
di dunia ini seolah-olah orang yang asing dan seorang pengembara.” (HR.
Bukhari).
“Apakah urusanku dengan dunia ini, sesungguhnya perumpamaanku dan
perumpamaan dunia ibarat seorang pengembara yang sedang tidur di bawah naungan
pohon pada hari yang panas, kemudian beristirahat lalu meninggalkannya.” (HR Turmudzi)
No comments:
Post a Comment